Urgensi Intervensi Militer Menekan Israel
Info Terkini | 2023-11-06 16:20:20Urgensi intervensi militer menekan Israel
Oleh : Dedy Agung Prasetyo
Situasi di Gaza saat ini kian memprihatinkan. Sumber Aljazeera menyebutkan korban meninggal dunia meningkat secara eksponensial, hingga hari ke-31 peperangan, tepatnya tanggal 06 November 2023, Kementerian Kesehatan Palestina mencatat korban tewas warga sipil di Palestina mencapai 9.700 orang, 3.000 lebih di antaranya adalah anak-anak. Jumlah ini dipastikan akan terus meningkat dalam jumlah yang tidak dapat diprediksi di tengah arogansi Israel yang terus memborbardir Gaza.
Bantuan internasional terus diupayakan dan hampir semua negara telah mengirimkan bantuan kemanusian tetapi kondisi di lapangan masih sering terjadi hambatan karena perbatasan Rafah diberlakukan buka tutup sehingga menimbulkan penumpukan kendaraan-kendaraan berat yang mengangkut barang-barang bantuan. Pemberlakuan buka tutup tersebut dilakukan menyusul serangan Israel yang diarahkan ke Rafah yang menyebabkan jatuhnya korban di perbatasan Mesir Palestina tersebut. Situasi semakin tidak menentu sementara korban luka dan tewas terus berjatuhan di Gaza.
Haruskah situasi genting seperti ini dibiarkan begitu saja sementara militer Israel tetap leluasa menggerakkan tank-tank merkava nya membombardir Gaza? Tentu akal sehat akan berkata tidak. Dunia tidak boleh tinggal diam. Akal sehat warga dunia tidak bisa menerima tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza ini berlangsung terus menerus tanpa henti. Biarpun kutukan sudah sering dilontarkan kepada Israel, biarpun aksi demontrasi jutaan orang di seluruh dunia menentang tindakan brutal israel, bahkan resolusi Majelis Umum PBB yang telah disetujui dan disahkan dalam sidang darurat tanggal 26 Oktober 2023 untuk menghentikan genosida di Gaza, senyatanya itu semua belum mampu membendung tindakan biadab Israel. So What’s Next?
Tindakan memaksa (coersive action) sudah sangat relevan untuk diupayakan saat ini. Intervensi humaniter internasional secara lebih teknis diperlukan karena situasinya sangat genting dan mendesak untuk menghindari korban berjatuhan lebih banyak. Intervensi humaniter dalam bentuk gerakan diplomasi terbukti tidak cukup efektif menghentikan gerakan genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap warga palestina di Gaza. Maka opsi Intervensi humaniter dengan keterlibatan pasukan militer sebagai bentuk tindakan memaksa menjadi alternatif yang harus diambil segera. Negara-negara yang masih memiliki akal sehat harus mampu menunjukkan sikap “berani” menentang arogansi Israel, dengan berunding menyusun strategi teknis yang memungkinkan militer Israel berhenti membombardir Gaza. Kekuatan militer internasional harus turut mengintervensi tindakan brutal tersebut demi mencegah jatuhnya korban lebih besar di Gaza.
