Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anggito Ardo

Urgensi Ushul Fiqh Bagi Permasalahan Fiqh yang Dinamis

Agama | Thursday, 30 Nov 2023, 19:48 WIB

URGENSI USHUL FIQH BAGI PERMASALAHAN FIQH YANG DINAMIS

Anggito Ardo Wicaksono

Mahasiswa Universitas Darussalam Gontor

Email: [email protected]

Ushul fiqih ialah dalil-dalil penyusun fiqih, dan metode untuk sampai pada dalil tersebut secara global (Imam Abu Ishak As-Syirazi). Maksudnya adalah bahwa ushul fiqih merupakan seperangkat dalil-dalil atau kaidah-kaidah penyusunan hukum fiqih serta metode-metode yang mesti ditempuh agar kita bisa memanfaatkan sumber-sumber hukum islam untuk bisa mengubah sebuah hukum khususnya terkait sebuah persoalan terbaru. Kemudian ushul fiqih ialah istilah untuk dalil-dalil dari hukum-hukum syariat sekaligus pengetahuan tentang metode penunjukan dalilnya atas hukum-hukum syariat secara global, bukan terperinci (Imam Al-Ghazali).

Secara garis besar, urgensi dalam kajian Keislaman ada empat manfaat atau urgensi, yaitu:

1. Manfaat Historis

2. Manfaat Ilmiah dan Praktis

3. Manfaat dalam melakukan ijtihad

4. Manfaat dalam pertimbagan hukum

Urgensi Ushul Fiqh dan Fiqh yang Dinamis

Ilmu urgensitas ushul fiqih selalu dirasakan dalam menangkap “pesan-pesan” Tuhan terutama yang berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari, hubungan antar makhluk, dan bukan hanya pada masalah aqidah.

Satu-satunya metode yang diakui syariat untuk menjawab persoalan yang hendak dicari status hukumnya adalah ijtihad. Ijtihad bagi yang mampu melakukannya hukumnya wajib berdasarkan kaidah “kewajiban yang tak terlasanakan kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib pada hukumnya. Sebab tanpa ijtihad tidak mungkin seseorang terikat dengan hukum syara’ pada masalah-masalah baru.

Semakin jelas peran Ushul Fiqh dalam proses ijtihad untuk menggali hukum jika ditinjau dari prosedur atau proses ijtihad. Syaikh Atha Ibnu Khalil menjelaskan tentang prosedur atau langkah-langkah ijtihad dilakukan dalam tiga langkah, yaitu:

1. Memahami fakta masalah yang akan dihukumi

Pada langkah ini seorang mujtahid wajib mengkaji fakta-fakta terkait kasus atau peristiwa atau bahkan fenomena yang hendak dicari status hukumnya. Semakin lengkap informasi ata fakta yang dikumpulkan maka gambaran terhadap fakta yang akan dihukumi juga semakin menyeluruh.

2. Mengkaji nash-nash syara’ yang terkait dengan masalah yang hendak dicari hukumnya.

Pada langkah ini seorang mujtahid mencari dalil-dalil yang relavan sesuai dengan manhaj Uhsul Fiqih yang dia adopsi. Pada langkah ini semakin banyak dalil yang bermakna dengan masalah yang dapat dikumpulkan semakin baik agar tidak terjatuh pada pengabaian dalil. Sebagai contoh tentang kloning, dalil-dalil yang dapat digunakan adalah dalil terkait proses terciptanya manusia adalah suatu yang alami.

3. Mengumpulkan hukum syara’ dan nash-nash syara’

Pada langkah ini adalah mengoperasionalkan dalil-dalil tersebut dengan kaidah-kaidah Ushul Fiqih yang ada. Dalam konteks hukum cloning pada manusia simpulkan hukumnya haram karena terdapat tiga alas an, yaitu: proses penciptaan manusia tidak berjalan alami, dapat menghilangkan peran laki-laki karena seorang wanita dapat melahirkan bayi tanpa perlu pembuahan dari sperma laki-laki, dan karena berakibat pada kacaunya nasab.

Sebagimana yang kita ketahui tujuan yang hendak dicapai dari ilmu Ushul al-Fiqih adalah untuk dapat menerapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terinci agar sampai kepada hukum-hukum syara’ yang bersifat pekerjaan, yang ditunjuk oleh dalil-dalil itu. Dengan demikian, apabila target dari ilmu ushul fiqih sebagiamana telah dijelaskan diatas, sedangkan pintu ijtihad telah tertutup sejak sekitar 10 abad yang lalu, dan manusia sejak saat itu sampai sekarang masih terikat dan berpegang teguh pada hukum-hukum fiqih yang tertulis dalam kitab-kitab madzhab fiqih, hal ini berarti dari ilmu ushul fiqih yang tidak tercapai.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image