Bagaimana Nasib Bangsa Indonesia di Masa Depan Jika Stunting Merajalela?
Edukasi | 2023-11-11 19:41:57Stunting jika dikutip dari Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 ialah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Melihat akan gentingnya permasalahan stunting di Indonesia di mana pada tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia berada pada angka 21,6% yang sebelumnya berada pada angka 24,4% pada tahun 2021. Penurunan yang cukup signifikan, mengingat target penurunan prevalensi stunting pada tahun 2024 yakni sebesar 14%.
“Oleh sebab itu target yang saya sampaikan 14% di tahun 2024. Ini harus bisa kita capai, saya yakin dengan kekuatan kita bersama semuanya bisa bergerak. Angka itu bukan angka yang sulit untuk dicapai asal semuanya bekerja bersama-sama,” ucap Jokowi.
Pemerintah telah menjalankan berbagai upaya untuk menurunkan angka stunting di Indonesia guna untuk mencapai target prevalensi stunting 2024 sebesar 14% sebagaimana dalam Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021. Artinya, Pemerintah mempunyai waktu sepanjang 2023 ini untuk menurunkan prevalensi stunting sebesar 7,4% untuk mencapai target 14% pada 2024 mendatang.
Sebenarnya, mengapa Pemerintah begitu serius dalam menyikapi permasalahan stunting ini? Dampak apa yang kiranya dapat ditimbulkan jika anak Indonesia terkena stunting?
Dampak stunting selain dari membuat anak stunting mempunyai resiko tinggi terhadap berbagai penyakit berbahaya seperti kanker, diabetes, dan obesitas, stunting juga berpotensi memberikan dampak jangka panjang seperti keterbelakangan mental, menurunnya kemampuan motorik anak, rendahnya kemampuan belajar, dan tingkat kecerdasan anak kedepannya akan merosot.
Dampak di atas sudah pasti mengancam masyarakat Indonesia terutama dari segi derajat kesehatan Nasional dan kualitas sumber daya manusia. Mengapa demikian? Anak yang terkena stunting kedepannya ketika tumbuh dewasa akan rentan terserang penyakit berbahaya dan tentu saja menimbulkan masalah besar bagi Bangsa dan Negara.
Anak-anak stunting memiliki kemampuan belajar di bawah rata-rata anak seusianya yang tidak terkena stunting sehingga seiring berjalannya waktu akan mengakibatkan anak tersebut tumbuh dan dewasa dengan tingkat kecerdasan yang rendah. Jika angka stunting di Indonesia cukup tinggi, maka pastinya akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia di Indonesia.
“Stunting ini yang akan menjadi masalah, memengaruhi kualitas SDM kita nanti," kata Prof.dr. Damayanti R Sjarif, Ph.D,Sp.A(K) dalam webinar "Peranan Protein Hewani dalam Mencegah Stunting di Indonesia" pada Selasa (24/1/2023).
Beliau juga menyebutkan dampak buruk stunting terhadap kualitas sumber daya manusia sudah dibuktikan dalam berbagai penelitian. salah satunya menurut penelitian Emond (2007), kekurangan gizi terutama energi dan protein dalam jangka pendek saja akan menyebabkan kenaikan berat badan tidak sesuai usia (weight faltering) pada 2 bulan pertama. Kemudian, IQ akan turun 3-4 poin dari rata-rata anak normal seusia.
Hal di atas diperkuat dalam Program for International Student Assessment (PISA) pada 2018, yang melibatkan murid-murid usia 15 tahun dari 78 negara untuk diuji kemampuan matematika, sains, dan membaca. Indonesia berada pada peringkat 71 dari total 78 negara yang ikut.
Perlu kita ketahui, bahwa indeks sumber daya manusia atau human capital indeks (HCI) yang dilaporkan oleh World Bank pada tahun 2020, nilai HCI Indonesia adalah 0,54% dan menempati peringkat 87 dari 174 negara.
Oleh karenanya, tentu saja ini harus menjadi tugas bersama, baik dari Pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri. Hal ini menjadi tanggung jawab bagaimana kita mempersiapkan anak-anak bangsa untuk menjadi generasi yang unggul dan dapat bersaing di masa depan dengan memperbaiki potensi sumber daya manusia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.