Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arifah Khairunnisa

Fenomena Kawin Tangkap di Sumba, Kekerasan atau Tradisi?

Eduaksi | Wednesday, 22 Nov 2023, 15:12 WIB
image by freepik.

Beberapa waktu lalu, media sosial sempat dihebohkan dengan beredarnya video penangkapan seorang wanita yang berada di pinggir jalan oleh beberapa laki-laki dan dibawa kabur dengan menggunakan mobil pickup dan berteriak histeris. Setelah ditelusuri lebih lanjut, video tersebut diunggah melalui Facebook oleh akun bernama Daniel Umbu Pati menggunakan caption "Kawin tangkap di SBD miris".

Penangkapan wanita itu terjadi di Simpang Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat, Sumatera Barat Daya, Nusa Tenggara Timur pada hari Kamis 7 September 2023 di siang hari. Diketahui penangkapan wanita tersebut merupakan salah satu tradisi perkawinan di wilayah Sumba Barat Daya.

Tradisi ini biasa dikenal dengan nama Kawin Tangkap atau Piti Rembang dalam bahasa setempat.Tradisi kawin tangkap atau piti rembang dari Sumba Barat Daya merupakan praktik budaya yang memiliki akar kuat dalam masyarakat setempat.

Tradisi ini menandai peralihan dari masa remaja ke kedewasaan bagi pemuda Sumba. Kawin tangkap adalah sebuah ritual di mana pemuda mengejar dan menangkap wanita yang menjadi pilihannya sebagai pasangan hidupnya. Praktik ini seharusnya bukan sekadar perburuan, melainkan diikuti oleh serangkaian upacara adat yang melibatkan keluarga kedua belah pihak.

Selama perburuan, keluarga pemuda dan pemudi memainkan peran penting dalam memastikan kelancaran prosesi ini. Mereka turut serta dalam memberikan restu dan mendukung pasangan ini dalam memasuki babak baru kehidupan mereka.

Setelah pemuda berhasil mengejar dan menangkap wanita pilihannya, mereka mengikuti serangkaian upacara adat dan ritual pengantin yang memperkuat ikatan pernikahan mereka.Namun, berbeda dengan video tersebut. Meskipun tidak dapat dipastikan apakah insiden tersebut benar-benar terkait dengan praktik kawin tangkap, tetapi video tersebut menciptakan ketegangan dan kontroversi di media sosial.

Video tersebut menjadi bahan perdebatan di antara pengguna media sosial yang mempertanyakan etika dan validitas tradisi kawin tangkap dalam konteks zaman modern. Beberapa menilai bahwa tradisi tersebut mungkin menjadi penyebab insiden tersebut, sementara yang lain menyatakan bahwa video tersebut mungkin adalah suatu kejadian terisolasi yang tidak mencerminkan tradisi tersebut secara keseluruhan.

Kejadian ini menyoroti pentingnya untuk memahami konteks budaya dan tradisi secara mendalam sebelum membuat penilaian atau mengambil tindakan berdasarkan informasi yang tersebar di media sosial. Praktik kawin tangkap membawa risiko keamanan yang tinggi bagi perempuan.

Video penangkapan seorang wanita yang berteriak histeris dan dibawa kabur oleh sekelompok laki-laki dengan mobil pickup menciptakan gambaran yang mengkhawatirkan. Tindakan ini dapat dianggap sebagai bentuk kekerasan fisik dan psikologis terhadap perempuan, yang secara tegas melanggar hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kesetaraan gender.

Budaya kawin tangkap dapat mengakibatkan penghormatan terhadap persetujuan perempuan menjadi tidak jelas. Dalam tradisi ini, seringkali perempuan tidak memiliki kendali penuh atas nasib mereka, dan sering kali terjadi tanpa persetujuan yang tegas. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia, termasuk hak untuk membuat keputusan mengenai kehidupan pribadi dan hak untuk hidup bebas dari kekerasan.Perlu dipahami bahwa masyarakat modern mengejar kesetaraan gender dan menghormati hak asasi manusia.

Perempuan sering kali tidak memiliki kendali penuh atas nasib mereka sendiri, dan keputusan yang bersifat pribadi tidak selalu dihormati. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang menganjurkan hak setiap individu untuk menentukan jalannya sendiri dan menolak segala bentuk paksaan atau pemaksaan dalam pengambilan keputusan pribadi. Oleh sebab itu, budaya kawin tangkap yang memaksa perempuan menjadi objek pengejaran dan tidak memberikan hak penuh pada mereka harus dievaluasi dan dihentikan.

Langkah-langkah perubahan sosial dan kesadaran akan pentingnya hak asasi perempuan harus didorong, serta adanya dialog terbuka di tingkat masyarakat untuk mencapai pemahaman bersama dan menciptakan perubahan positif. Dengan melakukan evaluasi mendalam dan menyeluruh serta menghentikan praktik kawin tangkap, masyarakat dapat menuju ke arah yang lebih progresif dan menghormati hak-hak individu tanpa kekerasan dan penindasan.

Masyarakat dapat mengidentifikasi langkah-langkah yang konstruktif untuk mengurangi atau menghapuskan praktik ini, sekaligus memajukan nilai-nilai kesetaraan dan hak asasi manusia dalam masyarakat modern yang semakin berkembang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image