Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M Ryan Fauzi

Implementasi Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah (MA)

Agama | 2023-11-19 05:14:31
Dibuat Oleh : Muhammad Lubik Santosa

Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan guru pendidikan Agama Islam melalui kegiatan bimbingan, dan atau latihan untuk menyiapkan peserta didik meyakini dan memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan seharti-hari.

Tujuan yang hendak dicapai dari Pendidikan agama Islam ini adalah untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih inggi.

Atas dasar itu, maka suatu upaya yang dilakukan dalam kegiatan pendidikan menuju standar komptensi isi dan lulusan adalah kesiapan guru sebagai tenaga pendidik dalam mengimplementasikan sebuah kurikulum. dalam kegiatan implementasi kurikulum ini, apakah berjalan atau tidak bisa kita lakukan evaluasi terhadap aspek pelaksanaanya. Aspek ini merupakan perwujudan dari suatu perencanaan disain model pembelajaran dalam bentuk kegiatan atau dengan istilah lain implementasi pembelajaran. Pelaksanaan perencanaan dalam kegiatan nyata di depan kelas tentunya didasarkan pada pertimbangan yang matang, baik menyangkut pendidik, peserta didik ,sumber belajar, kondisi lingkungan dan aspek lain yang mendukung dalam pembelajaran.

Kegiatan implementasi kurikulum pendidikan agama Islam di Madrasah Aliyah (MA) mata pelajaran Fiqih dapat dievaluasi dengan melihat 4 aspek yaitu : tujuan, strategi, isi materi pelajaran dan kegiatan evaluasi. Dibawah ini merupakan hasil observasi tentang kegitan pembelajaran di kelas

1. Aspek tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar tidak dikemukakan sehingga guru seakan-akan berjalan tanpa arah yang benar. Oleh karena itu tujuan pembelajaran mesti dirancang sampai pada tingkat operasional artinya tujuan tersebut bersipat operasioanl, terukur dan teramati sampai tingkat keberhasilannya. Tujuan yang dirumuskan lebih berorentasi kepada pengembangan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.

2. Aspek materi Uraian materi sebagai bahan ajar kurang mendapatkan pengembangan, guru cukup mengandalkan buku yang ada pada diri siswa, sehingga ruang lingkup pembahasannya sangat terbatas. Padahal materi tersebut bisa dikembangkan dengan melihat berbagai dimensi lain serta literature yang ada diperpustakaan. Oleh karena aspek materi merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengembangan proses pembelajaran maka, guru dapat merumuskan secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Dalam pengembangan aspek materi pembelajaran dapat dilakukan dengan pendekatan “Concept Map” (Peta konsep).

3. Aspek strategi Dalam proses belajar mengajar mereka mampu menggunakan salah satu strategi aktif, sehingga siswa dapat belajar dengan penuh semangat dan antusias untuk mengikuti pembelajaran di kelas. Secara umum penggunaan strategi aktif sudah terlaksana walaupun masih ada kekurangannya. Penggunaan strategi aktif dalam proses pembelajaran merupakan suatu kaharusan dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu Strategi merupakan komponen yang menentukan terhadap keberhasilan kegiatan belajar mengajar disamping tujuan, materi dan evaluasi. Strategi yang digunakan adalah betul-betul dapat membangkitkan semangat peserta didik dalam belajar. Strategi yang dapat melayani kebutuhan peserta didik, baik secara individu maupun kelompok merupakan suatu hal yang diharapkan saat ini. Penggunaan strategi yang tepat dapat berpengaruh terhadap efektivitas kegiatan belajar mengajar.

4. Aspek evaluasi Aspek ini tidak terlaksana dengan sempurna. Kegiatan evaluasi hanya terbatas pada test tulisan dan lisan sedangkan aspek yang lain yaitu evaluasi bentuk non test tidak pernah dilaksanakan. Nampaknya persoalan evaluasi tidak terlalu diperhatikan, padahal evaluasi merupakan komponen yang tidak kalah penting dengan komponen lain dalam pelaksanaan pembelajaran. Kegiatan evaluasi ini berguna untuk melihat keberhasilan proses pembelajaran. Dengan evaluasi dapat diketahui baik dan tidaknya mutu suatu pendidikan. Kegiatan evaluasi sekaligus dapat melihat tepat atau tidaknya tujuan yang dirumuskan, materi yang diajarkan dan strategi yang digunakan. Munculnya kebijakan tentang disentralisasi pendidikan, sebagai implikasi dari pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi, sebenarnya merupakan angin segar bagi kehidupan madrasah, karena kebijakan tersebut berarti mengembalikan madrasah kepada habitatnya. Pergeseran pola sentarlisasi ke desentarlisasi dalam pengelolaan pendidikan ini merupakan upaya pemerintah daerah dan madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan, terarah dan menyeluruh. Karena itu Departemen Agama perlu membuat kebijakan yang jelas mengenai status madrasah dalam konteks otonomi.

Masalahnya adalah bagaimana kita menyikapi kebijakan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Madrasah yang lebih terarah dan sistematis. Bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis multi demensional.

Dari hasil kajian pelbagai disiplin dan pendekatan, tampaknya ada kesamaan pandangan bahwa segala macam krisis itu berpangkal dari krisis akhlak dan moral, krisis ini oleh sementara pihak disebabkan karena kegagalan pendidikan agama. Indikator kegagalan agama dapat dilihat sebagai berikut :

1. Hasil survey menunjukkan bahwa negeri kita masih tertengger dalam jajaran negara yang paling korup di dunia, dari pejabat tinggi hingga pejabat yang lebih rendah.

