Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

Pembelajaran yang Memberdayakan

Eduaksi | Monday, 09 Oct 2023, 14:27 WIB

Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie

(Direktur Pengembangan Insani Foundation, Konsultan Pendidikan, dan Fasilitator Sekolah Penggerak)

Pembelajaran semestinya mampu mengembangkan potensi setiap murid dan mengaktualkannya menjadi kompetensi. Setiap murid memiliki potensi masing-masing. Tugas gurulah untuk mengembangkannya. Guru harus paham setiap murid memiliki starting point (titik awal) yang berbeda.

Ada murid yang sudah berada di kilometer 70 untuk bergerak menuju kilometer 100 sebagai destinasi pembelajaran yang dituju. Namun, sangat mungkin ada murid yang baru berada di kilometer 30. Tentu saja kedua murid ini tidak bisa disamakan. Karena, titik awal keberangkatannya sudah berbeda. Murid dengan titik awal kilometer 30 tidak bisa digenjot untuk bergerak dan sampai pada kilometer 100 dalam lini masa yang sama dengan murid yang titik awalnya di kilometer 70.

Belum lagi dilihat dari sisi kecepatan bergerak. Ada murid yang bisa bergerak dengan kecepatan 70 km/jam, tapi ada juga murid yang hanya mampu bergerak dengan kecepatan 30 km/jam, mungkin ada yang lebih lambat lagi. Perbedaan karakteristik murid inilah yang harus menjadi perhatian guru.

Guru harus mampu memetakan potensi dan kemampuan muridnya untuk bisa menyajikan pembelajaran yang memberdayakan. Maksudnya, pembelajaran yang mampu mengantarkan setiap murid mencapai pencapaian terbaiknya dengan titik awal keberangkatan dan kecepatan bergerak masing-masing. Karena itu, asesmen awal pembelajaran menjadi penting agar guru memiliki peta potensi dan kemampuan murid-muridnya.

Berbekal pemetaan potensi dan kemampuan murid tersebut, guru mendisain pembelajaran yang berdiferensiasi. Maksudnya, pembelajaran yang bisa diikuti oleh semua murid dengan keragamannya. Sebagai analogi, murid yang sudah mahir menendang bola, diarahkan untuk melatih tendangan dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi. Sementara, murid yang sudah bisa menendang bola, namun belum mahir, diajarkan teknik-teknik menendang bola yang akurat. Lain lagi dengan murid yang baru bisa menendang bola, maka diajarkan teknik-teknik dasar menendang bola.

Demikian pula dalam aspek evaluasinya. Guru menyajikan pilihan cara dan pendekatan dalam asesmen. Tidak melulu asesmen berupa tes tulis, melainkan ada unjuk kerja, projek, presentasi, dan sebagainya. Dengan demikian, setiap murid akan berkembang dengan potensi dan kemampuannya masing-masing.

Guru layaknya menjadi pemandu wisata. Seorang pemandu wisata harus memastikan setiap peserta menikmati perjalanan wisatanya. Seorang pemandu wisata memandu peserta melewati rute perjalanan yang mengasyikkan. Ia memberikan penjelasan bermakna selama perjalanan menuju titik destinasi wisata. Demikian pula seharusnya dalam pembelajaran. Setiap murid menikmati wisata pembelajaran yang disajikan guru.

Sebagaimana ada pemandu wisata yang mengasyikkan, ada pula pemandu wisata yang membosankan. Dalam hal ini, sudah pasti peserta wisata tidak akan menikmati perjalanan wisatanya. Titik destinasi wisata yang dituju tidak lagi menjadi titik kulminasi perasaan bahagia atas perjalanan wisata tersebut.

Demikian pula dalam pembelajaran. Ada guru yang mampu menyalakan semangat belajar para murid karena sajian pembelajarannya mencerahkan dan memberdayakan. Namun, ada pula guru yang membosankan karena bertahun-tahun mengajar dengan metode dan materi itu-itu lagi. Tidak ada inovasi dalam sajian pembelajarannya. Tidak ada kontekstualisasi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

Guru harusnya menjadi seperti bidan yang membantu setiap ibu mengerahkan energi terbaiknya untuk melahirkan anaknya. Seorang bidan yang ahli mampu membimbing seorang ibu secara bertahap mulai dari pembukaan satu, dua, tiga sampai pembukaan sepuluh hingga puncaknya melahirkan. Demikianlah, guru yang baik mampu mendampingi murid-muridnya dalam proses pembelajaran, sehingga setiap murid bisa mengikuti pembelajaran dengan baik sesuai tahapannya masing-masing.

Mengajar juga layaknya bercocok tanam. Saksamailah petani dalam bercocok tanam. Ia sangat tekun dan telaten merawat tanamannya, mulai benih, bertunas, berbunga, hingga berbuah. Petani dengan sabarnya menyirami dan memberikan pupuk dengan tekun. Hingga pada masanya tanaman itu berbuah. Demikianlah guru dalam mengajar. Ia membutuhkan kesabaran dan ketelatenan.

Oleh karena itu, dibutuhkan seorang guru yang memiliki jiwa pendidik sejati. Guru yang dalam dadanya menyala spirit pengabdian. Guru yang mampu meluaskan mindset-nya agar tidak terkerangkeng dalam ruangan persegi bernama kelas. Ia mampu meluaskan mindset-nya dengan membayangkan murid-murid yang ada di hadapannya kini, pada masa mendatang adalah para pemimpin yang akan memberikan kontribusi terbaik dibidangnya masing-masing.

Luasnya mindset guru akan menumbuhkan motivasi dalam diri bahwa pembelajaran di kelas bukan tentang mengajar untuk menggugurkan kewajibannya semata, melainkan tentang menyiapkan generasi pemimpin masa depan. Dengan demikian, terjadi transformasi kelas ajar, yang pada akhirnya terjadi transformasi pendidikan nasional sebagaimana ditargetkan dalam visi pendidikan Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image