Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Zidan

Pemberdayaan Perempuan dalam Islam

Gaya Hidup | Friday, 15 Sep 2023, 10:16 WIB

Perempuan Inspirator Keluar dari Kemiskinan. Demikian jargon yang dicanangkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dalam kegiatan Media Talk Kemen PPPA.

Staf Ahli KemenPPPA bidang Penanggulangan Kemiskinan, Titi Eko Rahayu, dalam kegiatan tersebut mengatakan bahwa menuturkan bahwa perempuan memiliki potensi untuk berkontribusi lebih besar bagi perekonomian Indonesia dengan memberikan akses dan membuka kesempatan kerja seluas-luasnya kepada perempuan di semua sektor tanpa memberda-bedakan gender. (Kemenpppa.go.id, 11/08/2023)

Narasi pemberdayaan wanita terus digaungkan demi memikat wanita agar terlena dengan jargon manis orang-orang Barat. Opini yang dibangun bahwa wanita yang bermartabat adalah wanita yang menghasilkan materi semakin membesar. Hingga banyak dari mereka yang merasa insecure jika tidak berkarir dan menghasilkan pundi-pundi rupiah. Wanita yang pergi ke luar rumah meninggalkan anak-anak dikatakan berdaya dan berkontribusi dalam peningkatan ekonomi keluarga dan bangsa.

Karena selama ini wanita dianggap sebagai korban atas kemiskinan yang mendera bangsa akibat pandangan yang superior terhadap wanita serta tidak adanya kesamaan dan kesetaraan gender. Lalu pandangan apa yang dimaksud jika bukan Islam?

Padahal jika mau berpikir jernih sebenarnya problem kemiskinan adalah tidak diterapkan sistem ekonomi Islam dalam naungan negara Islam. Pantas jika negeri ini selalu terpuruk karena tata kelola ekonomi yang berjalan adalah sistem ekonomi kapitalisme. Yaitu negara melakukan pembiaran bahkan pelegalan ketika kekayakan alam dijarah oleh asing. Oligarki yang rakus merampas habis sumber daya alam atas nama investasi dan meminjam tangan-tangan penguasa. Sehingga kepentingan rakyat tak lagi menjadi yang utama. Penguasa di bawah kendali pemilik modal guna menentukan arah kebijakan yang tentu saja sesuai kepentingan pribadinya yakni mendulang keuntungan sebanyak-banyaknya.

Maka salah sasaran jika membebankan masalah ekonomi pada rakyat, terutama menganggap bahwa cara terbaik untuk mengentaskan kemiskinan adalah dengan pemberdayaan ekonomi perempuan.

Apalagi di dalam Islam telah diatur tentang kewajiban dan hak seorang perempuan. Di mata syariat, perempuan tidak memiliiki kewajiban untuk memutar roda produksi. Perempuan tidak layak dijadikan mesin kapitalisme. Karena seorang perempuan telah diberi amanah yang sangat mulia, yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Peran ibu begitu utama dan urgen dalam membentuk sosok generasi muslim yang shalih, calon pemimpin masa depan.

Musuh Islam sangat memahami pentingnya sosok ibu dalam melahirkan generasi pemimpin masa depan. Karena itulah mereka getol sekali berupaya merusak kaum perempuan. Barat membelenggu pikiran dan tangan-tangan ibu supaya tidak mau dan tak mampu mendidik anak-anak mereka. Para ibu lebih memilih menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya pada lembaga. Padahal sekolah pertama dan utama bagi anak-anak, terutama di usia pra baligh adalah seorang ibu.

Fitrah dan naluri keibuan seorang wanita pun kian tergilas roda-roda kaplitalisme materlialisme. Tak heran jika saat ini orang tua merasa cukup dengan hanya memberikan berbagai fasilitas dan memasukan ke sebuah sekolah yang mahal. Padahal yang dibutuhkan anak di masa-masa emasnya adalah penanaman akidah Islam dan pembentukan kepribadian yang kuat dari sosok yang terdekat secara psikis maupun fisik, yaitu ibu.

Mengingat saat ini begitu banyak jebakan di sekitar anak-anak dan generasi muslim yang bisa menyeret mereka ke lembah kemaksiatan. Berbagai kenikmatan dunia dari kehidupan penuh hedonisme pun ditawarkan ke tengah-tengah generasi muslim. Ide kebebasan dan perilaku rusak uang dulu terasa tabu dilakukan oleh seorang muslim, sekarang menjadi hal yang biasa.

Untuk itulah dibutuhkan edukasi pada kaum ibu agar mereka menyadari kembali fitrahnya sebagai Al Umm wa rabbatul bayt dan peran utamanya sebagai pendidik masyarakat dan generasi. Dalam Islam, seorang wanita mendapatkan jaminan finansial. Jikalau ada yang bekerja dan berkarya di masyarakat itu bukan akibat terdesak himpitan ekonomi, tapi karena memang ingin berkontribusi dalam pembangunan sumber daya manusia. Islam pun tidak melarang yang demikian. Hukumnya mubah dan jika seorang wanita mendapatkan gaji, itu merupakan hak miliknya. Tidak akan menggugurkan kewajiban suaminya sebagai pencari nafkah keluarga. Demikian mulia posisi seorang wanita di dalam Islam.

Maka tak layak jika menjadikan wanita sebagai ikon pemberdayaan ekonomi. Hal ini tak ubahnya seperti melimpahkan kewajiban suami sebagai pengayom istri, pencari nafkah keluarga juga kewajiban negara untuk menyejahterakan rakyat dan memajukan ekonomi bangsa.

Dalam pandangan Islam, Muslimah berdaya adalah seorang anak yang taat pada orang tua, seorang anggota masyarakat yang aktif berperan mendidik generasi dan sesama muslimah, seorang ibu yang mampu mencetak generasi terbaik pembangun peradaban mulia.

Banyak sekali teladan dari para shahabiyah dan tokoh muslimah di masa kegemilangan peradaban Islam, betapa kiprah mereka sangat diperhitungkan oleh dunia. Baik di bidang pendidikan, kesehatan bahkan ekonomi tanpa mengesampingkan peran utamanya yang mulia. Sebuah peran yang tak hanya berorientasi pada pencapaian dunia tapi juga berdimensi akhirat. Wallahu’alam bish-shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image