2. Tingkat penindasan yang kuat terhadap yang lemah, seperti tampak dalam tingkah laku semrawut dan saling menindas para pelaku lalu lintas, juga tak berkurang.

3. Semakin meningkatktnya tindak kriminal, tindak kekerasan, konsumsi miniman keras, narkoba, yang sudah melanda di kalangan pelajar dan mahasiswa. White coler crimes (kejahatan kerah putih), KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) melanda diberbagai institusi an lain-lain.

4. Masyarakat kita cenderung mengarah pada masyarakat kepentingan atau patembayan (gelellschaf), nilai-nilai masyarakat paguyuban (gemeinschaft) ditinggalkan, yang tampak dipermukaan adalah timbulnya konflik kepentingan-kepentingan, baik kepentingan individu, kelompok, agama, etnis, politik maupun kepentingan lainnya.

Walaupun demikian harus diakui bahwa pendidikan masih mengalami kekurangan setidak-tidaknya dalam dua aspek mendasar.

1. Pendidikan agama masih terpusat pada hal-hal yang masih bersifat simbolik, ritualistik serta bersifat legal formalistik (halal dan haram) dan kehilangan ruh moralnya.

2. Kegiatan pendidikan agama cenderung bertumpu pada penggarapan kognitif dan paling banter hingga ranah emosionalnya. (kadang-kadang) terbalik hanya menyentuh ranah emosionalnya tanpa memperhatikan ranah intelektualnya).

Tetapi tidak dapat mewujudkan dalam tindakan nyata akibat tak tergarapnya ranah psikomotorik. Kritik semacam itu berkembang di masyarakat, yaitu bahwa kurikulum PAI dipandang kurang berhasil dalam membentuk sikap, perilaku dan pembiasaan peserta didik. Sebagai indikator antara lain :

1) rendahnya minat dan kemampuan siswa untuk melaksanakan ibadah;

2) tidak mampu baca tulis Al-Qur’an; 3)berperilaku kurang terpuji, bahkan melakukan tindakan kriminal dan aksi kekerasan, konsumsi minuman keras, narkoba dan lain-lain.

Menurut Muhaimin dalam bukunya yang berjudul “Arah Baru Pengembangan Pendidikan Islam” tidak sepenuhnya setuju terhadap yang menyatakan bahwa timbulnya krisis akhlak atau moral hanya disebabkan karena kegagalan pendidikan agama.

Dengan bertolak dari suatu pandangan bahwa kegiatan pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan penanaman seperangkat nilai dan norma yang implisit dalam setiap mata pelajaran dan sekaligus gurunya. Maka tugas pendidikan akhlak yang mulia sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab guru pendidikan agama Islam anasich. Apalagi iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan persyaratan utama bagi setiap guru, yang secara praktis dan berimplikasi pada keharusan setiap guru untuk mengimplisitkan nilai-nilai akhlak yang mulia dalam setiap mata pelajaran yang dipelajari oleh dan diajarkan oleh kepada peserta didik.

Hal ini bukan berarti para guru pendidikan agama Islam mengelak dari tanggung jawabnya sebagai pembimbing dan pengarah ajaran dan moral agama, tetapi lebih merupakan upaya pembangunan kekompakan dan harmnonisasi dalam proses pendidikan, keteladan ahklak bukan hanya ditunjukkan oleh guru pendidikan agama Islam. Tetapi juga oleh tenaga pendidik lainnya. Apalagi saat ioni kita sudah memasuki era globalisasi sebagai akibat dari kemajuan teknologi dibidang komunikasi dan informasi.

Di lain pihak, hasil penelitian Puslitbag pendidikan agama dan keagamaan menemukan kelemahan kurikulum tahun 1994 untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam, yaitu :

1) syarat materi tidak syarat nilai;

2) tidak berorientasi pada basic kompetenses;

3) lebih menekankan aspek kognisi dari pada afeksi dan psikomotorik;

4) kurang berorientasi pada kebutuhan;

5) kurang memberikan ruang kepada pengembang dan

6) lebih bersifat subject oriented.

Kelemahan yang mungkin paling parah dari kurikulum PAI 1994 adalah adanya tumpang tindih materi, dan tidak memperhitungkan aspek keagamaan. Akibat langsung dari ruang lingkup permasalahan, tidak adanya kesinambungan antara sub pokok dengan pokok bahasan dan waktu, kelas, serta jenjang kurikulum.

Berangkat kritik tersebut mendasari dilakukannya pengembangan kurikulum yang;

1) lebih menitik beratkan pencapaian target kompertensi dari pada penguasaan materi;

2) lebih mengakomodasi keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia;

3) memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan kebutuhan.

Adapun pesan-pesan besar pendidikan Islam (PAI) yang ingin dikembangkan dalam kurikulum adalah sebagai berikut :

1. Berusaha menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang dapat menjaga dan memperkokoh aqidah siswa.

2. Menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang mengajarkan dengan baik, dalam pengertian bahwa dalam konteks bangsa Indonesia yang berbhineka tunggal ika, pengembangan pendidikan agama diharapkan agar sampai menumbuhkan semangat fanatisme buta, menumbuhkan sikap intoloren di kalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia dan memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan nasional.

3. Menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang dapat memacu suswa untuk menjadikan rajin dan pintar, serta kreatif kritis dan inovatif.

4. Menjadikan PAI sebagai mata pelajaran yang bisa mencetak siswa yang bertanggung jawab dalam hidup dan kehidupannya.

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image