Memahami Makna Kehidupan dari Novel Karya Sapardi Djoko Damono
Sastra | 2023-10-27 15:34:28Para peminat sastra pasti mengenal Sapardi Djoko Damono, seorang sastrawan terkemuka di Indonesia. Ia lahir di Surakarta, 20 Maret tahun 1940. Sapardi menghabiskan masa mudanya di Surakarta. Pada masa SMA, Sapardi sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Setelah lulus SMA pada tahun 1958, Sapardi mengembangkan hobinya dalam menulis saat menempuh kuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia menekuni bidang Bahasa Inggris di jurusan Sastra Barat, Fakultas Sastra yang sekarang dinamakan Fakultas Ilmu Budaya.
Sapardi Djoko Damono menciptakan banyak karya sastra berupa puisi dan novel. Ia menerima banyak penghargaan, di antaranya adalah Achmad Bakrie Award di Indonesia pada tahun 2003, Akademi Jakarta di Indonesia pada tahun 2012, Habibie Award di Indonesia pada tahun 2016, dan ASEAN Book Award pada tahun 2018. Puisi Sapardi Djoko Damono yang paling populer berjudul “Aku Ingin”, “Hujan Bulan Juni”, “Pada Suatu Hari Nanti”, “Akulah si Telaga”, dan “Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari”. Karya tersebut semakin terkenal saat banyak para pembaca puisi Sapardi Djoko Damono membuat musikalisasi puisi dari puisi-puisi tersebut. Ia juga semakin dikenal banyak orang saat salah satu karya novelnya yang berjudul Hujan Bulan Juni difilmkan dan diperankan oleh aktor dan aktris terkenal di Indonesia.
Selain puisi dan novel populer miliknya, terdapat karya terakhir yang diciptakan oleh Sapardi Djoko Damono, sebuah karya novel yang ia tulis saat sedang sakit dan tidak berhasil ia selesaikan sebelum akhirnya ia wafat pada tahun 2020. Novel ini berjudul “Sunyi adalah Minuman Keras” yang hanya terdapat 69 halaman di dalamnya.
Novel “Sunyi adalah Minuman Keras” menceritakan tentang Rara, seorang perempuan yang memilih untuk hidup sendiri dan belum ingin menikah, Rara ternyata memiliki berbagai cerita dan pengalaman hidup yang dia bagikan melalui tulisannya. Kegiatannya sebagai penulis hingga ke berbagai kota untuk promosi karyanya, membuatnya kian hari makin sibuk. Kehidupannya seperti sudah terjadwal, tanpa sedikitpun melenceng. Rutinitas monoton, seperti mengerjakan berbagai tugas, hingga menanggapi para penggemarnya melalui media sosial adalah sebuah kewajiban yang harus dia selesaikan segera, sebelum hari ini berganti menjadi hari esok.
Media sosial menjadikan Rara terkenal dan membuatnya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Rara. Mengembangkan jejaring sosial dalam usahanya meningkatkan popularitas membuatnya sibuk bekerja tanpa henti. Mengunggah setiap aktivitas pada waktu tertentu dan membuatnya lebih menarik dengan banyak aplikasi buatan akan menciptakan dunia yang penuh dengan kebahagiaan sekaligus kesengsaraan yang murni. Namun, semakin hari Rara merasa semakin sibuk dengan media sosial, sehingga membuat Rara serasa hidup sendiri. Ia tidak mempunyai teman untuk berbagi cerita secara langsung. Rara yang merasa kesepian di hari-harinya membuat ia mencurahkan segala pikiran dan perasaannya ke dalam postingan media sosialnya, yang dimaksudkan sebagai pesan tersirat dan permohonan untuk berusaha bangkit menjalani hari-harimu.
Tuhan punya rencana besar, karena tidak sengaja Rara menemukan teman yang bisa diajak berkomunikasi secara virtual. Seorang penggemar yang kemudian menjadi sobat yang memahami segala kekhawatirannya serta mengetahui segala hal tentang kondisi Rara. Mereka berkomunikasi dengan sangat akrab dan dekat. Hingga suatu hari, satu-satunya teman virtual Rara meninggal. Sebelum meninggal, ia mengirimkan beberapa cerita dongeng untuk Rara yang ternyata membuar Rara tersadar akan beberapa hal yang ia lewatkan.
Sapardi Djoko Damono berhasil menciptakan sebuah karya bebas interpretasi yang membuat para pembaca leluasa menafsirkan pesan-pesan tersembunyi dalam novel ini. Novel ini menawarkan pengalaman membaca yang memukau, dengan bahasa yang begitu indah sehingga mampu menghipnotis pembaca ke dalam renungan diam akan makna, dengan kedalaman pemikiran yang disajikan, merangsang pembaca untuk merenungkan keberadaan manusia dan dunia, mempunyai alur cerita dengan gaya bahasa yang lugas, sederhana namun memikat sehingga menciptakan pengalaman membaca yang kaya dan bermakna. Novel ini juga menjadi jendela untuk melihat ke dalam diri tokoh utama, sehingga pembaca dapat introspeksi dan merenungkan makna hidup dan cinta.
Meski kaya akan pemikiran dan bahasa, novel ini kurang memiliki alur cerita yang kuat dan jelas, sehingga mungkin membuat sebagian pembaca yang mencari cerita yang lebih terstruktur merasa tidak puas. Gaya bahasa yang digunakan Sapardi Djoko Damono, meskipun indah, namun bagi sebagian pembaca dapat membingungkan sehingga membutuhkan konsentrasi yang tinggi. Kurangnya penyelesaian konvensional dapat menimbulkan ketidakpuasan bagi pembaca yang mencari jawaban pasti dalam cerita, karena novel ini lebih fokus pada pertanyaan filosofis. Sifat introspektif dan puitis dalam novel ini mungkin kurang cocok untuk pembaca yang mencari pencerahan. hiburan atau cerita yang lebih sederhana.
Demikian, Sapardi Djoko Damono berhasil menghasilkan banyak karya yang memukau dan menarik perhatian para pembacanya. Novel “Sunyi adalah Minuman Keras” pun “meledak” di pasaran setelah diterbitkan setahun setelah ia meninggal.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
