Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Penyebab Terusnya Kenaikan Harga Cukai Rokok

Ekonomi Syariah | Tuesday, 26 Sep 2023, 10:57 WIB
Sumber : https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fdisk.mediaindonesia.com%2Fthumbs%2F600x400%2Fnews%2F2023%2F07%2Ffc922403925e17420ebccb2aff9a38d4.jpg&tbnid=xTcZYLRr1Jq9pM&vet=1&imgrefurl=https%3A%2F%2Fmediaindonesia.com%2Fekonomi%2F599226%2Fstruktur-tarif-cukai-kompleks-dorong-rokok-murah-makin-menjamur&docid=mefNWbnsfTiRaM&w=376&h=279&source=sh%2Fx%2Fim%2Fm5%2F2

Menurut pengamat ekonomi, Faisal Basri, pemerintah perlu menaikkan harga jual eceran (HJE) rokok secara signifikan yang dibarengi dengan kontrol di tingkat ritel untuk mengawasi rokok ilegal yang beredar. Berikutnya, simplifikasi tarif cukai rokok menjadi hanya tiga lapis karena aturan saat ini terdapat delapan lapis. Terakhir, pemerintah harus berani membuat aturan jumlah batang rokok dijual tidak kurang dari 20 batang per bungkus yang berlaku untuk semua jenis rokok.

Tentu saja, untuk mengakomodasi usulan tersebut, tidaklah mudah. Apalagi, semuanya itu berkaitan erat dengan nilai cukai yang sangat berguna bagi perekonomian nasional. Pada kurun 2011-2020, pemerimaan negara dari hasil cukai industri tembakau rata-rata mencapai Rp 125 triliun per tahun. Tahun lalu, per Agustus 2021, cukai hasil tembakau mencapai Rp 111,1 triliun.

Hal tersebut menggambarkan bahwa cukai tembakau memiliki posisi strategis dalam perekonomian nasional. Akan selalu terjadi tarik-menarik antara pendapatan negara, kemajuan perekonomian, dan pengendalian konsumsi rokok dengan alasan kesehatan. Inilah dua kutub industri olahan tembakau yang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pemerintah hingga saat ini belum menandatangani FCTC, tetapi terus menaikkan harga cukai tembakau tiap tahunnya.

Kenaikan cukai rokok itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

"Batasan harga jual eceran per batang atau gram dan tarif cukai per batang atau gram hasil tembakau buatan dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2023 sampai dengan tanggal 31 Desember 2023," bunyi Pasal 2 ayat 2 beleid itu dikutip, Senin (19/12/2022).

Secara rinci, kenaikan cukai rokok ini berlaku untuk golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT) yang masing-masing memiliki kelompok atau golongan tersendiri. Khusus untuk SKT kenaikan tarif cukai rokok maksimum 5 persen karena pertimbangan keberlangsungan tenaga kerja.

Awal November 2022, pemerintah memutuskan menaikkan tarif hasil tembakau (CHT) untuk rokok atau cukai rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan ini berlaku untuk golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT). Untuk cukai rokok elektronik naik 15 persen dan 6 persen untuk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).

Seiring naiknya harga rokok legal di pasaran, ada dugaan pembelian rokok ilegal akan turut naik di masyarakat. Tanpa menyematkan pita cukai resmi pada kemasan, tentu saja rokok ilegal dijual dengan harga murah, sekitar Rp 7.000 hingga Rp 15.000 per bungkus. Perbedaan ini terpaut sangat jauh dengan rokok pabrikan besar yang kini rata-rata dijual lebih dari Rp 25.000 per bungkusnya.

Kehadiran rokok ilegal tentu meresahkan bagi pengusaha pabrik rokok golongan kecil dan para pekerjanya. Kenaikan cukai rokok tentu tidak dapat ditolak dan akhirnya mendorong menaikkan harga rokok. Imbasnya, omzet penjualan berpotensi turun dan para konsumen beralih ke rokok ilegal yang jauh lebih murah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image