Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Laily Sajidah

Terjemahan Albaqarah 285-286, Hadis, dan Syair Imam Syafi'i

Eduaksi | 2022-01-03 22:58:02

Bismillahirrahmanirrahim, puji serta syukur atas segala nikmat yang telah Allah swt berikan kepada makhluk-Nya, shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Berikut saya akan meguraikan hasil analisa kualitas dari terjemah qur'an surah al-baqarah ayat 285-286, hadis, dan syair imam Syafi'i :

https://cdn.pixabay.com/photo/2020/01/11/22/19/quran-4758830_960_720.jpg

Seperti yang kita ketahui bahasa rab merupakan salah satu bahasa asing yang penting untuk dipelajari, terutama bagi umat islam dan para pelajar atau mahasiswa yang mengambil fokus pendidikan pada jurusan bahasa arab. Dalam perkembangan zaman dunia pendidikan, bahasa arab mulai dipelajari dan diajarkan dalam berbagai metode. Salah satunya adalah melalui metode terjemahan, yang berfokus pada penguasaan dan keterampilan menerjemahkan teks-teks yang berbahasa arab. Melalui artikel ini, saya akan mencoba menguraikan kualitas hasil penerjemahan al qur'an surah al baqarah ayat 285-286, hadis, dan perkataan ulama, yang saya kutip dari salah satu sumber yang kemudian saya analisa.

1. Ayat al qur'an : surah al baqarah ayat 285 dan 286

آمَنَ ٱلرَّسُولُ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِۦ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَكُتُبِهِۦ وَرُسُلِهِۦ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِۦ ۚ وَقَالُوا۟ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ ٱلْمَصِيرُلَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا ٱكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ ۖ وَٱعْفُ عَنَّا وَٱغْفِرْ لَنَا وَٱرْحَمْنَآ ۚ أَنتَ مَوْلَىٰنَا فَٱنصُرْنَا عَلَى ٱلْقَوْمِ ٱلْكَٰفِرِينَ

Arab-Latin : āmanar-rasụlu bimā unzila ilaihi mir rabbihī wal-mu`minụn, kullun āmana billāhi wa malā`ikatihī wa kutubihī wa rusulih, lā nufarriqu baina aḥadim mir rusulih, wa qālụ sami'nā wa aṭa'nā gufrānaka rabbanā wa ilaikal-maṣīr (285)lā yukallifullāhu nafsan illā wus'ahā, lahā mā kasabat wa 'alaihā maktasabat, rabbanā lā tu`ākhiżnā in nasīnā au akhṭa`nā, rabbanā wa lā taḥmil 'alainā iṣrang kamā ḥamaltahụ 'alallażīna ming qablinā, rabbanā wa lā tuḥammilnā mā lā ṭāqata lanā bih, wa'fu 'annā, wagfir lanā, war-ḥamnā, anta maulānā fanṣurnā 'alal-qaumil-kāfirīn (286)Terjemahan :Rasul telah beriman kepada al qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat". (mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".

