Manusia yang Takut Tertinggal
Gaya Hidup | 2022-01-02 23:10:00“Kok harsh banget si sama diri sendiri?”
“Kamu itu kerja lebih banyak karna kamu ngerasa happy dan inspired atau kamu merasa takut kurang produktif?”
“Gue tu udah ngapain aja si selama ini?”
Sering ga sih kamu mendapati diri kamu dengan pertanyaan seperti itu entah dari dirimu sendiri atau orang disekitarmu? Lalu kapan terakhir kali kamu merasa cukup dalam hidup mu? Apakah kamu sendiri sudah mempunyai apa itu definisi “cukup” atau mungkin lebih buruk lagi bahkan kamu belum merasa cukup dalam kehidupanmu? Baik itu secara finansial, karir, atau percintaan misalnya.
Sebenarnya arti kata “cukup” ini juga punya arti yang berbeda-beda dalam hidup seseorang. Misalnya, kalau sudah mencapai jenjang karir tertentu, umur 20 tahun harus sudah punya rumah, kalau sudah achieved goals, punya tabungan 3M di rekening di umur 20-30an, bisa beli mobil sendiri, punya pasangan penyayang, atau mungkin bahkan punya suami kaya raya biar ga perlu ribet bayar tagihan. Ada banyak hal-hal yang membuat seseorang merasa cukup.
Perasaan belum merasa “cukup” ini juga nampaknya diperparah saat masa pandemi, apalagi pemakaian sosial media yang meningkat sejak pandemi ini. Zaman dulu saat kakek-nenek atau ayah-ibu kita, mereka hanya bisa membandingkan diri dengan melihat pakaian yang dikenakan, rumah, atau apartement, dan kendaraan yang mereka lihat di depan mata mereka. Namun sayangnya terkait dengan hal membandingkan diri ini kian meningkat dengan hadirya media sosial terutama Instagram, dimana orang-orang dapat memposting apapun untuk menunjukan betapa hebatnya kehidupan yang dia jalani saat ini.
Saya cukup merasa simpati dengan banyaknya postingan di sosial media yang meng-glorify sebuah lifestyle, karena kita tidak bisa menghindari diri dari sana. Apalagi di masa sekarang yang semua serba online, semua kerjaan, kebutuhan, hiburan dan untuk tetap terjalin serta membangun relasi ada di smartphone. Ketika kita membuka sosial media, sudah terpampang foto mobil, rumah orang, belanjaan, video berlibur dan achievement lainnya. Kita jadi merasa anxious, under achive atau kurang berprestasi, merasa gagal, merasa tidak pantas dan mungkin merasa sebagai seorang imposter. Terutama saat kita membandingkan diri dengan oranglain, misalnya kalo kita melihat seorang influencer yang sudah punya mobil mahal yang kita inginkan, dan dia juga sudah punya rumah. Di sisi lain ternyata dia lebih muda dari dari kita atau mungkin seumuran sekitar 20 tahunan.
Saya pernah mendengar salah satu podcast, Taboo Tuesday namanya. Psikolog Andrea Hirata Mengatakan
“we’re in world credit, we don’t give ourselves credit for what we have done”.
Kita tidak memuji diri kita dengan apa yang telah kita lakukan, sebaliknya kita selalu melihat dan memuja pencapaian orang lain.Salah satu cara untuk mengurangi perasaan tidak cukup itu, biasanya saya selalu melakukan social media detox. Social media detox ini dimana kita memberikan jangka waktu untuk mengurangi atau bahkan tidak membuka sama sekali. Agar otak kita tidak hanya terisi dengan simbol-simbol kesuksesan orang lain yang mungkin bahkan sebenarnya kita sama sekali tidak membutuhkannya. Contohnya dengan menerapkan jangka waktu membuka media sosial selama 3 jam setiap harinya atau dengan tidak membuka media sosial tertentu selama satu minggu. Selain agar tidak hanya terisi dengan simbol simbol kesuksesan orang lain, tapi juga agar kita dapat lebih fokus dengan diri sendiri.
Di masyarakat kita berkembang persepsi bahwa 'kalo kamu tidak berinsentif merasa kurang, kamu gabakal kerja'. Padahal jika kita telaah perkataan itu bagi saya sangat 'gila', ini sama dengan artian bahwa seseorang hanya ingin bekerja karena kita benar-benar merasa tidak cukup. Padahal kebebasan tertinggi itu bisa didapatkan ketika seseorang bekerja karena memang dia meyukainya, karena memang menyenangkan atau mengajarkan sesuatu, dan bahkan dapat membantu orang lain.
Maka dari itu penting untuk mengetahui perasan “cukup” bagi diri sendiri sebenarnya gimana. Contoh kecilnya dalam hal finasial, tabungan, dan investasi. Harus menentukan berapa nominal yang ingin diperoleh atau sisihkan dan alternative apa yang akan dilakukan ketika hal itu tidak terpenuhi untuk memenuhi perasaan itu. Karena terkadang hal yang tak terduga bisa terjadi bukan hanya karena kita tidak hati-hati, tapi bisa saja itu datang diluar kendali.
Punya impian yang besar juga tidak ada salahnya, hanya saja hal itu harus datang dari tempat yang aman sesuatu yang positif dan benar-benar diinginkan, bukan datang dari tempat yang tidak aman karena melihat orang lain. Tidak masalah jika terinspirasi, hanya saja selalu ingat ini saat kamu membandingkan dirimu dengan orang lain.
“mau dapat apa dari perbandingan ini? membandingkan hidup kita dengan orang lain itu buang waktu dan sia-sia”.
Kita memang bisa belajar dari jalan yang sudah dilalui oleh orang lain, hanya untuk menyadari bahwa apa yang mereka lalui sering kali berbeda dengan apa yang akan atau kita lalui. Kita dapat meniru apa yang mereka lakukan dan tentu saja hasilnya akan berbeda. Kita dapat belajar dari jalan yang mereka ambil, dan tentu saja hasilnya akan berbeda juga. Dalam kehidupan ini tidak ada satu formula khusus yang pasti akan menjadikan dan menjanjikan kita sesuatu, terlalu banyak faktor lainnya yang bermain.Ketika kamu tahu perasaan cukup untuk dirimu, hal itu bisa memotivasi kamu untuk melakukan sesuatu yang lebih baik lagi. Karena kamu tahu apa yang terbaik dalam diri kamu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.