Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yusra

Koneksi antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

Guru Menulis | Wednesday, 20 Sep 2023, 20:05 WIB
Penulis

Perkenalkan saya yusra, S. Ag dari SMP Negeri 2 Banda Aceh, calon Guru Penggerak Angkatan 8 tahun 2023. Pada kesempatan ini saya ingin berbagi pengetahuan tentang Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.yang terangkum dalam dalam Koneksi Antar materi Modul 3.1.

Terima kasih saya ucapkan kepada Fasilitator Wahid Rohman, S. Or yang sangat luar biasa, Pangajar Praktik Asmaul Husna, S.Pd yang telah banyak membimbing saya sejak awal pada Program Pendidikan Guru Penggerak ini.

Berikut ulasan saya semoga bermanfaat!

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best) ~Bob Talbert~

Kutipan di atas mengandung pesan bahwa penting untuk mengajarkan anak-anak keterampilan dasar seperti menghitung dan berbagai kompetensi akademis lainnya. Namun ada hal yang lebih penting adalah mengajarkan mereka nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang lebih tinggi atau yang dianggap terbaik dalam kehidupan.

Seperti mengajarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis harus mencakup juga pembentukan karakter dan pengembangan etika.

Artinya, selain belajar untuk menghitung dan memiliki keterampilan akademis, anak-anak juga harus diajarkan tentang moral, nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, empati, tanggung jawab, dan kualitas-kualitas lainnya yang dianggap sebagai hal yang paling berharga dalam kehidupan.

Pesan ini mengingatkan kita untuk fokus pada pendidikan yang holistik yang mencakup aspek intelektual dan moral agar anak-anak dapat menjadi individu yang baik dan berkontribusi positif dalam masyarakat.

Education is the art of making man ethical (Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis) ~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

Kutipan tersebut memiliki relevansi dengan pembelajaran pengambilan keputusan karena menggarisbawahi pentingnya mengajarkan anak-anak tidak hanya bagaimana menghitung atau memecahkan masalah secara matematis, tetapi juga bagaimana membuat keputusan yang baik berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang benar.

Ketika anak-anak diajarkan tentang nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, empati, dan tanggung jawab, mereka akan lebih mampu mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam proses pengambilan keputusan mereka. Keputusan yang diambil dengan berlandaskan pada nilai-nilai ini cenderung lebih baik dalam jangka panjang.

Intinya pembelajaran pengambilan keputusan adalah bahwa pendekatan pendidikan yang holistik, yang mencakup pengajaran nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang berharga dalam kehidupan, dapat membantu anak-anak menjadi pengambil keputusan yang lebih bijaksana dan bertanggung jawab.

Sebagai seorang guru yang tugas utamanya adalah mendidik dan membangun kecerdasan murid harus menyadari bahwa setiap apapun yang kita lakukan akan menjadi sebuah perhatian bagi peserta didik. Kita akan menjadi model bagi perilaku anak dan keseluruhan sikap mental mereka.

Maka filosofi Ki Hajar Dewantara yang sangat fenomenal dengan semboyan beliau semboyan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri Handayani dengan Pratap Triloka nya harus menjadi acuan dasar bagi kita dalam melakukan pembelajaran di kelas.

Bahkan tidak saja di dalam proses belajar mengajar di kelas dapat menjadikan filosofi itu sebagai pedoman, di luar kelas pun sangat efektif dijadikan sebagai pijakan termasuk dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan.

Kita harus akui bahwa potensi yang dimiliki oleh anak sangat beragam. Tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah bagaimana sikap kita, cara pandang kita, dan perlakuan kita terhadap mereka yang kemudian akan memberikan dampak yang besar terhadap pengembangan potensi mereka, baik dari sisi knowledge, attitude, dan pembentukan kecapakan pada bidang minat dan bakat mereka dalam setiap pembelajaran.

Sebab itu menurut pendapat saya, seorang guru harus objektif menilai seorang anak, dan proporsional dalam memberikan perlakuan dan perhatian, serta adil dalam memberikan kasih sayang untuk mereka. Tidak boleh seorang guru membuat keputusan yang berdasarkan emosional dan atas dasar like or dislike.

