Menjaga Moralitas: Paradoks Tanggung Jawab Umat Terhadap Kepemimpinan
Agama | 2023-11-26 12:46:57Dari Ummu Salamah istri Nabi semoga Allâh meridhainya- beliau bersabda: “Sesungguhnya akan ada para pemimpin yang memerintah kalian. Kalian akan dapati mereka melakukan yang makruf (yang baik), namun kalian dapati juga mereka melakukan yang mungkar. Maka barangsiapa yang membencinya (dengan hati), maka sungguh ia telah selamat. Dan barangsiapa yang mengingkari, maka sungguh ia telah selamat (dari turut serta dalam dosa pemimpin tersebut). Akan tetapi (orang yang mendapat dosa dan terancam disiksa adalah) orang yang rela dengan hal itu dan ia mengikuti (perbuatan mereka).” Para Sahabat bertanya, “Ya Rasulallâh, tidakkah kami memerangi mereka?” Nabi menjawab: “Jangan. Selama mereka melakukan shalat". (HR. Muslim).
Dalam hadis yang disampaikan oleh Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, kita diberikan wawasan mendalam tentang realitas kepemimpinan. Hadis ini mencerminkan kondisi di mana pemimpin, meskipun mungkin melakukan perbuatan baik, juga bisa terlibat dalam tindakan yang tidak patut. Pemahaman terhadap pesan ini membawa kita pada perdebatan mengenai tanggung jawab umat terhadap pemimpin mereka.
Pertama-tama, kita diajak untuk memahami bahwa setiap pemimpin, sekalipun dianggap baik, tidak luput dari melakukan tindakan yang dapat disebut sebagai mungkar. Hal ini memunculkan pertanyaan etis mengenai bagaimana umat seharusnya bersikap terhadap pemimpin yang tidak sepenuhnya bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika.
Ummu Salamah menekankan bahwa membenci pemimpin dengan hati adalah langkah yang dapat menyelamatkan diri dari dosa. Namun, pernyataan ini tidak berarti bahwa umat dianjurkan untuk memberontak secara fisik. Pesan ini menunjukkan bahwa ketidaksetujuan bisa diungkapkan secara hati-hati tanpa membawa dampak negatif lebih lanjut.
Namun, pertanyaan muncul dari para sahabat Nabi, apakah mereka seharusnya memerangi pemimpin yang tidak berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Nabi Muhammad dengan tegas menegaskan bahwa perlawanan fisik bukanlah solusi, terutama selama pemimpin tersebut masih melaksanakan kewajibannya untuk menunaikan shalat.
Argumentasi ini membawa kita pada refleksi tentang prinsip-prinsip dasar dalam Islam, di mana ketaatan kepada otoritas ditekankan sepanjang tidak melibatkan tindakan yang melanggar prinsip-prinsip agama. Pemimpin yang masih menjalankan kewajibannya dalam shalat menunjukkan bahwa mereka masih memelihara ikatan dengan Allah, meskipun perbuatan mereka mungkin tidak selalu sesuai dengan harapan umat.
Namun, hal ini tidak berarti bahwa umat dibiarkan tanpa peran atau tanggung jawab. Dalam konteks ini, tanggung jawab umat lebih bersifat moral dan spiritual. Mereka diharapkan untuk tetap menjalankan kewajiban agama mereka, tidak terpengaruh oleh perbuatan mungkar pemimpin. Dengan demikian, umat diingatkan untuk tidak mengikuti perbuatan pemimpin yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kritik terhadap pemimpin tetap menjadi hak umat, tetapi kritik ini seharusnya tidak mengarah pada pemberontakan atau tindakan destruktif lainnya. Sebaliknya, umat diberdayakan untuk menyuarakan keprihatinan mereka dengan cara yang mempromosikan kebaikan dan keadilan.
Dalam pandangan ini, hadis tersebut mengajarkan bahwa umat memiliki peran kritis dalam menjaga moralitas dan integritas kepemimpinan. Namun, cara untuk melakukannya harus sesuai dengan ajaran agama dan norma sosial yang berlaku. Dengan demikian, umat tidak hanya diharapkan untuk menjadi pengevaluasi kritis, tetapi juga penjaga nilai-nilai moral dalam masyarakat.
Secara keseluruhan, hadis ini menawarkan pandangan yang seimbang mengenai tanggung jawab umat terhadap pemimpin mereka. Meskipun kritik diperbolehkan dan bahkan dianjurkan dalam konteks tertentu, tindakan radikal atau pemberontakan tidaklah disarankan. Umat diajak untuk mempertahankan nilai-nilai agama mereka tanpa meninggalkan prinsip-prinsip ketundukan kepada Allah dan otoritas yang sah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.