Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cut Syafira Aldina

10 Kepribadian yang Harus Dimiliki Seorang Muslim

Gaya Hidup | Tuesday, 10 Oct 2023, 12:53 WIB

Pembahasan tentang kepribadian menjadi sesuatu yang menarik perhatian banyak pihak sehingga menimbulkan banyak teori-teori dengan sudut pandang berbeda. Sebagaimana Islam yang hadir memberikan solusi terhadap setiap permasalahan, begitu pula bertujuan untuk mewujudkan kepribadian (syakhshiyyah) yang berbeda berbeda dan lebih istimewa. Hal ini kembali pada salah satu tujuan Allah ta’ala mengutus Rasulullah ﷺ yaitu untuk menyempurnakan akhlak dan pribadi manusia sebagaimana dalam salah satu hadist:

إنما بعثت ﻷتمم مكارم الأخلاق

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah ta’ala) untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR: Baihaqi).

Paradigma kepribadian

Istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kepribadian diantaranya ada mentality yang bermakna situasi mental yang dihubungkan dengan kegiatan mental, personality, yaitu sebuah totalitas karakter personal. Individuality, yang berarti sifat khas yang menyebabkan seseorang mempunyai sifat berbeda dari orang lain, identity, yaitu sifat kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifat - sifat mempertahankan dirinya terhadap sesuatu dari luar. (Rahmat, 1949)

Sedangkan dalam Islam kepribadian memiliki arti serangkaian perilaku normative manusia, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, yang normanya diturukan dari alQur’an, as Sunnah, dan Ijtihad. (Mujib, 2007)

Istilah dalam studi keilmuan yang bermakna sama dengan kepribadian pun ada huwiyah, dzatiyah, nafsiyyah, khuluqiyah dan syakshiyyah. Jika dijabarkan pun setiap kata itu memiliki makna tersendiri.

Maka Kepribadian Islami merupakan akumulasi dari berbagai karakter dan sifat yang melekat pada diri individu yang berwujud pada perilaku sehari-hari yang mengarah pada nilai-nilai Islami. Kepribadian Islami terbentuk ketika individu memasuki tahap usia dini, yaitu dengan penanaman berbagai macam pengasuhan dari orang tua. (Mualifah, 2009)

Term tentang kepribadian Muslim ini sering dibahas oleh para ulama. Menurut syaikh Taqiyuddin An Nabhani, kepribadian manusia tidak ada kaitannya dengan bentuk tubuh, wajah, keserasian fisik dan hal lain sejenisnya. Manusia memiliki keistimewaan disebabkan akalnya, sementara baik atau buruknya kepribadian manusia ditunjukan oleh perbuatannya.

Menurutnya dalam Syakhshiyyah al-Islamiyyah, kepribadian seseorang dibentuk oleh cara berpikirnya (aqliyah) dan caranya berbuat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginannya (nafsiyah).

Adapun beberapa karakteristik yang harus dimiliki seorang Muslim dirumuskan menjadi 10 hal.

1. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)

Fase dakwah Rasulullah ﷺsaat di Makkah berjalan selama 13 tahun berfokus pada pembinaan aqidah, memperkuat akar-akarnya sampai menjaga kemurniannya. Maka good faith atau aqidah yang bersih merupakan sesuatu yang harus dimiliki setiap muslim. Melihat banyaknya pemikiran yang merusak aqidah baik secara terang-terangan atau tersirat. Seorang Muslim harus memiliki ikatan yang kuat pada Sang Pencipta yaitu Allah ta’ala adar terhindar dari penyimpangan. Jika aqidah sudah bersih salim maka tidak ada ikatan dunia yang mampu membelenggu kecuali ikatan pada Allah ta’ala.

2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)

Secara fitrah, manusia menyukai hal yang benar dan baik. Begitu juga dalam masalah ibadah. Right Devotion atau ibadah yang benar merupakan salah satu perintah Rasulullah ﷺ dalam salah satu hadistnya yang berbunyi:

عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي»، رَوَاهُ البُخَارِيُّ.

Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 628 dan Ahmad, 34:157-158]

Munculkan rasa cinta saat beribadah sehingga shahihul ibadah pun akan terpenuhi.

3. Matinul Khuluq (keteguhan akhlak)

Menurut Syed Naquib al-Attas dalam buku Konsep Pendidikan dalam Islam, akhlak adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh yang menegaskan pengenalan dan pengakuan terhadap posisi yang tepat mengenai hubungannya dengan potensi jasmani, intelektual dan ruhaniyah. Akhlak merupakan tata nilai yang telah diset-up oleh Allah bagi manusia untuk memudahkannya dalam menjalankan misi khalifah di bumi. Maka sebagai seorang Muslim harus memiliki strong character. Belajar tentang akhlak pun tidak jauh-jauh yaitu dari akhlak yang dimiliki Rasulullah ﷺ sebagaimana firman Allah ta’ala:

Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki akhlaq yang mulia." (QS. Al-Qolam:4)

4. Qawiyyul Jismi (fisik yang kuat)

Physical power harus dimiliki setiap Muslim agar mampu melaksanakan ajaran Islam secara optimal. Shalat, puasa, zakat dan haji adalah perjuangan ibadah ritual yang harusnya dilaksanakan dengan fisik sehat juga kuat. Rasulullah ﷺ bersabda “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan,” (HR. Muslim).

