Transformasi Yin dan Yang dalam Cerita Sitti Nurbaya
Sastra | 2023-11-11 22:25:03Dalam filsafat Cina, dikenal istilah Yin dan Yang yang mewakili dua sifat berlawanan. Yin mencakup sifat beku, dingin, padat, diam, gelap, betina, lembut, halus, dan peka, sementara Yang mencakup sifat yang berlawanan, seperti cair, terang, panas, gerak, menantang, dan jantan. Ketika kedua unsur ini digabungkan, terbentuklah kekuatan baru yang kuat, yang disebut sebagai Tai Ji atau Tai Chi. Tai Ji menjadi simbol kehidupan manusia di dunia.
Tai Ji dapat diartikan sebagai sebuah kekuatan sempurna yang berfungsi untuk memberikan keseimbangan dalam hidup. Di dalamnya, terdapat dua sifat yang saling berlawanan tetapi memiliki sinergi, dan posisinya yang tetap menciptakan kestabilan dalam hidup, serupa dengan konsep emosi manusia.
Dalam tubuh Tai Ji, terdapat lima unsur inti alam: api, air, tanah, logam, dan kayu. Kelima unsur ini mengatur kehidupan alam, termasuk kehidupan manusia. Dalam konteks ini, pertanyaan muncul: "Jika benda-benda dan manusia berasal dari unsur yang sama, mengapa terdapat perbedaan bentuk dan ukuran di antara mereka?"
Jawaban sederhana dapat diuraikan dengan mempertimbangkan perbedaan konsentrasi dan derajat kelima unsur tersebut di dalam tubuh benda-benda dan manusia. Perbedaan ini menciptakan variasi karakteristik antara manusia, seperti manusia kerdil dengan kecerdasan tinggi, manusia besar dengan respon kognitif yang beragam, manusia berpostur sedang dengan tingkat kecerdasan sedang, dan sebagainya. Dengan kata lain, variasi ini muncul akibat distribusi yang berbeda dari unsur-unsur tersebut dalam setiap entitas.
Jika dianalogikan ke dalam simbol gen manusia, Yin dapat diidentifikasi sebagai simbol kewanitaan, karena dalam diri wanita, Yin lebih dominan daripada Yang. Sifat lembut, peka, perasa, dingin, dan halus adalah manifestasi dari sifat Yin. Sementara itu, Yang menjadi simbol laki-laki, dengan dominasinya sifat perkasa, dinamis, keras kepala, menantang, dan panas.
Wanita yang memiliki unsur Yin berperan sebagai penyeimbang, penyejuk, dan penengah konflik, sementara laki-laki dengan unsur Yang berperan sebagai pemimpin, pelindung, dan juga sebagai agen perubahan di dunia ini. Keselarasan antara wanita dan laki-laki (Yin dan Yang) menciptakan suasana yang harmonis, seimbang, dan penuh kasih sayang. Pada artikel ini saya akan mencoba memberikan gambaran dan penjelasan bagaimana filsafat ini bekerja dalam sebuah novel.
Novel "Siti Nurbaya Kasih Tak Sampai" (SN) karya Marah Rusli, diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1922, mengisahkan tentang romantisme cinta sepasang anak muda dengan latar belakang kejadian di sekitar kota Padang pada periode tersebut. Dalam cerita ini, pembaca diajak merasakan keindahan dan kompleksitas hubungan asmara di tengah-tengah masyarakat Padang pada masa itu. Novel ini mencerminkan nuansa budaya dan sosial pada awal abad ke-20, sambil menggambarkan kisah cinta yang penuh liku-liku di antara tokoh-tokoh utamanya. Perjalanan cinta yang terjalin di tengah keadaan dan nilai-nilai masyarakat pada masa itu memberikan gambaran yang kaya akan detail dan warna sejarah.
Perpisahan Yin dan Yang, serta transformasi sifat dari Yin ke Yang dalam diri seorang wanita, menggambarkan perjalanan karakter tokoh wanita utama. Dalam konteks ini, tokoh wanita, Sitti Nurbaya, memiliki sifat Yang karena mengalami tragedi tertentu. Perpisahan antara Yin dan Yang disimbolkan oleh perceraian antara Sitti Nurbaya dan Syamsul Bahri.
Tragedi perceraian ini menjadi puncak dramatis dalam cerita, karena pasangan yang pada awalnya serasi dan saling mencintai harus berpisah. Perubahan dari keadaan harmonis menjadi perpisahan memperkuat narasi kesedihan dan kehilangan dalam novel ini. Dengan demikian, melalui konsep Yin dan Yang, novel ini menggambarkan perubahan sifat dan dinamika tragis dalam hubungan antar karakter.
Nurbaya, karena esok aku akan meninggalkan Kota Padang ini, akan pergi ke rantau orang. Entah berbalik, entah tidak. Sebab itu pada sangkaku inilah waktunya akan membukakan rahasia hatiku. Ketahuilah olehmu Nur, aku ini sangat cinta kepada mu. Percintaan ini telah lama kusembunyikan dalam hatiku. (Rusli. 1922:72).
Kejujuran dan ketulusan hati Syamsul Bahri, yang tergambar dalam teks diatas adalah sebuah embrio dari sebuah transformasi sifat Sitti Nurbaya. Sebuah ungkapan kejujuran yang datang pada waktu yang tidak tepat, mengoyak dan menyakitkan hati Sitti Nurbaya.
Puncak perubahan sifat Yin ini terjadi ketika pengarang menghadirkan tokoh antagonis di dalam sosok Datuk Maringgih. Dia seorang saudagar kaya yang terkenal kikir dan mata keranjang. Walaupun sudah berumur lebih tua dari ayah Sitti Nurbaya, tetapi Datuk Maringgi menyukai gadis yang bernama Sitti Nurbaya tersebut, karena muda dan cantik.