Dalam konteks ini kita dapat menerapkan model ataupun medote 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip penyelesaian dilema, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Sesungguhnya cara pandang seorang guru sangat mempengaruhi penilaian dia terhadap apa yang dilihatnya, hingga pada penilaian dan pengambilan keputusan akhir. Dari cara pandang atau paradigma sebetulnya membentuk tatatan nilai-nilai yang diyakini sebagai sebuah kebenaran.

Padahal belum tentu apa yang dilihat tersebut adalah sebuah kebenaran. Artinya cara pandang yang keliru dapat saja menghasilkan satu kesimpulan yang tidak tepat dari permasalahan yang dilihat atau dihadapi.

Sebab itu, kita tidak boleh terlalu yakin bahwa nilai-nilai yang selama ini kita anut sebagai sebuah kebenaran sudah barang tentu itu merupakan kebenaran yang mutlak, apalagi jika hal itu berkaitan dengan hal-hal yang bersifat dinamis.

Memang! Setiap kita berhak untuk memegang teguh nilai-nilai yang kita bawa sejak lama yang sudah terbukti itu sebagai kebenaran. Akan tetapi dalam sistem pengambilan keputusan, kita tidak boleh serta merta menolak satu fakta lain hanya karena tidak sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut dan ada dalam diri kita.

Namun akan sangat bijak apabila kita mengumpulkan lebih banyak fakta, data, informasi, dan kemudian kita konfirmasi serta validasi. Setelah itu baru dirancang model pengambilan keputusan yang tepat. Dengan cara seperti ini, maka nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kemandirian akan hadir dalam keputusan yang kita ambil.

Sehingga hasilnya akan menghadirkan win-win solution (menang-menang).

Sebaliknya juga kita harus mampu mengenali kekurangan dalam diri, bahwa kita juga lahir dari sebuah komunitas yang selama hidup kita telah menanamkan nilai-nilai tertentu. Namun semua itu belum tentu cocok dan sesuai jika kita terapkan pada semua situasi, kondisi, dan tempat, karena pasti ada perbedaan-perbedaan nilai juga diterapkan pada tempat lain.

Secara umum seorang guru tentu saja harus memiliki nilai-nilai kebaikan, kejujuran, tanggung jawab, disiplin, toleransi, gotong-royong dan nilai kebaikan lainnya dalam dirinya. Nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang berlaku secara universal dalam hidup setiap anak dan warga sekolah, dan sangat berpengaruh terhadap model pengambilan keputusan.

Selain itu seorang guru juga harus dapat berpikir berbasis pada hasil akhir (Ends-Based Thinking), berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking), dan berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking) agar menghadirkan cara pandang yang tepat dan mendekati ideal.

Kegiatan terbimbing yang saya lakukan bersama fasilitator dan pengajar praktik selama mengikuti Pendidikan guru penggerak telah memberikan pengaruh besar terhadap pola pengambilan keputusan yang saya ambil.

Kegiatan pembimbingan tersebut telah membantu saya untuk melihat kembali dan melakukan evaluasi bagaimana keputusan-keputusan yang pernah saya buat. Apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku? Apakah sudah sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai umum yang dianut? Apakah keputusan itu berdampak baik untuk semua? Apakah keputusan itu dapat dipertanggungjawabkan secara moral?

Seorang pendidik pasti tidak selalu benar ataupun tidak selalu salah. Terkadang rasa ketidaksukaan terhadap sesuatu telah menggiring dirinya untuk membuat keputusan yang mengabaikan rasa adil, kasih saying, dan justru terkesan menghukum secara berlebihan. Rasa seperti ini sering tidak disadari oleh seorang guru.

Hal itu bisa disebabkan oleh emosi yang tidak terkendali, egoisme, dan tidak mampu menempatkan diri pada posisi yang seharusnya. Sehingga guru bisa terjerumus pada sikap pribadi yang di luar kontrol.

Oleh sebab itu, maka sangat penting bagi seorang guru untuk melakukan pendekatan coaching dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Sehingga nilai-nilai dan itikad baik dalam membuat keputusan akan berdampak positif saat keputusan tersebut dibuat.

