Cinta pada Pengalaman Pertama, Membawaku Terbang ke Eropa
Pendidikan dan Literasi | 2023-10-31 15:35:53Awal Cinta di Masa SMA
Selama mengikuti Pelajaran Bahasa Inggris sejak dari SMP, sebenarnya aku tidak terlalu suka apalagi punya keinginan untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan menguasainya. Yang saya ingat dalam pikiran adalah rumus-rumus tenses yang akan menari-nari di pikiran tanpa tahu mengapa dan kapan harus diucapkan. Namun di hari itu terlihat berbeda. Waktu itu, usiaku memasuki 19 tahun dan duduk dibangku kelas 2 Sekolah Menengah Atas (SMA) di salah satu sekolah negeri favorit di Kabupaten Karawang.
Guru Bahasa Inggris kami membuat sesuatu yang lain dari sebelum-sebelumnya. English Drama! Yes, Drama dalam Bahasa Inggris adalah tugas kelompok yang diberikannya kepada kami waktu itu. Satu kelompok terdiri dari 5 orang, dan masing-masing kelompok diminta membuat naskah drama untuk kemudian mementaskannya di bulan berikutnya. Pengalaman yang sungguh berbeda, pikirku saat itu.
Hari berganti hari dan kelompok kami pun berdiskusi mencoba menyusun naskah drama. Setelah disepakati kami pun berlatih. Ternyata aku mulai jatuh cinta. Cinta pada pengalaman pertama.
Cara belajar bahasa dengan mengulang-ngulang (sedikit melupakan rumus-rumus tenses tentunya), mengucapkan, dan berdialog dengan teman sekelompok ternyata sangat mengasyikkan sehingga tidak terasa pelafalan (pronounciation) kata demi kata mengalami banyak peningkatan. Hal yang lebih penting dari semuanya, rasa percaya diri untuk berbahasa Inggris semakin tinggi, walaupun secara tata bahasa (grammar) masih jauh dari sempurna.
Sampailah kami pada momen pentas drama yang merupakan tugas kelompok kami. Sukses! Ya kami bersyukur pentas drama kelompok kami berhasil dan menjadi salah satu yang terbaik menurut guru bahasa Inggris kami. Tapi, ternyata ada kesuksesan lain yang saat itu aku rasakan. Aku mulai suka dan terus belajar bahasa inggris dengan metode praktik langsung penggunaannya.
Akupun mulai menyukai lagu dan film yang berbahasa inggris, walaupun pada awalnya ada sedikit kecanggungan untuk mengikutinya tanpa subtitles dibawahnya. Terimakasih, sudah membukakan jalan itu. Thank you Miss for bringing me to the other ways of learning English. You made it!
Cinta bersemi di Eropa
Pengalaman di SMA saat itu telah membawaku jatuh cinta pada Bahasa Inggris dan benar-benar ampuh untuk membantu meloloskanku di beberapa beasiswa luar negeri yang aku lamar untuk program master double degree dan doctoral degree.
6 bulan mengikuti English for Academic Purposes (EAP) dalam program Double Degree BAPPENAS-STUNED pada tahun 2010, membuat semangat belajar itu kian menguat, ditambah lagi keinginan untuk belajar langsung di kelas master internasional di UNESCO-IHE Belanda. Salah satu negara di Eropa dengan kualitas pendidikan di sektor air yang terbaik. Akhirnya kesempatan belajar ke Belanda itu datang juga.
Lebih kurang 1 tahun berinteraksi dalam kelas internasional membuatku semakin yakin bahwa belajar bahasa itu akan jauh lebih mudah dan efektif ketika sering digunakan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Belajar langsung dari para native speaker akan lebih melatih kepercayaan diri kita dalam berbahasa Inggris.
Kesempatan berharga yang lain pun datang dengan adanya program Fieldtrip ke University of Nebraska dan mengikuti International Conference di Nebraska, Lincoln, Amerika Serikat. Program ini merupakan bagian Master Degree yang mengajak mahasiswa melihat aplikasi langsung terkait water management.
Lagi-lagi, pengalaman pertama itu memudahkanku berinteraksi dengan lebih banyak orang dan komunitas di negara berbahasa Inggris. Pengalaman yang datang mungkin hanya sekali, tapi memberikan dampak yang besar bagi perjalananku dalam menempuh pendidikan dan melaksanakan tugas dalam pekerjaan.
Alhamdulillah! Untuk kesekian kalinya diberikan kemudahan untuk melanjutkan pendidikan. Pengalaman mengikuti Program Master Degree di Belanda juga membawaku lolos tes beasiswa program doktoral di negara yang sama melalui LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) Kementerian Keuangan RI.
Masih teringat apa yang dikatakan Janez, co-promotor PhD-ku yang juga seorang native speaker, "Kamu sebenarnya beruntung, setidaknya kamu sudah menguasai minimal 2 bahasa, bahasa ibumu dan bahasa Inggris". Setelah dipikir-pikir, betul juga yang dibilang Janez, terkadang kita sering merasa inferior dan kurang percaya diri ketika berinteraksi dengan orang asing yang berbahasa Inggris.
Lebih kurang 4 tahun berinteraksi menggunakan bahasa inggris secara lisan dan tulisan untuk berdiskusi dan berkonsultasi, mengikuti konferensi internasional, menulis publikasi ilmiah internasional, me-reviuw artikel ilmiah, hingga ber chit chat dengan kolega dan masyarakat umum di pasar, hingga pusat perbelanjaan membuatku semakin yakin bahwa dalam belajar bahasa tidak ada yang lebih utama selain mempraktikannya.
Belajar Bahasa Seperti Bayi Belajar
Belajar bahasalah sebagaimana bayi belajar. Dimulai dari mendengar kemudian diucapkan berulang-ulang. Setelah terbiasa dalam pengucapan dan praktik dialognya, maka sedikit demi sedikit kita terus tingkatkan pengetahuan tentang tata bahasa yang baik dan benarnya. Setelah itu tuangkan apa yang ada dalam pikiran kita dalam bentuk tulisan. Tahapan-tahapan tersebut ternyata jauh lebih efektif dan efisien jika dibandingkan dengan metode belajar bahasa yang harus dimulai dengan rumus atau formula tanpa tahu kapan harus mengekspresikannya.
Berani mempraktikan dan menggunakannya adalah langkah awal meraih sukses belajar bahasa Inggris. Mengambil risiko malu, dianggap aneh, sok jago dan lainnya adalah hal-hal yang mungkin akan ditemui (ini pengalaman pribadiku hehe).
Paulo Coelho dalam sebuah quote-nya pernah menyampaikan Be brave, take a risk, Nothing can substitute experience. Yamemang betul, tak akan ada yang bisa membeli pengalaman yang telah kita dapatkan. Kita bisa sharing agar pengalaman kita juga bermanfaat untuk orang lain..So, Keep calm and practice your english now!
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.