5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berpikir)

Menurut Ahmad Mushthafa al-Maraghi dalam tafsirnya, manusia dikaruniai oleh Allah ta’ala menjadi empat tingkatan hidayah (petunjuk, guide, peta jalan kehidupan), yaitu hidayah al-Ilham (ilham, insting, naluri), hidayah al-hawass (pancaindera), hidayah al-‘aql (akal, kompetensi berpikir), dan hidayah al-syara’iwa al-adyan (syariat, agama, wahyu) melalui para Nabi dan Rasul. Maka thinking brilliantly atau intelek dalam berpikir harusnya menjadi salah satu karakter setiap Muslim yang kuat. Oleh karena itu banyak ayat di dalam al-Quran yang memerintahkan kita untuk berpikir bahkan kerap kali menyindir kita yang tidak berpikir sehingga sulit mendapat hidayah kebenaran.

6. Mujahadatun Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, nafsu adalah kecenderungan tabiat kepada sesuatu yang dirasa cocok. Kecenderungan ini merupakan satu bentuk ciptaan yang ada dalam diri manusia, sebagai urgensi kelangsungan hidupnya. Nafsu mendorong manusia kepada sesuatu yang dikehendakinya.

Imam al-Ghazali menyebut ada 3 bentuk perlawanan manusia terhadap nafsu. Pertama, nafsu muthmainnah (nafsu yang tenang), yakni ketika iman menang melawan hawa nafsu, sehingga perbuatan manusia tersebut lebih banyak yang baik daripada yang buruk. Yang kedua, nafsu lawwamah (nafsu yang gelisah dan menyesali dirinya sendiri), yakni ketika iman kadangkala menang dan kadangkala kalah melawan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut perbuatan baiknya relatif seimbang dengan perbuatan buruknya. Yang ketiga adalah nafsu la’ammaratu bissu’ (nafsu yang mengajak kepada keburukan), yakni ketika iman kalah dibandingkan dengan hawa nafsu, sehingga manusia tersebut lebih banyak berbuat yang buruk daripada yang baik. Maka Continence atau berjuang melawan hawa nafsu merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada setiap Muslim. Dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ

“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk tunduk pada ajaran yang aku bawa.” (Diriwayatkan dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad yang shahih menurut Imam Nawawi. Namun penshahihan hadits ini tidak tepat menurut Ibnu Rajab).

7. Harishun ‘ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)

Manusia memiliki banyak tugas maka manajemen waktu diperlukan setiap saat. Dalam Al-Qur’an, kata waqt (waktu) ditemukan sebanyak tiga kali. Kata tersebut digunakan dalam konteks pembicaraan tentang masa akhir hidup di dunia ini (QS 7:187, 15:38, dan 38:81). Bisa disimpulkan bawah waqt adalah batas akhir dari masa yang seharusnya digunakan untuk bekerja. Maka Good time management harus dimiliki setiap Muslim.

Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah ﷺ bersabda,

اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Artinya: “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara :

[1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,

[2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,

[3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,

[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,

[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.”

(HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)

8. Munazhzhamun fi Syu’unihi (teratur dalam suatu urusan)

Islam mengatur setiap hal dari yang kecil sampai besar. Seperti apa saja yang harusnya kita kerjakan saat bangun tidur, yang harus dilakukan saat bertemu orang, yang harus dilakukan saat mengatur hal-hal lain. Semuanya terorganisir dengan baik dan harusnya setiap Muslim memiliki karakter well organized. Banyak caranya seperti menulis jadwal kegiatan di jurnal pribadi, mengeliminasi kegiatan yang tak cukup penting, mempunyai back up plan atau lain-lain.

9. Qodirun ‘alal Kasbi (mandiri)

Setiap Muslim harus memiliki karakter independent dalam kehidupan sehari-hari. Ada usaha atau ikhtiar untuk melakukan sesuatu seperti bekerja, belajar, atau menghadapi masalah besar. Tidak ada istilah galau dalam Islam. Jika kita dihadapkan dengan sesuatu hal yang besar di depan maka harus dihadapi. Tentu jika bekerja maka harus dalam koridor halal, benar dan baik. Ikhtiar belajar agar lulus ujian tentu dengan bersungguh-sungguh menguasai pelajaran bukan dengan menyontek.

10. Naafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)

Berikan kontribusi yang luas untuk siapa pun dan apapun. Karena giving contribution harusnya merupakan sebuah karakter seorang Muslim. Maka jangan sampai kita tidak siap untuk berpikir atau mempersiapkan diri di setiap kondisi. Ambil peran yang baik dalam masyarakat, jadilan agent of change. Rasulullah ﷺ bersabda:

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no:3289).

Semoga kita memiliki semua kepribadian di atas agar menjadi Muslim yang berkarakter. Aaamin.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image