Saya sangat bersyukur karena dalam program Pendidikan guru penggerak terdapat pembelajaran yang sangat efektif tentang bagaimana seorang pemimpin pembelajaran menggunakan motode coaching sebagai pendekatan dalam membuat keputusan, dan itu saya rasakan sangat efektif sekali.

Kata fasilitator saya sesi coaching membantu diri kita dalam memaksimalkan potensi yang ada dalam memecahkan permasalahan saat menjadi pemimpin pembelajaran. Sehingga saat menentukan suatu permasalahan, dilema etika seorang guru mampu mengidentifikasi suatu permasalahan dengan tehnik coaching, akhirnya dapat menghasilkan keputusan yang tepat dan berpihak pada murid.

Kita harus ingat bahwa setiap anak atau peserta didik itu unik. Karena keunikan tersebut, maka pendekatan yang kita pilih adalah yang berpihak kepada murid.

Guru haruslah bersifat terbuka, toleran dan responsif terhadap kebutuhan murid. Seorang guru dapat membantu peserta didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam mengelola emosi untuk membangun hubungan yang sehat dan menetapkan tujuan yang baik dalam mengambil segala keputusan sehingga akan dapat terhindar dari problem dilemma etika.

Sebagimana kita ketahui lima unsur Kompetensi Sosial Emosional (KSE) Guru Penggerak dapat diterapkan pada proses pembelajaran yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri (manajemen diri), kesadaran sosial, kemudian keterampilan berelasi serta pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Kesadaran diri yaitu kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan.

Manajemen diri yaitu kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi. Kesadaran sosial merupakan kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda.

Keterampilan berelasi adalah kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan hubungan yang sehat dan suportif. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab, yakni kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok.

Namun yang lebih penting dan sebagai prinsip mendasar adalah guru sendiri juga harus memiliki kesadaran diri yang baik dan mampu mengendalikan emosi diri. Seorang guru harus menyadari bahwa dirinya dalam melakukan pekerjaan harus bersungguh-sungguh dan profesional.

Nilai-nilai yang dianut oleh seorang guru haruslah mampu menghadirkan perubahan yang lebih maju baru dirinya, peserta didik, warga sekolah, dan masyarakat luas pada umumunya.

Guru dapat menanamkan nilai inovatif, kolaboratif, dan mandiri dalam dirinya untuk melahirkan sebuah kebijakan dan kebijaksanaan dalam membuat keputusan sebagai pemimpin pembelajaran.

Melalui nilai-nilai tersebut seorang guru akan terbentuk menjadi pemimpin pembelajaran yang sesungguhnya atau orisiniltas pendididik yang memiliki jati diri yang mengedepankan moralitas dan etika.

Dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin pembelajaran dapat menggali berbagai nilai dan alternatif yang nantinya memberikan dampak positif bagi seluruh pemangku kepentingan, tidak aja pihak sekolah tetapi juga masyarakat yang terlibat dalam pembelajaran sekolah.

Pengambilan keputusan yang tepat tentunya harus dilakukan dengan berdasarkan pada fakta yang otentik, logis, objektif, dan memenuhi aspek keuntungan semua pihak yang terlibat dan dilibatkan.

Sebelum sampai pada fase pembuatan keputusan, seorang pemimpin pembelajaran harus terlebih dahulu mendengarkan masukan atau pendapat semua pihak, mengajak mereka untuk mengungkapkan alasan-alasan mengapa suatu perbuatan itu dilakukan, dan keputusan yang bagaimana yang pantas untuk diambil demi kepentingan bersama.

Berpijak pada aturan yang berlaku memang harus diprioritaskan, namun pengambilan keputusan yang tepat itu tidak selalu menggunakan pendekatan yuridis formal yang diberlakukan di sekolah yang memuat sejumlah sanksi bagi yang melanggar.

Sedangkan dalam konteks etika, perbuatan tersebut dapat dibenarkan. Artinya di sini terjadi sebuah dilema etika. Bagi seorang pendidik atau pemimpin pembelajaran, penting sekali untuk mengedepankan pendekatan edukasi, kebijaksanaan, kejujuran dan seimbang dalam membuat sebuah keputusan.

Sehingga keputusan tersebut akan mengikat para pihak secara psikologis tanpa perlu menekankan hukuman/sanksi.

