Ke Depan Masih Perlukah Pemerintah Memprioritaskan Pembangunan IKN?
Politik | 2023-10-08 20:18:38Undang Undang RI Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara telah diratifikasi pada 18 Januari 2022. Subtansi dari undang-undang tersebut adalah pemindahan ibu kota negara, Jakarta ke wilayah Kalimantan Timur.
Undang Undang ini mengatur mengenai Ibu Kota Nusantara dan pelaksanaan pemerintahannya yang dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara. Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk:
>Menjadi kota berkelanjutan di dunia
>Sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, dan
>Menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ibu Kota Nusantara berfungsi sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan pusat, serta tempat kedudukan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional.
“Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,” kata Jokowi, sebagaimana dikutip Kompas.com, (26/8/2022).
Dengan demikian, Indonesia akan mempunyai IKN yang baru menggantikan Jakarta, yakni Ibu Kota Negara yang bernama “Nusantara” dan diakronimkan sebagai IKN - Ibu Kota Nusantara.
Dalam perjalanannya UU RI Nomor 3 Tahun 2022 mengalami revisi agar dalam praktik pelaksanaan proses mewujudkan Ibu Kota Negara baru sesuai dengan yang diidealkan. Lebih-lebih terhadap aspek yuridisnya dalam upaya pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara.
Revisi undang-undang dimaksud disahkan melalui Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024, 3/10/2023.
Sebenarnya, apa urgensi dari pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) itu sehubungan dengan situasi dan kondisi sosial-ekonomi dan politik global, yang selanjutnya akan memengaruhi pula terhadap bangsa dan negeri ini?
Ketimpangan Kue Pembangunan di Negeri Ini
Mencuatnya ide pembangunan IKN lebih banyak disebabkan oleh ketidakseimbangan (ketimpangan) kue pembangunan antara Jakarta dan daerah yang dalam bahasa politis terkini adalah soal “pemerataan”. Beban Jakarta sebagai ibu kota faktanya sangat berat.
Faktor variabel beban berat Jakarta yang dimaksud, diantaranya adalah sebagai berikut:
>Kepadatan penduduk 16.704 jiwa/km, dibandingkan dengan kepadatan penduduk Indonesia hanya 141 jiwa/km.
>Kemacetan Jakarta sebagai kota termacet di dunia yang ke-31 dari 57 negara di dunia pada 2020 (Tom Tom Traffic Index)
>Permasalahan Geologi dan Lingkungan yang akut, di antaranya adalah banjir yang setiap tahun, terjadinya penurunan tanah di sebagaian wilayah Jakarta yang telah mencapai di bawah permukaan air laut. (www.djkn.kemenkeu.go.id)
Namun ada hal yang lebih prioritas yang harus diselesaikan lebih dulu oleh pemerintah dan yang sifatnya lebih mendesak. Dimana prioritas yang dimaksud selama ini telah menjadi “Rapor Merah” bagi setiap presiden di negeri ini. Yakni, tentang swasembada beras dan komoditas pangan lainnya. Hal ini karena ke depan Indonesia sudah tidak bisa lagi bergantung kepada negara lain. Ini sangat penting untuk disadari bersama.
Menurut Presiden Jokowi, alasan utama dibangunnya IKN adalah pemerataan baik dari sisi ekonomi, penduduk, maupun pembangunan.
"Semuanya ada di Jawa, 58 persen (PDB ekonomi), dan 56 persen penduduk Indonesia itu ada di Jawa. Betapa sangat padatnya Pulau Jawa sehingga memerlukan yang namanya pemerataan pembangunan tidak Jawasentris tapi Indonesiasentris," ujar Presiden Jokowi.
"Sehingga kita harapkan nanti ibu kota baru ini betul-betul sebuah Ibukota yang negara lain tidak memiliki, negara lain tidak memiliki," tutur Presiden.
