Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Radit Fabian

Apa Makna Kesaktian Pancasila, Hanya Sloganistik ?

Pendidikan dan Literasi | 2023-10-03 00:57:54

SOEKARNO pernah berkata “Bangsa Yang besar, adalah Bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya”, sebelumnya perlu diingat Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Oktober, berbeda dengan Hari Lahir Pancasila yang diperingati setiap tanggal 1 Juni yang merupakan awal mula Pancasila sebagai lambang negara.

Dari tahun ke tahun hari Kesaktian Pancasila di Indonesia selalu diperingati pada tanggal 1 Oktober setiap tahunnya. Peringatan Hari Kesaktian Pancasila diatur dalam Keppres RI Nomor 153 Tahun 1967 tentang Penetapan Tanggal 1 Oktober sebagai Peringatan Hari kesaktian Pancasila.

Tanggal 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila adalah buah dari perjuangan bangsa dalam mempertahankan Ideologi Bangsa Indonesia yang mana kaitannya erat dengan kejadian kelam G30S/PKI pada tanggal 30 September 1965.

Pada tanggal 30 September akan diperingati dengan pengibaran Bendera Merah Putih setengah tiang, kemudian pada tanggal 1 Oktober bendera di kibarkan dengan penuh. Pengibaran bendera setengah tiang memiliki makna duka atas gugurnya Pahlawan Revolusi pada kejadian G30S/PKI dan pada tanggal 1 Oktober bendera dikibarkan secara penuh adalah bentuk dari Kemenangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan Idelogi Pancasila.

Setiap kali memperingati Hari Kesaktian Pancasila, Kesadaran bangsa seakan ditarik mundur oleh ingatan traumatis untuk senantiasa terperangkap dalam persepsi bayang-bayang permusuhan. Padahal, betapapun sulit melupakan pristiwa kelam, impian kesaktian pancasila sulit diwujudkan manakala kita tak bisa memutuskan rantai balas dendam.

Apa Arti Kesaktian Jika kita saksikan Pancasila sering dikalahkan ?

Mulai dari berbagai kasus intoleransi Pancasila dapat dimaknai kalah. Secara umum kasus intoleransi dari diskriminasi atas kebebasan berkeyakinan dan beragama dalam ruang lingkup kebhinakaan kita bisa menyaksikan bahwa berbeda keyakinan dianggap ekstremisme, hingga pada poros kasus pelanggaran HAM yang terjadi di dalam sila ke 2 Kemanusiaan.

Indonesia kini soalah-soalah telah gagal menuju bangsa yang berperikemanusiaan. Maraknya kasus pelanggaran HAM, karakter warga negara seakan tak mampu Pancasila membentenginya. Nilai-nilai luhur Pancasila dalam konteks kesaktian yang saya pahami bagaiman Pancasila bukan hanya sekedar bisa berdiri kokoh sebagai ideologi yang masih dianut tapi bagaiman kita Mentafsirkan akan makna kesaktian pada ruang lingkup Universal, hingga Pancasila harus mampu membentuk karakter warga negara jika ia memang sakti.

MEMANG betul secara prespektif individu saya memandang, Kesaktian Pancasila Hanya sebua Seloganistik Para Rezim yang Berkuasa Sejak Itu hingga dipertahankan sampai saat ini.

Keberadaan Nilai-Nilai Filosofi Pancasila hanya sebagai dokumen tertulis “tinta hitam diatas kertas putih” yang kemudia hanya sebagai bahan hafalan para pelajar diperguruan tinggi bukan instrumen dalam membentuk karakter warga negara. Kita dapat memandang bagaimana kondisi objektif yang terjadi ditengah ruang lingkup social keadaan nilai-nilai Pancasila soalah-olah tak memiliki kesaktian seperti yang gaungkan. (Jika memandang kesaktian harus secara universal). Mulai dari pada sial Pertama yang kemudian dibentengi oleh sila kedua hingga sampai sila ke lima. Kita dapat memaknai itu semua hanya selogan semata tapi praktis ditengah sosoial belum terwujud sama sekali.

Nilai ketuhanan kebebasan akan keyakinan dianggap ekstremisme dan aneh bila kita berbeda keyakinan. Hingga Nilai kemanusia yang sudah pudar hilang pada Qolbu setiap individu. Nilai persatuan sudah tak bisa kita percaya, konflik ketimpangan yang terjadi seringkali disebabkan oleh prilaku Rasisme akan kultur (baik bahasa, budaya dan warna kulit) bahkan nilai persatuan sila ke Tiga tak mampu membentengi bagaimana ketika ada perbedaan pendapat dan itulah yang berpotensi menyebabkan konflik sesama warga negara. Apalagi bicara nilai-nilai sila selanjutnya, kesaktian Pancasila hanya selogan semata sebab ia tak mampu beriringan dengan praktek warga negara. Nilai sila keEmpat dan KeLima tak sanggup saya ungkapkan bagaiman maraknya praktik kesewenangan akan hal tsb. Nilai Musyawarah menuju mufakat hingga keadilan sosoial tak kunjung terwujud dan diabaikan.

Kesaktian Sloganistik

Singkat saya ; Dengan demikian, Hari Kesaktian Pancasila sebenarnya menciptakan slogan tentang kesaktian Pancasila, tanpa ke dalam pengetahuan Pancasila. Itulah sebabnya nilai Kesaktian tak seberiringan dengan praktik warga negara karena kurangnya Epistemolgi Pancasila.

Kita diajak menyepakati Bahwa Pancasila sakti diatas Ideologi Lain, melalui keputusan Presiden, namun kita tak pernah di-didik, Mengapa Pancasila Sakti ? Jawaban atas pertanyaan ini sejak awal dimiliki para pendiri bangsa, yang pemikirannya dihapus dari tafsir filosofis kesaktian Pancasila.

Maka tidak heran jika sebagian masyarakat hendak lebih tertarik dengan Khilafatisme, misalnya, karena mereka tidak mengetahui pemikiran Hatta, Penyusunan “Teosentrisme Pancasila” yang Ilahiah. Demikian pula kalangan progresif tidak tertarik pancasila karena mereka tidak dikenalkan “Nasionalisme Progresif” Soekarno atau “Humansime Demokratik” dari Ki Hadjar Dewantara.

Pancasila di Slogankan Bersifat sakti, tetapi akal pikiran kita tidak pernah tercerahkan olehnya, akibat penghapusan “Kedalaman Filosofi” dari Dasar Negara. Kalau begini Realitasnya bagaiman Kesaktian Bisa Diwujudkan dalam konteks Universal ?.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image