Intervensi militer melalui PBB
Hingga saat ini PBB tidak memiliki tentara organik dalam menjaga keamanan dan perdamaian dunia. Tetapi PBB memiliki pasukan misi pemeliharaan perdamaian yang diisi oleh pasukan militer dari negara-negara anggota. Oleh karena itu sepatutnya Departemen Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB (DOPP) yang saat ini dikepalai oleh Jean Marie Guehenno harus turun tangan memastikan resolusi tersebut dipatuhi dan dilaksanakan secara efektif, yaitu dengan menerjunkan pasukan pemeliharaan perdamaian PBB (UN Peacekeeping missions) ke Palestina. Tentu saja hal ini memerlukan persiapan anggaran, koordinasi penyediaan personil, dan logistik yang tidak sedikit. Sebagai bentuk reaksi cepat, bisa saja pasukan pemeliharaan perdamaian PBB (UN Peacekeeping missions) yang saat ini masih aktif ditempatkan di beberapa negara rawan konflik seperti Sudan, Kongo, dan Lebanon, dimobilisasi ke wilayah Gaza Palestina. Seiring sejalan dengan itu, DOPP segera mempersiapkan pembentukan semacam unit baru yang khusus ditempatkan di wilayah perbatasan Israel dan Gaza. Keberadaan pasukan ini harus didukung oleh infrastruktur alutsista yang lengkap dan memadai. Pasukan perdamaian PBB ini dapat difungsikan untuk menjamin bantuan kemanusiaan tersalurkan secara nyata kepada warga sipil terdampak, terbangunnya rumah sakit-rumah sakit darurat yang dapat menampung puluhan ribu korban luka, serta untuk keselamatan penanganan korban jiwa yang masih terkubur di dalam reruntuhan puing-puing bangunan. Selain itu, yang paling utama demi menghentikan pembantaian warga sipil gaza, pasukan ini harus mampu memukul mundur tentara militer Israel dari wilayah Gaza serta mengupayakan terhindarnya eskalasi konflik yang berpotensi meluas ke wilayah lain di luar Israel dan Gaza.
Intervensi militer di luar mekanisme PBB
Intervensi di luar mekanisme PBB bukan dimaksudkan dalam kerangka bergerak atas kemauan sendiri-sendiri. Inisiatif ini harus berangkat dari negara-negara anggota PBB yang semata-mata ditujukan untuk menjamin upaya gencatan senjata yang tertuang dalam resolusi Majelis Umum PBB terlaksana dengan baik demi mencegah bertambahnya korban sipil tak berdosa.
Mengingat pasukan pemeliharaan perdamaian PBB adalah organ yang diadministrasikan oleh melalui Dewan keamanan PBB, bukan tidak mungkin akan berpotensi muncul hambatan untuk direalisasikan apabila hak veto digunakan oleh negara yang tidak setuju. Maka intervensi militer harus tetap diupayakan oleh negara-negara yang mengusulkan dan menyetujui resolusi Majelis Umum PBB terkait gencatan senjata tersebut. Hal ini penting agar Resolusi yang sudah disepakati oleh 120 negara ini tidak sekedar menjadi macan ompong. Setidaknya gabungan negara-negara arab atau Negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang juga merupakan anggota PBB dapat menyusun strategi bersama untuk menerjukan pasukan militernya ke Gaza.
Pertanyaan selanjutnya, tidakkah tindakan tersebut akan memicu timbulnya perang dunia ketiga? sebab Amerika Serikat dan sekutunya tidak akan tinggal diam untuk membela Israel. Jawabannya, bisa iya bisa tidak. Semua tergantung pada strategi teknis dan komunikasi yang dibangun oleh pihak-pihak yang akan turut mengambil peran. Biar bagaimanapun resiko terburuk harus diantisipasi. Tetapi perlu diingat bahwa Amerika serikat juga pasti berhitung. Berdasarkan data dari Departemen Keuangan Amerika Serikat utang luar Negeri AS sudah berada di angka US$ 31,5 triliun pada Mei 2023, nilai utang ini setara Rp462.000 triliun, dan di kuartal ketiga akhir tahun 2023 ini AS akan mencari utang baru sejumlah US$ 776 miliar atau setara Rp 12.314 triliun (kurs Rp 15.856). Dikutip dari CNBC (31/10/2023) pada Kuartal sebelumnya, pemerintah AS mengambil utang berkisar US$ 1,01 triliun pada periode Juli hingga September. Angka itupun disebut merupakan jumlah tertinggi yang pernah ada. Pemerintah AS mengatakan defisit anggaran fiskal 2023 akan mencapai sekitar US$ 1,7 triliun. Jumlah tersebut meningkat sekitar US$320 miliar dari tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi AS kemungkinan akan melambat tajam, turun menjadi 0,7% pada kuartal keempat dan hanya 1% pada keseluruhan tahun 2024. Realitas terpuruknya ekonomi AS tersebut tentu akan berpengaruh pada tataran teknis dukungan AS kepada Israel karena aspek anggaran menjadi hal yang sangat fundamental untuk pengerahan militer ke wilayah konflik tersebut. Di samping itu pemerintah AS masih terus menghadapi kecaman dunia bahkan warga negaranya sendiri masih terus menggelar demonstrasi besar-besaran di berbagai negara bagian AS. Tanpa bermaksud mengecilkan potensi yang ada, kenyataan ini jelas memberikan gambaran atau prediksi bahwa kemungkinan Amerika serikat akan “membuang energi dan uangnya” untuk menghambat intervensi militer gabungan di Gaza sangatlah kecil sementara negaranya sendiri tengah mengalami ketidakpastian.