Karakter Datuk Maringgih memperoleh peran penting ketika Sutan Mahmud mendatanginya untuk meminjam uang. Sutan Mahmud, yang merupakan ayah dari Syamsul Bahri dan juga seorang penghulu di Kota Padang, terpaksa meminta pinjaman tersebut karena harus menikahkan kemenakannya. Meskipun Datuk Maringgih mau meminjamkan uang kepada Sutan Mahmud, ada nuansa yang lebih dalam dari peristiwa ini.
Datuk Maringgih memberikan pinjaman uang bukan semata-mata sebagai wujud kepeduliannya kepada situasi yang dialami Sutan Mahmud, melainkan juga sebagai upaya untuk mendapatkan simpati dari penghulu tersebut. Dalam hal ini, hubungan antara keduanya melibatkan dinamika kekuasaan dan pengaruh sosial, menggambarkan kompleksitas interaksi antar karakter dalam cerita.
Datuk Maringgih merupakan lawan bisnis dari Bagindo Sulaiman, ayah dari Sitti Nurbaya. Secara diam-diam, Datuk Maringgih terus berupaya menjatuhkan dan menghancurkan bisnis Bagindo Sulaiman dengan segala cara. Akhirnya, bisnis Bagindo Sulaiman pun mengalami kehancuran, dan hal ini berdampak serius bagi kelangsungan hidup tokoh utama.
Di tengah keterpurukan Bagindo Sulaiman, Datuk Maringgih muncul sebagai sosok penyelamat. Ia menawarkan bantuan pinjaman kepada Bagindo Sulaiman, namun dengan syarat bahwa pinjaman tersebut dijamin oleh tanah dan rumah. Bagindo Sulaiman, yang terobsesi untuk membangun kembali bisnisnya, menerima tawaran tersebut. Namun, nasib malang menimpanya karena bisnisnya tidak kunjung membaik, sehingga ia tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut.
Datuk Maringgih kemudian menawarkan solusi yang meringankan, yaitu Bagindo Sulaiman harus bersedia menikahkan anak perempuannya, Sitti Nurbaya, dengannya sebagai bentuk kompensasi atas hutang yang jatuh tempo. Jika tidak, Datuk Maringgih mengancam akan membawa masalah ini ke ranah hukum.
Di sinilah puncak dari perubahan Yin terjadi. Kisah cinta yang awalnya digambarkan sangat harmonis, berubah drastis menjadi tangis dari tragedi-tragedi yang diciptakan oleh pengarang dalam sosok orang ketiga.
Sifat Yang yang dimiliki oleh Sitti Nurbaya membuatnya berani mengambil langkah-langkah penolakan terhadap kondisi yang terjadi dalam cerita. Dengan segala keberaniannya, Sitti Nurbaya berusaha melepaskan diri dari belenggu dan ancaman yang datang dari Datuk Maringgih. Bahkan, dia sampai nekat pergi merantau ke negeri Jawa seorang diri. Tindakan ini merupakan sesuatu yang tidak lazim dilakukan oleh seorang perempuan pada masa itu, karena pada zamannya, merantau umumnya hanya dilakukan oleh laki-laki.
Keberanian Sitti Nurbaya untuk merantau sebagai seorang perempuan mencerminkan dorongan yang kuat dan keinginan untuk mengambil kendali atas nasibnya sendiri. Langkah ini tidak hanya merupakan perlawanan terhadap tekanan dan dominasi Datuk Maringgih, tetapi juga merupakan perwujudan keinginan untuk mencari kebebasan dan kesempatan yang lebih luas di luar batas norma sosial pada zamannya.
Kejadian ini dapat dianggap sebagai perubahan mutlak atau deposisi yin-yang, istilah yang mungkin tidak umum digunakan karena baru dibahas di sini. Deposisi ini terjadi akibat tekanan pada situasi yin yang akhirnya melemah. Sifat yang sebelumnya tidak dominan berhasil terbentuk dan akhirnya mendominasi karakter tokoh wanita, yaitu Sitti Nurbaya. Sifat yang muncul sebagai kekuatan yang mendominasi mencerminkan ketahanan dan keteguhan tokoh wanita dalam menghadapi tantangan, dalam melewati tragedi.
Perjuangan Sitti Nurbaya akhirnya mencapai puncak tragisnya. Seorang pesuruh Datuk Maringgih yang mengetahui keberadaan Sitti Nurbaya di tanah Jawa datang dan mengarahkannya ke ujung maut dengan racun. Dengan demikian, Sitti Nurbaya meninggalkan cerita yang romantis dengan akhir yang tragis. Meskipun pengarang memutuskan untuk juga mengakhiri "kehidupan" tokoh antagonis melalui peristiwa penembakan yang dilakukan oleh Letnan Mas, namun kebahagiaan tetap tidak tercapai karena tokoh utama, Sitti Nurbaya, harus merenggang nyawa akibat racun.
Kehilangan Sitti Nurbaya di dalam alur cerita ini menciptakan kesan bahwa, walaupun tokoh antagonis telah berhasil dikalahkan, kebahagiaan yang diharapkan tetap berada di luar harapan pembaca. Keputusan pengarang untuk mengakhiri cerita romantis melalui kematian Sitti Nurbaya dan merubah jalan cerita menjadi peristiwa pembalasan dendam, memberikan nuansa kesedihan dan tragedi yang kompleks, menyiratkan bahwa perlawanan terhadap tekanan sosial dan kekuasaan tidak terlepas dari harga yang mahal dan pengorbanan yang tak terelakkan. Terima kasih.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.