Dengan demikian keputusan tersebut akan memberikan dampak positif dalam lingkungan sekolah, dapat menciptakan suasana yang kondusif dan damai, serta pada akhirnya akan tercipta rasa aman dan melahirkan kenyamanan bagi seluruh warga sekolah, peserta didik, dan pihak lainnya.

Pengambilan keputusan yang dilakukan berlandaskan atas tiga prinsip penyelesaian dilema, yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) ataukah Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking).

Pemilihan prinsip tersebut tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Meskipun setiap keputusan pasti ada risiko, pro dan kontra, namun hal ini menjadikan salah satu tantangan tersendiri.

Tantangan yang saya hadapi dalam pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus yang sifatnya dilema etika adalah perasaan tidak enak yang timbul karena tidak dapat memuaskan semua pihak. Namun dengan mengikuti sembilan langkah pengambilan keputusan dapat mengurangi perasaan tidak nyaman dan keputusan yang saya ambil dapat diterima oleh semua pihak.

Tentu saja memiliki kaitan dengan perubahan paradigma di lingkungan sekolah terutama Ketika sebuah keputusan yang kita ambil itu merupakan bagian dari perintah atasan misalnya Kepala Sekolah.

Perubahan paradigma tersebut kemudian tercipta lewat penjelasan yang lebih arif kepada kepala sekolah agar dalam membuat keputusan sejatinya adalah untuk meningkatkan partisipasi warga sekolah dalam mendukung pembelajaran yang berpihak kepada murid.

Setiap keputusan yang dibuat oleh seorang guru akan memberi pengaruh terhadap pengajaran murid-murid atau peserta didik. Pengaruh tersebut bisa positif dan dapat pula negatif.

Namun yang lebih penting sebagai landasan dalam membuat keputusan harus mengasilkan kemungkinan semakin meningkatnya pengajaran yang memerdekakan murid.

Peserta didik harus menjadi prioritas dari para pendidik agar mereka mendapatkan hasil belajar yang lebih baik dari proses pembelajaran yang berpihak pada mereka.

Keputusan pembelajaran yang tepat oleh seorang pendidik dilakukan berdasar pada potensi peserta didik yang berbeda-beda disebabkan adanya perbedaan bakat, minat, gaya belajar, dan mengenali karakteristik unik yang dimiliki.

Berangkat dari hasil asesmen dan observasi tersebut, kita sebagai pendidik kemudian memutuskan pengajaran yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka, baik dari sisi konten, media yang digunakan, hingga model dan metode pembelajaran yang dipilih.

Dengan kata lain pendekatan pembelajaran diferensiasi dapat menjadi alternatif pertama yang menciptakan merdeka belajar peserta didik.

Manakala seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran membuat sebuah keputusan yang memerdekakan dan berpihak pada murid, maka dapat dipastikan murid-muridnya akan belajar menjadi oang-orang yang merdeka, kreatif , inovatif serta mandiri dalam mengambil keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri kelak.

Dimasa depan mereka akan tumbuh menjadi individu-individu yang bijak, tangguh, dan penuh pertimbangan dalam membuat keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan pekerjaannya.

Keputusan yang diambil oleh seorang guru akan menjadi ibarat pisau yang disatu sisi apabila digunakan dengan baik akan membawa kesuksesan dalam kehidupan murid di masa yang akan datang. Bagitu pula sebaliknya apabila kebutuhan tersebut tidak diambil dengan bijaksana, maka bisa jadi akan berdampak sangat buruk bagi masa depan murid-murid.

Keputusan yang berpihak kepada murid haruslah melalui pertimbangan yang sangat akurat dimana dilakukan terlebih dahulu pemetaan terhadap minat belajar, profil belajar dan kesiapan belajar murid untuk kemudian dilakukan pembelajaran berdiferensiasi yaitu melakukan diferensiasi konten, diferensiasi proses dan diferensiasi produk.

Kesimpulan akhir yang dapat ditarik dari pembelajaran modul pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya adalah modul pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin adalah membantu kita memahami pentingnya integritas dan etika dalam proses pengambilan keputusan.

Nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab yang ditekankan dalam modul-modul sebelumnya, terutama dalam filosofi Ki Hajar Dewantara, menjadi dasar penting dalam pengambilan keputusan yang etis dan bermoral.

Visi pendidikan yang berorientasi pada iswa seperti pengambilan keputusan dan nilai-nilai guru penggerak menekankan pentingnya berfokus pada kepentingan siswa.

Keputusan-keputusan yang diambil harus memprioritaskan pembelajaran dan perkembangan siswa, sejalan dengan visi-visi sekolah penggerak yang berfokus pada menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung perkembangan holistik siswa.

Kemudian pendekatan yang inklusif dan berpusat pada siswa, pengambilan keputusan juga mendukung pendekatan inklusif yang mencakup perbedaan individu. Ini sesuai dengan visi-visi sekolah penggerak yang menghargai keberagaman dan mencoba memenuhi kebutuhan semua siswa.

Sehingga mencerminkan pentingnya kepemimpinan yang berfokus pada pencapaian hasil yang positif dalam pendidikan. Keputusan-keputusan yang diambil harus memiliki tujuan jangka panjang yang jelas, sesuai dengan visi-visi sekolah penggerak untuk meraih prestasi akademik yang baik dan perkembangan siswa yang holistik.

Secara keseluruhan, modul pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin menjadi titik akhir dalam pemahaman dan penerapan nilai-nilai dan filosofi pendidikan yang telah dipelajari sepanjang perjalanan pembelajaran.

Dengan pengambilan keputusan yang bijaksana, berorientasi pada etika, dan berpusat pada siswa, pemimpin pendidikan dapat berkontribusi positif dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung perkembangan dan kesuksesan siswa.

Pemahaman tentang konsep-konsep yang telah saya pelajari antara lain; dilema etika dan dilema moral adalah dua konsep terkait dalam konteks pengambilan keputusan yang melibatkan pertimbangan nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral tetapi keduanya memiliki perbedaan dalam lingkup dan aspek-aspek tertentu.

Dilema moral adalah cenderung lebih spesifik dan berfokus pada situasi atau tindakan tertentu yang melibatkan pertimbangan nilai-nilai moral. Sedangkan dilema etika adalah memiliki cakupan yang lebih luas. Ini mencakup pertimbangan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan norma-norma moral yang lebih umum, dan seringkali melibatkan pertimbangan etika yang lebih abstrak atau konsep-konsep seperti keadilan, kebebasan, dan hak asasi manusia.

Kemudian 4 paradigma pengambilan keputusan yaitu; 1) individu lawan kelompok (individual vs community). Paradigma ini lebih menekankan peran individu, sementara yang lain lebih menekankan peran kelompok dalam proses pengambilan keputusan; 2) rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy). Pengambilan keputusan yang rasional akan mempertimbangkan fakta dan data secara objektif untuk mencapai hasil yang adil dan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan; 3) kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty).

Dalam paradigma ini, penekanan utama adalah pada mencari kebenaran dan mengambil keputusan berdasarkan fakta dan data yang tersedia; 4) angka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).

Dalam paradigma ini, pengambilan keputusan cenderung didasarkan pada analisis objektif data dan informasi yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal.

Tiga prinsip pengambilan keputusan yang berpedoman kepada pada Pratap Triloka Ki Hajar Dewantara adalah Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Karso, Tut Wuri Handayani. Artinya, seorang guru harus mampu memberikan contoh baik atau teladan bagi peserta didik dan guru diharapkan mampu mengambil keputusan yang tepat serta bijaksana dan berpihak kepada murid, sehingga murid dapat mengembangkan minat, bakat sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Selanjutnya segala keputusan haruslah di ambil secara tepat dan bijaksana karena sebagai seorang pemimpin pembalajaran membutuhkan pengujian yang sejalan dengan prinsip pengambilan keputusan yang etis .

Terdapat Sembilan langkah pengambilan pengujian keputusan dalam dilemma etika yaitu (1) mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi tertentu, (2) menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut, (3) mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi tersebut, (4) melakukan pengujian benar atau salah, (5) melakukan pengujian paradigma benar dan benar, (6) melakukan prinsip resolusi, (7) investigasi Opsi Trilema, (8) membuat keputusan, dan (9) melihat kembali keputusan itu, lalu refleksikan.

