Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image SULTHAN TAQIYUDDIN AL KINDI

Dampak Pernikahan Dini

Pendidikan dan Literasi | Thursday, 30 Nov 2023, 20:37 WIB
ilustrasi pasangan diusia dini, Sumber: https://pixabay.com/id/

Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, yaitu remaja yang berumur antara 13 sampai 19 tahun, yang dapat dikatakan masih belum cukup matang baik lahir maupun batin. Anak usia dini merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. anak-anak dan masa dewasa (remaja), dimana anak mengalami berbagai perubahan di segala bidang. Dilihat dari bentuk tubuh, sikap dan cara berpikirnya mereka tidak bisa disebut anak-anak, tetapi tidak juga orang dewasa yang matang. Perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap anak. Anak-anak yang dipaksa menikah untuk bertahan hidup dalam kondisi tertentu yang berusia di bawah 18 tahun dan cukup rentan dalam hal pendidikan, kesehatan, kemiskinan dan kekerasan.

Pernikahan di bawah usia 18 tahun dapat dianggap sebagai pernikahan anak. Anak merupakan pribadi yang tumbuh dan berkembang sejak konsepsi hingga akhir masa remaja. Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 4 Tahun 1979 mendefinisikan anak sebagai pribadi yang mempunyai hak untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang baik baik secara privat, fisik, dan sosial. Secara khusus, pernikahan dini semakin meningkat dan sering terjadi di Indonesia. Saat ini kesadaran banyak pihak mulai terlihat, namun masih banyak terjadi pernikahan dini di negeri ini.

Menurut data yang diberikan oleh Pusat Penelitian Gender dan Seksualitas Indonesia pada tahun 2005, Indonesia memiliki tingkat pernikahan dini tertinggi kedua di kawasan Asia Tenggara, dengan sekitar 2 juta dari 7,3 juta perempuan di bawah usia 15 tahun. Kasus di Indonesia semakin hari semakin meningkat, bahkan hingga saat ini Jumlah penduduknya mungkin melebihi 50 juta orang, dengan rata-rata usia menikah adalah 16-19 tahun. Melihat banyaknya pernikahan dini di Indonesia, pemerintah akhirnya mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 pada Oktober 2019 yang mengatur tentang perubahan atas Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

Dari hasil peninjauan tersebut, disepakati mengubah usia minimal menikah bagi perempuan dan laki-laki menjadi 19 tahun. Kedudukan hukum mengenai pernikahan dini ini tertuang dalam Pasal 332 KUHP, yang menghukum siapa pun yang pada tahun 2008 membawa perempuan di bawah umur tanpa persetujuan orang tuanya dengan hukuman 7 tahun penjara. Di Indonesia, pernikahan dini tersebar luas di berbagai provinsi, dengan angka pernikahan anak di atas rata-rata nasional di beberapa provinsi. Yakni Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Provinsi Jawa Barat menempati urutan keenam dari 34 provinsi dengan angka pernikahan dini yang tinggi, khususnya Kota Bogor.

Perkawinan anak terjadi karena beberapa faktor yang saling berkaitan yang mungkin berasal dari masyarakat, individu atau keluarga. Hasil penelitian Susenas menunjukkan bahwa anak yang cenderung melakukan pernikahan dini adalah anak perempuan, anak dengan tingkat pendidikan rendah, anak yang tinggal di pedesaan, dan anak dengan kondisi ekonomi lemah (miskin).

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNIKAHAN DINI

ilustrasi tuntutan kepada anak, Sumber: https://pixabay.com/id/

Banyak faktor yang mempengaruhi pernikahan anak usia dini seperti pendidikan, orang tua/keluarga, masalah keuangan, sosial budaya, kemauan diri. Berikut beberapa faktor terjadinya pernikahan dini:

· Faktor pendidikan, Jika di suatu daerah masih rendahnya tingkat pendidikan, besar kemungkinannya mereka belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang perkawinan yang baik. rendahnya tingkat pendidikan sangat berdampak pada buruknya keadaan perekonomian karena tidak dapat memperoleh pekerjaan yang layak.

· Faktor orang tua, orang tua yang masih memegang teguh keyakinannya merasa lebih bahagia ketika melihat anaknya menjalin hubungan. Orang tua khawatir jika putrinya tidak mendapatkan suami dan takut anaknya tidak akan menikah. hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat merusak nama baik keluarganya.

· Faktor Ekonomi Beberapa, di beberapa daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, menyerahkan anak perempuan dianggap dapat mengurangi beban keuangan keluarga karena dengan menikahnya anak perempuan, maka anak tersebut dapat menerima mahar dari calon suaminya, dan mahar tersebut dianggap sebagai pengganti segala kebutuhan hidup yang dibiayai oleh orang tuanya.

· Faktor budaya, Pernikahan dini juga seringkali berakhir karena pengaruh faktor budaya. Hal ini biasa terjadi di negara yang masih memegang teguh adat istiadat nenek moyangnya.

· Faktor MBA (Marriged By Acident) Di Indonesia banyak terjadi kasus pernikahan dini karena hamil di luar nikah atau MBA. Alasannya mungkin karena ketidak pedulian, karena remaja terlalu bebas bersosialisasi hingga melakukan hubungan seks pranikah dan kehamilan.