Presiden pun meyakini proyek IKN akan rampung dalam 15 hingga 20 tahun mendatang dan IKN menjadi kota pemerintahan. (www.setneg.go.id)
Presiden juga menekankan bahwa pemindahan ibu kota bukan sekedar pemindahan fisik terkait bangunan atau gedung-gedung pemerintahan. Melainkan, pemindahan budaya kerja dan pola pikir baru disertai dengan sistem dan sumber daya manusia yang dipersiapkan dengan baik.
Persoalannya, apalah guna kita punya ibu kota baru, infrastruktur super megah, namun di sisi lain rakyatnya miskin dan kelaparan?
Negara boleh saja berpredikat maju, industrinya berkembang pesat, akan tetapi apabila ketahanan pangan dan kedaulatan pangannya menjadi rapuh, maka kesemuanya: menjadi percuma dan tidak ada gunanya.
Betapa bersikukuh dan berambisinya Pemerintahan Presiden Jokowi dalam mengupayakan pembangunan IKN. Hal ini nampak sekali dengan disahkannya UU RI Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, yang telah diratifikasi pada 18 Januari 2022. Subtansi dari undang-undang tersebut adalah pemindahan ibu kota negara, dari Jakarta ke wilayah Kalimantan Timur.
Bahkan, perjalanan upaya pembangunan IKN, UU RI Nomor 3 Tahun 2022 ditempuh dengan melakukan revisi agar dalam praktik pelaksanaan proses mewujudkan Ibu Kota Negara baru sesuai dengan yang diidealkan. Lebih-lebih terhadap aspek yuridisnya dalam upaya pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara.
Revisi undang-undang dimaksud disahkan melalui Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024, 3/10/2023.
Itu artinya apa? Agar Sang Presiden Jokowi tidak terkesan inkonstitusional dalam menjalankan kebijakannya, sehingga bisa lepas dari jerat hukum, khususnya hukum tata negara di negeri ini.
Ingat, gejala yang kian menguat tentang melejitnya harga beras akan mendongkrak inflasi dan menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Di samping itu beras sebagai komoditas politik, sangat berpotensi menimbulkan gejolak sosial.
Peristiwa sejarah 1965 dan 1998 yang telah dialami bangsa negeri ini, yakni krisis sosial-ekonomi hingga krisis politk yang memantik krisis pangan dan mengakibatkan kerusuhan massal, cukuplah sudah sebagai pelajaran yang berharga. Jangan sampai bangsa negeri ini mengulang jatuh dan terperosok di lobang yang sama.
Swasembada Pangan, Solusi Fundamental
Sebagai upaya solusif di kala berhadapan dengan kondisi sosial-ekonomi dan politik di negeri ini yang menggejala sebagai serangkaian imbas dari situasi global, semua komponen kekuatan sudah seharusnya lebih diarahkan untuk pencapaian swasembada pangan meskipun untuk sementara waktu:
>Menghentikan pembangunan fisik (infrastruktur) yang tidak terkait langsung dengan pangan.
>Tak terkecuali terhadap Pembangunan IKN.
Sebab, ke depan yang dibutuhkan adalah:
>Pemimpin yang memiliki wawasan mitigasi bencana dan respect pada sistem keseimbangan secara menyeluruh di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
>Bukan pemimpin yang haus akan pencitraan dan berusaha mendulang suara dengan menjadi pengekor dan penjilat presiden saat ini.
Ancaman pelbagai bencana kian marak dan sudah di depan mata yang kesemuanya akan berimplikasi pada krisis pangan yang merapuhkan kedaulatan panngan suatu bangsa dan negara.
Masihkah kita bercara pandang dengan menghambur-hamburkan energi besar hanya demi mengejar target pembangunan IKN sebagai proyek mercusuar itu?
Sekian dan terima kasih. Salam Seimbang Universal indonesia Nusantara ....
*****
Kota Malang, Oktober di hari kedelapan, Dua Ribu Dua Puluh Tiga.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.