Konsumsi Babi, Bahaya Menurut Islam dan Medis
Gaya Hidup | 2023-10-18 07:47:52Babi merupakan salah satu hewan yang dagingnya sering dikonsumsi dan disukai banyak orang. Meskipun memiliki rasa yang lezat dan mengandung nutrisi, babi termasuk salah satu hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi dalam Islam. Kita mungkin bertanya-tanya, mengapa babi haram dikonsumsi sementara hewan lain boleh untuk dikonsumsi? Ternyata, Islam mengharamkan babi karena hewan tersebut dapat membawa banyak keburukan bagi orang yang mengonsumsinya. Selain buruk menurut Islam, babi juga buruk ditinjau dari segi risiko kesehatan yang ditimbulkannya.
Menurut pandangan medis, babi dapat memberikan banyak dampak negatif yang berbahaya bagi kesehatan seseorang. Agama Islam menjauhkan pemeluknya dari hal-hal yang buruk, sehingga Islam mengharamkan konsumsi babi. Akan tetapi, mengapa konsumsi babi dianggap berbahaya bagi kesehatan, dan apakah yang menjadikannya haram dalam Islam? Dalam artikel ini, kita akan membahas dua aspek penting mengenai larangan konsumsi babi dari perspektif islam dan kesehatan.
Pandangan Islam Mengenai Konsumsi Babi
Keharaman konsumsi babi dalam Islam didasarkan pada Al-Qur'an dan Hadis. Dalam Al-Qur'an, babi disebutkan sebagai hewan yang haram (dilarang) untuk dimakan dalam beberapa ayat. Salah satunya dalam Surah Al-Baqarah (2:173), yang menyatakan, "Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya." Namun, apakah alasan Islam mengharamkan babi? Babi haram dikonsumsi dalam Islam dengan alasan menjaga kesehatan dan kebersihan kita, serta menghindarkan kita dari pengaruh perilaku buruk yang dimiliki babi.
Babi adalah hewan yang buruk menurut pandangan psikologis sehingga dapat memengaruhi orang yang mengonsumsinya. Babi memiliki sifat yang rakus, pemalas, dan sangat kotor, yaitu babi seringkali memuntahkan kembali makanannya untuk dimakan kembali, dan babi suka bermalas-malasan dan enggan mencari makanan sendiri. Tempat-tempat basah dan kotor seperti lumpur merupakan tempat yang disenangi babi, hal ini tentu akan menyebabkan tubuh babi terpapar hal-hal kotor yang dapat menimbulkan penyakit. Babi dapat menjadi pembawa virus dan bakteri, bahkan cacing terkandung dalam tubuh babi. Selain itu, babi juga memakan kotorannya sendiri dan kotoran manusia. Kita pasti merasa enggan untuk mengonsumsi babi setelah mengetahui betapa joroknya hewan tersebut. Oleh karena itu, tentu saja Islam mengharamkan babi karena banyaknya karakteristik negatif yang dimiliki babi.
Pandangan Medis Mengenai Konsumsi Babi
Babi dipandang buruk untuk dikonsumsi dari segi kesehatan karena perilaku babi yang kotor dan jorok. Selain itu, babi memiliki banyak lemak sehingga sulit untuk dicerna tubuh. Kantung kemih pada babi juga sering mengalami kebocoran sehingga urin babi menyerap pada dagingnya. Hal ini akan dapat menimbulkan risiko timbulnya berbagai penyakit yang dibawa oleh babi tersebut. Diantaranya adalah infeksi parasit (cacingan) seperti cacing pita, infeksi hepatitis E, kanker hati dan sirosis akibat senyawa N-nitroso yang terkandung dalam babi, menjadi sumber penularan zoonosis yaitu penyakit yang ditularkan melalui hewan ke manusia, serta meningkatkan risiko penyakit jantung akibat lemak jenuh yang terkandung dalam babi dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.
Kesimpulan yang bisa kita dapat dari penjelasan di atas, bahwa konsumsi babi dianggap berbahaya dan dilarang oleh Islam dan medis. Islam telah mengharamkan konsumsi babi supaya pemeluknya terhindar dari sifat-sifat yang buruk serta penyakit-penyakit yang dapat timbul akibat konsumsi babi. Selain dari pandangan Islam, keburukan psikologis dan risiko kesehatan yang ditimbulkan babi terbukti secara ilmiah. Oleh karena itu, sebaiknya kita menghindarkan diri dari konsumsi babi karena banyaknya keburukan yang dapat timbul akibat mengonsumsinya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.