Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri Rosaini

Deinfluencing: Tren Pelebur Masyarakat Konsumerisisme

Gaya Hidup | 2023-11-22 20:06:06

Di era globalisasi, kehidupan cenderung didominasi oleh tren dan influencer. Setiap pengguna media sosial akan lebih mudah terpengaruh oleh iklan berisi pendapat yang dibuat oleh orang yang memiliki pengetahuan lebih tinggi dibidangnya. Menurut Hariyanti & Wirapraja, influencer adalah seseorang atau figur dalam media sosial yang memiliki jumlah pengikut yang banyak atau signifikan, dan hal yang mereka sampaikan dapat mempengaruhi perilaku dari pengikutnya.

Sumber : Tribunnews.com

Banyak influencer diberbagai bidang membuat iklan dengan tujuan mempengaruhi masyarakat untuk membeli sesuatu yang dipromosikannya. Masyarakat yang terpengaruh oleh hal tersebut secara berlebihan disebut masyarakat konsumerisme. Masyarakat konsumerisme ini, terus-menerus menginginkan dan membeli barang baru sebagai bentuk pencapaian dan kebahagiaan yang terkadang dapat menimbulkan dampak tidak diinginkan. Tetapi, sebuah tren baru mulai muncul di Indonesia pada tahun 2023 yang bertujuan untuk menjadi pelebur masyarakat konsumerisme, yaitu tren Deinfluencing.

Apa itu Deinfluencing?

Deinfluencing merupakan gerakan atau tindakan yang dilakukan influencer untuk mengurangi pengaruh tren dengan meyakinkan orang atau publik untuk tidak membeli sesuatu. Para influencer yang membuat konten deinfluencing ini berupaya menekankan bahwa kebahagiaan dan kepuasan tidak harus bergantung pada pemenuhan materi dan barang-barang baru. Mereka berargumen bahwa kita seharusnya memprioritaskan nilai-nilai yang lebih penting dalam hidup kita, seperti hubungan sosial, kesehatan, dan kebahagiaan batin.

Di seluruh dunia, tren deinfluencing ini banyak terjadi di media sosial, khsusunya aplikasi TikTok. Aplikasi ini memang banyak digunakan oleh setiap masyarakat, tercatat 1,68 miliar pengguna TikTok dan ada 99,79juta pengguna aktif TikTok yang berasal dari Indonesia. Maka dari itu, penyebaran informasi bisa sangat mudah tersebar secara luas melalui aplikasi TikTok ini. Banyak influencer membuat konten berisi video deinfluencing tentang berbagai hal, seperti produk skincare, Make Up, Tas branded, sepatu branded, baju branded, dan barang bermerek lainnya. Para influencer tersebut membuat tren deinluencing dengan tujuan untuk memberikan informasi serta mengedukasi tentang sesuatu hal yang dianggap tidak terlalu penting atau berguna untuk dibeli berdasarkan pengalaman pribadi para influencer serta sesuai dengan bidang yang mereka pahami.

Mengapa Deinfluencing Penting?

Menurut Kamus Bahasa Besar Indonesia (KBBI), konsumerisme adalah salah satu bagian gaya hidup yang menanggap bahwa barang-barang mewah sebagai tolak ukur kebahagiaan, kesenangan dan pemenuhan kebutuhan. Konsumerisme yang berlebihan akan berdampak negatif pada masyarakat dan lingkungan karena kebutuhan dan keinginan yang tidak terbatas mendukung produksi yang berlebihan dan berlebihan serta mempersuasi semua kalangan untuk mengikuti gaya hidup mereka. Akibatnya, sumber daya alam berkurang, limbah meningkat, kebutuhan tidak terkontrol, dan masalah lingkungan semakin memburuk. Selain itu, masyarakat konsumerisme juga dapat terjerat oleh utang akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan dan ekonomi.

Tantangan utama deinfluencing adalah bagaimana influencer dapat mengubah cara berpikir dan kebiasaan konsumsi masyarakat yang sudah tertanam selama bertahun-tahun. Saat ini, banyak orang masih tergoda oleh iklan, tren, dan tuntutan sosial untuk terus membeli barang baru walau tanpa adanya nilai guna dari barang tersebut. Tujuannya tidak jauh untuk dianggap sebagai orang yang tidak ketinggalan zaman, ingin menunjukan status sosial, gaya hidup serta citra diri yang lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini tentunya diperlukan upaya yang kuat untuk meningkatkan kesadaran akan dampak negatif dari konsumerisme berlebihan dengan mengedukasi masyarakat tentang alternatif yang lebih baik.

Tren deinfluencing ini menjadi salah satu upaya untuk mengubah paradigma masyarakat konsumerisme yang cenderung mengikuti tren tanpa pertimbangan. Dengan ini, masyarakat dapat dihadapkan pada kesadaran akan pentingnya mengelola sumber daya, ekonomi serta konsumsi yang lebih bijak. Dengan mengutamakan sesuatu yang memang penting sesuai dengan kebutuhan agar dapat mengurangi pemborosan dan menjadi lebih bertanggung jawab dalam memilih produk yang dibeli. Harapannya, tren deinfluencing ini akan lebih meluas di masyarakat Indonesia sebagai pelebur masyarakat konsumerisme beralih menjadi masyarakat yang selektif dalam mengonsumsi sesuatu serta memprioritaskan kebutuhan yang berkelanjutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image