Kedua opsi tersebut (jalur mekanisme di PBB dan mekanisme di luar PBB) adalah alternatif intervensi humaniter yang paling mungkin dapat dilakukan secara legal dan terukur. Sebab jika opsi tersebut tidak dilakukan maka yang muncul adalah intervensi militer yang dilakukan oleh kelompok-kelompok perlawanan (ressistance groups) seperti Hizbullah dari Lebanon, kelompok Houthi dari Yaman, Taliban dari Afghanistan, bahkan kelompok ISIS di Irak dan Suriah juga di kabarkan juga akan turut andil memerangi Israel. Kelompok - kelompok ini secara nyata telah mendapat dukungan dari Iran untuk mendukung perjuangan kelompok Hamas di Gaza. Di luar itu, dukungan dari kelompok-kelompok pejuang lainnya dari Yordania, Mesir, Arab Saudi serta dari negara-negara kawasan sekitar timur tengah. Fenomena ini dapat dilihat sebagai kekuatan penyeimbang bagi pejuang Hamas di tengah ketakutan negara-negara arab lainnya untuk melakukan intervensi militer di Gaza. Namun jika dukungan operasi militer dari kelompok-kelompok perlawanan (ressistance groups) ini benar-benar terjadi dikhawatirkan akan memicu konflik berkepanjangan dan semakin meluas di kawasan Timur Tengah.
Peran Indonesia
Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah menyatakan sikapnya secara tegas dalam berbagai forum Internasional mengutuk tindakan Israel dan menuntut penghentian agresi militer Israel serta mendorong keterlibatan aktif negara-nagara lain untuk mengupayakan bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza. Indonesia juga menjadi co-sponsor yang mengusulkan resolusi genjatan senjata di sidang darurat Majelis Umum PBB bersama dengan Yordania dan pada akhirnya disetujui oleh 120 negara dan disahkan pada tanggal 26 Okrober lalu. Langkah selanjutnya adalah memastikan resolusi tersebut dipatuhi. Indonesia perlu menggalang dukungan bersama negara-negara lain agar dilakukan intervensi humaniter (military action) untuk memaksa Israel menghentikan agresi militernya di Gaza.
Apapun mekanisme intervensi militer yang akan diambil, semua itu adalah untuk memaksimalkan ikhtiar bersama guna menghentikan tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung. Tindakan memaksa ini sangatlah urgent, sebab jika terjadi pembiaran terhadap arogansi Israel yang tidak mengindahkan resolusi Majelis Umum PBB, maka Gaza Palestina akan terus mengalami krisis kemanusiaan yang mengerikan dan mungkin akal sehat para pemimpin dunia saat ini sudah mati. Sebagai orang beragama kita semua meyakini bahwa Tuhan tidak pernah tidur. Seraya memberikan sumbangsih donasi terbaik kita untuk Palestina, mari kita berdoa semoga Tuhan melindungi warga Gaza dan segera membebaskan tanah Palestina dari penjajahan Zionis Israel.
*Penulis adalah praktisi hukum di Sumatera Barat
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.