Analisis dari terjemahan al-baqarah ayat 285-286 diatas, yaitu menurut saya dari segi kualitas terjemahan cukup bagus, karena ayat tersebut memiliki kesesuaian dengan maknanya jika diartikan kedalam bahasa Indonesia. Pada kata ”Rasul” pada ayat pertama, pada sumber lainnya mengutip bahwa “Rasul” yang dimaksud adalah nabi Muhammad SAW dan sumber lainnya menulis terjemahan mereka dengan kata “Rasul (Muhammad)”. Pada ayat kedua kata ”مَا كَسَبَتْ” diterjemahkan dengan kata “apa yang diusahakannya" sedangkan pada artikel lain diterjemahkan dengan kata “apa yang dikerjakannya / diperbuatnya”. Menurut saya yang paling sesuai disini adalah kata “apa yang dikerjakan / diperbuat” karena seseorang berusaha untuk melakukan kebaikan, namun ada saat ketika seseorang itu melakukan kebaikan dengan tanpa usaha yaitu ada yang dikerjakan / diperbuat begitu saja tanpa mereka berusaha ataupun sadar dengan yang mereka telah lakukan. Sebagaimana pada kata “ٱكْتَسَبَتْ” setelahnya yang diterjemahkan“diperbuatnya”. Selanjutnya ada kata “أَخْطَأْنَا” yang diterjemahkan dengan kata “kami bersalah” sedangkan pada artikel lain diterjemahkan dengan kata “kami melakukan kesalahan”. Menurut saya kata yang paling sesuai untuk menerjemahkan “أَخْطَأْنَا” disini adalah “kami melakukan kesalahan” karena jika melihat terjemahan sebelumnya “...jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan” dalam bahasa Indonesia lebih mudah dimengerti daripada kata “jika kami lupa atau kami bersalah”. Terakhir ada kata “وَٱعْفُ عَنَّا” yang diterjemahkan “Beri maaflah kami” sedangkan pada artikel lainnya diterjemahkan dengan kata “Maafkanlah kami”. Menurut saya yang paling sesuai dengan terjemahan disini adalah “Maafkanlah kami” karena ini merupakan fi’il amr atau kata kerja perintah, jika perintah makhluk kepada Tuhan maka diartikan sebagai doa dan jika merujuk kepada terjemahan setelahnya yaitu “Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami” kata “Maafkanlah kami” memiliki persamaan makna dengan kata setelahnya jadi lebih mudah dimengerti dalam bahasa Indonesia. Maka dengan demikian, terjemahan ayat al qur'an sudah tepat dikarenakan sudah sesuai dalam pandangan struktur kalimat, terjemahan juga harus menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Kemudian, dari segi pemakaian ejaan sudah baik. Lalu, dari segi pemilihan kosakata telah dipilih kosakata yang lazim dan populer.

2. Hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam

إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ بِالطُّرُقَاتِ. قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا لَنَا مِنْ مَجَالِسِنَا بُدٌّ نَتَحَدَّثُ فِيهَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ» قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ؟ قَالَ: غَضُّ الْبَصَرِ، وَكَفُّ الْأَذَى، وَرَدُّ السَّلَامِ، وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ، وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ

Terjemahan :"Hendaklah kalian menjauhi duduk-duduk di pinggir jalan. Para sahabat berkata: "Kami tidak dapat meninggalkannya, karena itu merupakan tempat kami untuk bercakap-cakap". Rasulullah ﷺ berkata: "Jika kalian memang sulit berpindah dari berkumpul seperti itu, (meninggalkan bermajelis di jalan), maka berilah hak jalan". Sahabat bertanya: "Apakah hak jalan itu?" Beliau menjawab: "Menundukkan pandangan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran." (HR Bukhari dan Muslim).

Analisis dari terjemahan hadis tersebut, yakni menurut saya dari segi kualitas penerjemah sudah cukup baik, karena hadis tersebut setelah dianalisa sesuai didalam struktur kalimat yakni bahasa yang digunakan menggunakan bahasa sederhana yang mudah dimengerti. Hanya saja hadis tersebut tidak terdapat sanad hadis tersebut dan langsung ke matan (isi) hadits , karena saya lihat di referensi lain terdapat sanad hadis tersebut yaitu “ عن النَّبِيِّ ﷺ قَال , عنْ أَبِي سَعيدٍ الْخُدْرِيّ “ . Pada kata “نَتَحَدَّثُ “ disini diterjemahkan “bercakap - cakap” sedangkan pada artikel lain diterjemahkan dengan kata “bercengkerama”. Pada kata “فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ” diterjemahkan dengan kata “maka berilah hak jalan” sedangkan pada artikel lain diterjemahkan dengan kata “maka berikan kepada jalanan itu haknya” dengan kata yang lebih mudah dimengerti. Adapun mengenai pemilihan sebagian besar kata yang digunakan sudah sesuai dengan bahasa sehari-hari sehingga orang yang membaca hadis tersebut memahami makna yang juga relevan dengan kondisi masyarakat saat ini.Dan jika kita lihat dari terjemahan hadis diatas, kita melihat ada dialog yang erat antara Nabi Saw, dengan para sahabat. Nabi Saw. memulai dengan pernyataan dengan meminta para sahabat untuk menjauhi perilaku duduk-duduk dipinggir jalan. Syaikh Musa Syahin Lasyin dalam syarah-nya terhadap sahih muslim, fath al-mun’im syarh sahih muslim menggambarkan bagaimana kondisi rumah masyarakat arab pada waktu itu. Rumah orang-orang arab dahulu ada jarak yang cukup lebar dari satu rumah dengan yang lain. Bahkan, banyak juga yang tidak memiliki pintu. Sebagian masyarakat arab juga bahkan memiliki sejenis “bangunan yang tinggi sedikit, seperti tinggi mimbar dan cukup untuk duduk-duduk” disisi rumah.Menurut Syaikh Musa Syahin, hadis ini menjadi gambaran bahwa ada perilaku yang sudah mengakar di masyarakat arab waktu itu yang duduk-duduk di sisi rumah yang otomatis melihat orang berlalu lalang. Kebiasaan duduk-duduk ini boleh jadi diakibatkan tidak terlalu sibuknya mereka bekerja. Sehingga ketika waktu kosong mereka habiskan dengan berkumpul “nongkrong” di pinggir jalan. Kebiasaan ini kemudian menimbulkan akses buruk bagi orang-orang yang lewat pada saat itu, meski tidak selalu. Karena itulah nabi Muhamammad saw. kemudian bersabda, “jauhilah dari duduk-duduk di pinggir jalan.”

