FINAL PIALA AFF 2020: Bola Itu Bundar! Fakta atau Tahayul?
Olahraga | 2021-12-31 12:55:32Penderitaan pasca kekalahan di leg 1 begitu terlihat di raut wajah para pemain timnas. Namun, ketika saya melihat orang-orang disekitar saya yang sedang nonton bareng. Saya melihat kalau mereka jauh lebih menderita daripada yang seharusnya.
Saat itu, menjelang pertandingan di leg 1 saya menyaksikan bagaimana antusiasme mereka untuk menonton begitu sangat hebat. Rasa ingin menonton pertandingan masih berada di skala 100%. Lalu, melihat bagaimana timnas bermain dan kalah 0-1 di akhir babak pertama skala turun menjadi 90%. Pada babak ke dua rasa ingin menonton ngedrop sampai 60% ketika terlihat tidak adanya perbaikan dalam permainan. Tiba-tiba gawang Nadeo kebobolan di menit 52’ dan 67’ sampai gol terakhir di menit 83’. Saat itulah rasa ingin menonton berada pada titik nadir sampai ke skala 1%. Seperti itulah pengamatan saya terhadap mereka, walaupun pada skala yang di kira-kira.
Bagi mereka, untuk dapat menyaksikan pertandingan di leg 2 nanti dibutuhkan build-up akan rasa percaya diri yang luar biasa. Setidaknya ada rasa igin tahu, perubahan seperti apa yang akan dilakukan oleh pelatih Shin nanti.
Memang, menonton pertandingan pada situasi dan kondisi antara rasional dan irasional bukanlah hal yang mudah. Karena menghilangkan rasional dan membangun sesuatu yang irasional sungguh sangat sulit. Walaupun pelatih Shin mengatakan bola itu bundar, apapun bisa terjadi.
Namun fakta “Bola itu Bundar” sepertinya tidak mampu menghilangkan rasionalitas mereka. Saat ini, fakta bola itu bundar ibarat tahayul. Dan saya masih melihat bagaimana mereka masih merasa begitu sangat tidak bahagia.
Andaikan pada pertandingan di leg 2 nanti, Timnas Indonesia mampu mengalahkan Thailand dengan berhasil menciptakan gol jauh lebih banyak dari gol yang diciptakan Thailand. Dan Indonesia menjadi juara. Rasa bahagia mereka mungkin akan melompat drastis sampai satu juta persen. Tak dapat dibayangkan bagaimana euforia nya. Naiknya rasa bahagia mereka sampai satu juta persen akan membuat mereka menjadi tidak rasional. Bisa jadi monas juga niat dilompati. Atau bahkan mencurahkan dalam tangis bahagia yang tak lazim.
Namun, sekali lagi saya tanyakan pada mereka, “Benarkah bola itu bundar?”, mereka masih diam. Mereka seolah masih berasumsi kalau bola itu bundar adalah sebuah tahayul. Saya ingin mereka bisa rasional, lalu saya raih handphone dan saya perlihatkan sebuah gambar bola. “Lihat ini, lihat baik-baik!, apakah bola itu bundar?”, tanya saya. Salah satu diantara mereka ada yang menjawab “sudahlah.., sudah..!”. Pungkasnya seraya meneguk sisa kopi yang sudah dingin.
Salurkan kekecewaan mereka. Itu satu hal yang saya pikirkan. Setelah kekalahan yang mengecewakan dan membuat mereka berkubang pada kesengsaraan. Mereka harus mampu menyalurkan kesengsaraan dan rasa sakit itu ke dalam tekad untuk maju, dan tetap antusias menonton pertandingan di leg 2. Mereka harus memiliki kemampuan untuk bangkit dari keterpurukan. Saya biarkan mereka untuk berbagi emosi atas rasa kecewanya. Selalu lebih baik untuk bisa berbagai dengan orang lain tentang rasa kecewa dari pada ditelan sendirian.
Mengisolasi efek kekalahan di leg 1 menjadi penting. Agar mereka kembali antusias untuk menonton pertandingan di leg 2. Mengingatkan mereka bahwa meskipun skornya mungkin tidak seperti yang mereka harapkan, namun mereka perlu melihat sebuah pertandingan secara positif dan menghindari semua hal negatif dalam setiap pertandingan yang mereka saksikan.
Saat ini menjelang pertandingan leg 2 besok. Menikmati tontonan pertandingan mungkin jauh lebih baik daripada menginginkan mengalahkan Thailand sang pesaing. Jika mereka menonton dengan penuh perasaan negatif mereka tidak akan bertahan untuk menonton sampai akhir pertandingan. Terkecuali sejak menit-menit awal mereka menyaksikan ada fakta tentang keajaiban-keajaiban dari apa yang disebut “bola itu bundar”. Tahayul itu akan jadi kenyataan.
Bola itu bundar adalah fakta. Bola itu bundar bukan hanya semata ucapan diplomatis dari sang pelatih yang ditujukan untuk mengisolasi efek kekalahan di leg 1. Walau kalimat itu penting diucapkan oleh seorang pelatih atas berbagai pertimbangan spirit dan mental pemain, serta kepercayaan penonton sepak bola di tanah air, bahkan juga liputan media. Jadi, apapun hasil pertandingan di leg 2 nanti tetap terima fakta kalau bola itu bundar.
Jikalau saat ini kita belum bisa menerima fakta bola itu bundar. Setidaknya di Bulan Februai 2022 yang akan datang pelatih Shin akan membuktikannya di ajang Piala AFF U 23.
Mana yang akan jadi juara?
Hasil Drawing Fase Grup Piala AFF U-23 2022
Grup A
Kamboja
Timor Leste
Filipina
Brunai Darussalam
Grup B
Indonesia
Malaysia
Myanmar
Laos
Grup C
Thailand
Vietnam
Singapura
Asnawi, Witan, Egi, Elkan dan banyak lagi pemain Timnas Indonesia yang hari ini mengikuti turnamen AFF 2020 namun masih bisa bermain di level U-23 nanti. Belum ditambah veteran Timnas u-16 seperti si kembar Bagas dan Bagus Kahfi.
Namun tetap jaga fakta bahwa “Bola itu bundar”. Sehebat apapun kekuatan Timnas Indonesia U-23 nanti, bola yang digunakan dalam pertandingan nanti tetaplah bundar.
Yuk.. Kita songsong Piala AFF U-23 2022 yang akan digelar di Kamboja pada 14-26 Februari 2022.
Tetap optimis Timnas Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.