Jika Kamu Seorang Karyawan Jangan Pernah Baper, Apalagi Overthingking di Tempat Kerja
Gaya Hidup | 2023-11-27 10:35:26Mimpi untuk menjadi seorang pegawai kantoran sudah ada dalam diriku sejak masih SMP. Hal ini bukan tanpa alasan mendasar. Karena saya tumbuh dari keluarga petani dan tetangga yang hampir semua berprofesi sebagai petani. Jika ada profesi lain itu sudah pasti profesi guru honorer yang setelah ngajar akan juga bertani. Maka dari itu saya ingin sukses nah satu diantara ciri sukses di kampung saat itu pekerja kantoran.
Kehidupan petani yang ada di sekitar rumah bukanlah petani yang maju tapi hanya mengandalkan hasil panen musiman. Contoh sederhana, bajak sawah masih pake sapi dan nanam padi masih manual. Saya mengerti betul betapa susahnya berjuang menjadi keluarga yang berkecupan dari hasil pertanian. Hal inilah yang membuat stigma bahwa jika hanya bertani seorang susah kaya. Makanya tidak heran jkeluarga di rumah mendukung saya untuk jadi orang kantoran sukses.
Cerita ini yang terpatri dalam batinku ketika menjalani keseharian sebagai pegawai di sebuah perusahaan swasta. Berkarir sebagai profesional pajak membuat kehidupan berubah. Saya merasakan kehidupan berangkat pagi pulang sore, awal bulan penuh dengan kebahagiaan tapi sebaliknya akhir bulan harus menghemat sambil menunggu gajian berikutnya.
Bekerja sebagai profesional yang dikelilingi dengan beragam aturan seperti Standard Operasional Perusahaan (SOP) dan bekerjasama tim menuntut kita untuk mempunyai keterampilan adaptasi. Satu divisi akan berkomunikasi dengan divisi lainnya begitu pula antar individu. Otomatis akan ada komunikasi aktif. Semisal delegasi tugas, bantuan mengerjakan project bahkan obrolan ringan makan siang. Akhirnya, tidak dapat mengelakkan timbulnya rasa senang, suka, sedih, dan jika rasa benci satu sama lain. Motifnya beragam, bisa karena tugas yang dikerjakan tidak sesuai arahan, suka cari muka pada atasan, dan lainnya.
Wah cak sampean mulai curhat nih...
Sepintas ini seperti curhatan saya tetapi bagi kamu yang pernah kerja sebagai profesional (atau kerja ikut orang) pasti pernah merasakan.
Kemudian apa yang bisa dilakukan jika mengalami perlakuan seperti itu?
Saya menyarankan untuk memiliki prinsip ini agar kamu bisa bertahan di tempat kerja saat ini. Ingat lho, cari kerja yang gajinya sesuai standard di masa sekarang susahnya sama seperti cari pasangan yang ideal. Bener tho wir!
Empati boleh Baper Jangan. Kamu perlu membedakan sifat empati dan baper. Empati itu perasaan yang kita miliki dengan memahami kondisi orang lain. Contoh, jika ada temanmu yang ngasih tau kalau dia baru diberhentikan dari tempat kerjanya maka kamu harus memahami perasaan sedihnya dan memberikan support untuk bangkit lagi mencari pekerjaan baru.
Sebaliknya, baperan ini membuatmu selalu membawa perasaan pada hal yang tidak penting dan tidak bisa dikontrol. Akan ada saat teman kerjamu membicarakanmu dari belakang. Dikritik karena kamu dianggap tidak kompeten. Ini hanya contoh kecil dari banyaknya pernyataan yang bisa membuatmu sakit hati. Jangan gampang baper jika kamu mengalaminya. Perasaan iri di orang lain terhadap kita mutlak tidak bisa kita kontrol tapi perasaan kita bisa dikontrol. Selama kamu tidak menyimpang dari SOP kerja dan tidak merugikan rekan kerja lakukanlah tugasmu sebaik mungkin.
Maka penting kamu punya metode sendiri untuk bermeditasi setiap harinya. Hal ini untuk melatih kesehatan mental kamu agar bisa lebih meningkatkan filter informasi yang layak untuk dipahami sebagai masukan atau itu hanya distraksi yang ingin menurunkan permorma kamu di tempat kerja. Sekali lagi, pahamilah bahwa kamu tidak bisa mengontrol opini orang lain kepadamu tapi kamu bisa mengatur filter informasi yang masuk. Ibarat perahu berlayar, kamu adalah nakhodanya biarlah badai tetap menerjang namun arah layar perahu kamu yang menentukan.
Kamu bisa aja baper pada semua yang kamu alami meskipun itu tidak penting semisal dicuekin teman satu meja kerja. Boleh juga kamu resign asal masih dapat transferan dari orang tuamu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.