Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nimas nining

Yuk, Cegah Pernikahan Dini Melalui Penguatan Remaja Cerdas Berencana

Edukasi | 2023-11-06 12:23:32

Oleh Nimas Nining Wardani

(Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga)

Kesehatan reproduksi pada remaja merupakan suatu kondisi sehat baik secara sistem, fungsi organ, maupun proses reproduksi. Kurangnya kesadaran dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi dapat meningkatkan prevalensi penyakit menular seksual, pergaulan bebas, pernikahan dini, dan kehamilan di usia muda. Kehamilan di usia muda dapat menjadi penyebab utama resiko angka kematian ibu dan bayi. Pentingnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi diharapkan mampu meningkatkan kesadaran remaja agar memiliki batasan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan merugikan.

Sumber: https://www.unicef.org/indonesia/media/2851/file/Child-Marriage-Report-2020.pdf

Pernikahan dini merupakan isu sosial yang menjadi perhatin penting terkait masalah kesehatan reproduksi. Sulawesi Barat menjadi provinsi dengan kasus pernikahan dini tertinggi sebesar 19,43%, sedangkan provinsi terendah Sulawesi Selatan sebesar 14,10%. Tahun 2018 sebanyak 10,82% perempuan usia 20 – 24 tahun mengaku telah melangsungkan pernikahan sebelum usia 15 maupun 18 tahun. Jawa Timur menjadi provinsi dengan angka pernikahan dini tertinggi di Pulau Jawa mencapai 10,44%. Data tahun 2022 sekitar 52 ribu pengajuan surat dispensasi nikah masuk ke peradilan agama, sebanyak 13.547 telah hamil di luar nikah.

Tingginya angka pernikahan dini menjadi satu ancaman terhadap hak-hak dasar anak baik secara fisik, psikis, maupun finansial. Bahkan, dapat menjadi ancaman serius terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan bangsa Indonesia. Pernikahan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2019, yang menyebutkan bahwa pernikahan hanya diperbolehkan jika kedua belah pihak, baik pria maupun wanita, telah mencapai usia 19 tahun. Batasan usia ini bertujuan agar remaja memiliki kematangan mental dan fisik yang cukup untuk menjalani pernikahan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku (Undang-Undang Republik Indonesia, 2019).

Adapun faktor predisposisi yang mempengaruhi pernikahan dini yaitu rendahnya tingkat pendidikan, faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pola asuh keluarga, sistem patriarki, dan arus globalisasi. Dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini antara lain, remaja drop out, meningkatkan risiko angka kematian ibu dan bayi, bayi cacat bawaan lahir, bayi lahir prematur, BBLR, kanker serviks, penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS, ibu mengalami depresi pasca melahirkan (baby blues), bahkan dapat meningkatkan prevalensi kasus kekerasan dalam rumah tangga hingga perceraian.

Kasus pernikahan dini menjadi isu global yang berdampak terhadap berbagai sektor dan rencana pembangunan berkelanjutan. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengatasi urgensi tersebut. Bagimana peran keterlibatan berbagai pihak dalam upaya mencegah pernikahan dini?

1. Orang tua:

· Mengedukasi pentingnya pendidikan untuk masa depan, menjaga kesehatan reproduksi, mencegah pergaulan bebas

2. Instansi Pendidikan:

· Meningkatkan pengetahuan remaja melalui edukasi kesehatan reproduksi dan upaya mencegah pernikahan dini

· Memberdayakan kader Duta GenRe dan Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) sebagai promotor pencegahan pernikahan dini dengan teman sebaya

· Edukasi promosi kesehatan melalui media massa: poster dan video edukasi

· Menegakkan aturan yang melarang pernikahan di bawah usia yang ditentukan dan memberikan sanksi apabila peraturan tersebut dilanggar

· Mewadahi minat dan bakat siswa/i melalui kegiatan ekstrakurikuler. Agar remaja dapat mengisi waktu dengan kegiatan yang positif dan mengasah skills

3. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB):

· Bekerjasama dengan berbagai stakeholder seperti lembaga swadaya masyarakat dan pengadilan agama guna mengimplementasikan program pendewasaan pernikahan, program KB, program KR, sosialisasi, dan pendampingan dalam lingkungan masyarakat

· Edukasi promosi kesehatan melalui media massa: poster, video edukasi, iklan layanan masyarakat, media sosial

4. Pemangku kepentingan bersama masyarakat dapat membuat kebijakan yang bertujuan untuk mencegah pernikahan dini. Kebijakan ini dapat berupa program-program yang mendukung anak-anak dan remaja untuk menunda pernikahan dini agar mereka lebih siap menghadapi kehidupan setelah menikah baik secara fisik, psikis, maupun finansial. Misalnya, aktif dalam kegiatan karang taruna maupun berpartisipasi membangun sektor-sektor UKM yang kreatif dan produktif.

References:

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

UNICEF

PUSKAPA (Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia)

Badan Pusat Statistik

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image