· Faktor tempat tinggal Faktor lain yang diamati dalam pernikahan dini adalah faktor tempat tinggal. Perempuan di pedesaan cenderung lebih mudah melakukan hal ini, dan perempuan di perkotaan cenderung hidup lebih lama di luar nikah. Hal ini mungkin mengindikasikan perlunya tindakan atau penelitian lebih lanjut di tingkat daerah untuk mencegah pernikahan anak.

DAMPAK PERNIKAHAN DINI

ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga, Sumber: https://pixabay.com/id/

Banyak pasangan menikah muda yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan banyak pula yang tidak menyadari hak dan kewajiban baru yang timbul saat menjalin hubungan keluarga. Dampak dari pernikahan dini tidak hanya dirasakan oleh pasangan, suami dan istri saja, namun dapat berdampak pada setiap keluarga dan juga anak yang dilahirkannya. Berikut ini berbagai dampak yang dapat dirasakan akibat pernikahan dini:

· Terhadap pasangan: munculnya pertengkaran antar pasangan karena egoismenya yang besar, tidak adanya kesinambungan dalam mengatur hubungan rumah tangga, kurang baik. informasi tentang kehidupan berumah tangga, ketidaktahuan akan hak dan kewajiban baru yang timbul setelah menjadi suami istri.

· Dalam setiap keluarga, beban keuangan keluarga berkurang karena salah satu anak menjadi beban suami jika terjadi perceraian , yang ini. memutuskan tali silaturahmi dan merusak citra baik keluarga

· Anak, Anak mengalami gangguan dalam tumbuh kembangnya karena orang tua biasanya kurang memberikan perhatian, tingkat kecerdasan anak biasanya rendah karena orang tua kurang pandai dalam mendidik.

· Dampak lain yang dialami akibat pernikahan dini sebagian besar berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Banyak perempuan muda yang menikah dini mungkin mengalami kehamilan berisiko tinggi. Selain permasalahan reproduksi, banyak perempuan yang menikah muda mengalami permasalahan kesehatan mental.

· Dampak psikologis, sangat mudah dideteksi pada pasangan muda yang menikah muda. Biasanya mereka belum bisa rujuk dan belum siap mental menghadapi perubahan peran dan permasalahan yang akan datang di kehidupan barunya setelah menikah.

· Dampak Ekonomi Pernikahan dini tanpa disadari menimbulkan “siklus kemiskinan” dalam keluarga. Hal ini bisa terjadi karena anak yang menikah dini biasanya belum mapan atau mampu mendapatkan pekerjaan saat dewasa.

· Dampak Sosial Dari sudut pandang sosial, pernikahan dini merupakan dampak dari perceraian. dan perselingkuhan. Penyebabnya adalah perubahan emosi remaja yang tidak stabil sehingga mudah timbul pertengkaran di antara mereka seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

ilustrasi wanita yang menikah karena dijodohkan, Sumber: https://pixabay.com/id/

Saat ini, pemerintah telah berupaya dengan beberapa kebijakan, antara lain mengubah batas minimum pernikahan bagi perempuan, melaksanakan kampanye nasional, dan menjadikan pernikahan anak sebagai prioritas dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah). Komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan angka pernikahan dini diwujudkan dengan disahkannya Undang-Undang Perkawinan yang mengubah usia minimal menikah bagi perempuan menjadi 19 tahun. Banyaknya pernikahan dini, dan untuk mendukung hal tersebut diperlukan kemajuan lain, misalnya:

Ø Memberikan tekanan kepada masyarakat untuk mengubah cara berpikir tentang perlindungan anak.

Ø Memperkuat undang-undang yang melindungi hak-hak anak, khususnya anak perempuan, untuk membebaskan mereka dari pernikahan dini dan melakukan lebih banyak penelitian untuk memastikan tidak ada kasus yang disembunyikan dari masyarakat.

Ø Memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk melanjutkan pendidikan tinggi sehingga mereka dapat membantu meningkatkan keuangan keluarga.

Ø Meningkatkan perlindungan bagi anak perempuan berusia 15-17 tahun dengan fokus pada kelulusan sekolah menengah atas.

Memberikan informasi mengenai pernikahan anak usia dini dan sanksinya. karena melanggar undang-undang ini. Hal ini juga menjelaskan risiko yang terkait dengan menikahi anak di bawah umur.

Penutup

Berdasarkan artikel di atas, dapat disimpulkan bahwa banyak pernikahan dini yang masih mudah dijodohkan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan, pola asuh orang tua dan informasi yang salah. Pernikahan dini harus segera diatasi karena pernikahan dini lebih banyak menimbulkan dampak negatif dibandingkan positif. Bukan hanya berdampak pada individu yang melakukannya, namun berdampak pada seluruh keluarga, meningkatkan angka pengangguran karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan, meningkatkan jumlah janda, perceraian, penelantaran anak, dan lain-lain. Pernikahan dini juga meningkatkan angka kelahiran atau angka kelahiran penduduk Indonesia. Itu sebabnya pemerintah harus menekankan aturan pernikahan dini dan memberikan sanksi agar masyarakat yang mempraktikkannya menerimanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image