Sebelum mempelajari modul ini, saya pernah menerapkan pengambilan keputusan dalam situasi moral dilemma yaitu ketika menghadapi siswa yang berbuat kesalahan namun kesalahan yang ia lakukan disebabkan oleh ketidaktahuannya terhadap apa yang tidak boleh dilakukan.

Namun saya harus memberikan dia sanksi atau hukuman sebagaimana siswa lain yang melakukan kesalahan yang sama tetapi dilakukan secara sadar, sehingga saya merasa tidak nyaman dalam atas keputusan tersebut karena bertentangan dengan hati saya sendiri.

Setelah saya mempelajari modul ini ternyata saya mulai mengetahui dan menyadari keputusan yang pernah saya lakukan pada kasus di atas adalah tidak tepat. Saat ini dalam pengambilan keputusan saya mulai melakukan pendekatan pengelolaan kelas dan proses pembalajaran.

Sebagai Guru penggerak kedepan saya juga harus selalu memotivasi siswa dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif, harus menggunakan pengambilan keputusan yang berprinsip menang-menang atau benar-benar. Sehingga pengambilan keputusan selalu berfokus pada kepentingan siswa dan tujuan pembelajaran.

Saya harus lebih banyak memahami kebutuhan siswa, kemampuan mengelola kelas, serta kemampuan untuk merespons dan menyesuaikan rencana pembelajaran sesuai kebutuhan siswa selain itu saya akan terus mengevaluasi, dan merefleksi karena itu merupakan bagian penting dari proses pengambilan keputusan guru untuk meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran di kelas sehingga suasana kelas menjadi menyenangkan.

Itulah perbedaan yang saya rasakan setelah mempelajari modul ini.

Secara jujur saya mengakui bahwa setelah mengikuti program Pendidikan guru penggerak ini terutama mempelajari topik tentang pengambilan keputusan telah memberikan pencerahan yang sangat besar terhadap cara berpikir dan cara pandang saya terhadap satu permasalaha yang perlu mendapat resolusi.

Sebelumnya saya cenderung memandang bahwa pengambilan keputusan adalah berada ditangan atasan saya seperti kepala sekolah.

Adapun saya sebagai guru hanyalah pelaksana dari keputusan yang telah dibuat oleh pimpinan sekolah, dan guru tidak banyak terlibat dalam proses tersebut. Namun ternyata setelah saya mempelajari modul ini secara lebih serius.

Apalagi dengan bimbingan pengajar praktik dan fasilitator yang sangat bagus telah merubah cara pandang saya dan memiliki paradigma baru dalam pengambilan keputusan.

Bahwa kita sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu dan dapat membuat keputusan yang menguntung peserta didik dalam konteks memerdekakan mereka secara humanistik agar terjadi peningkatan kapasitas belajar yang optimal berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing mereka.

Tidak seperti pada kebiasaan lama yaitu pengambilan keputusan lebih pada kepentingan egoisme guru dan kerap menggunakan pendekatan sanksi/hukuman, yang pada akhirnya telah melumpuhkan daya kritis mereka dan menghancurkan motivasi belajar peserta didik.

Menurut pendapat saya, mempelajari topik modul ini sangat penting artinya baik bagi saya sebagai individu ataupun sebagai seorang pemimpin.

Ada beberapa alasan dan argumentasi reflektif yang dapat saya utarakan. Diantaranya adalah dalam modul yang dipelajari berkaitan dengan topik pengambilan keputusan, di sini kita ditanamkan pengambilan keputusan yang berbasis pada nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin.

Kemudaian modul pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin dapat membantu kita memahami pentingnya integritas dan etika dalam proses pengambilan keputusan itu sendiri seperti nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab yang ditekankan sebagaimana dipelajari pada modul-modul sebelumnya.

Terutama dalam filosofi Ki Hajar Dewantara menjadi dasar penting dalam pengambilan keputusan yang etis dan bermoral.

Visi pendidikan yang berorientasi pada murid seperti pengambilan keputusan dan nilai-nilai guru penggerak menekankan pentingnya berfokus pada kepentingan murid.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image