3. Perkataan ulama : sya’ir imam Syafi’i

وَالتِبْرُ كَالتُرْبِ مُلْقًى فيِ أَمَاكِنِهِوَالعُوْدُ فِي أَرْضِهِ نَوْعٌ مِنَ الحَطَبِ

Terjemahan :Tanah yang mengandung emas akan seperti tanah biasa, jika ia tetap berdiam di tempatnya (tidak berharga, berbeda jika ia dikelola menjadi emas). Dan kayu cendana akan bernilai seperti kayu biasa, jika ia hanya mendekam di pohon.

Analisis dari terjemahan syair diatas, yaitu menurut saya dari segi kualitas penerjemah sudah sangat baik. Perkataan dari seorang sahabat yakni syair imam Syafi’i tentang merantau yang diterjemahkan kebahasa Indonesia maknanya sudah dapat dimengerti dengan baik. Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sederhana. Kemudian dari segi struktur kalimat sudah tepat, lalu dari pemilihan kosakata sesuai dengan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami sehingga orang yang membaca teks tersebut, ia sudah dapat memahaminya dengan benar.Maksud dari terjemahan diatas adalah Tanah yang terdapat emas didalamnya akan tetap menjadi tanah biasa, kecuali tanah itu emasnya dikelola menjadi berharga. Begitu pula dengan kayu cendana yang tidak bernilai jika ia tetap berada di pohon, kecuali jika ia dikelola dengan baik dan benar.

Cukup sekian artikel kali ini, Semoga bermanfaat!

Dosen Pengampu Pak Toto Edidarmo, M. A.,

Laily Sajidah, Mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

https://www.canva.com/design/DAE0YemXGPY/8pCLVuBdavQ9c56o3Yu61g/view?utm_content=DAE0YemXGPY&utm_campaign=designshare&utm_medium=link&utm_source=shareyourdesignpanel

Referensi:

• https://tafsirweb.com/37655-surat-al-baqarah-ayat-285-286.html

• https://www.republika.co.id/berita/qz40v8320/3-keutamaan-membaca-2-ayat-terakhir-surat-al-baqarah

• https://www.republika.co.id/berita/qw4unp320/5-hadits-rasulullah-saw-ingatkan-umatnya-soal-adab

• https://www.republika.co.id/berita/qvix4b366/pujian-imam-syafii-tentang-merantau

• فتح المنعم شرح صحيح مسلم || Fath al-Mun’im Syarh Shahih Muslim

• https://bincangsyariah.com/kalam/telaah-hadis-benarkah-nabi-melarang-duduk-duduk-di-pinggir-jalan/

• https://sunnahmu.blogspot.com/2012/12/hukum-dan-adab-duduk-di-pinggir-jalan.html#:~:text=Hukum%20dan%20Adab%20duduk%20di%20pinggir%20jalan.%20Dari,dapat%20meninggalkannya%2C%20karena%20merupakan%20tempat%20kami%20untuk%20bercakap-cakap%22.

• https://bincangsyariah.com/kalam/keutamaan-merantau-dalam-syair-imam-as-syafii/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image