Memahami Keterlibatan Negara Barat dalam Konflik Rusia-Ukraina dan Potensi Pecahnya Perang Dunia 3
Lainnnya | 2023-09-13 20:01:52Konflik yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina masih berlangsung hingga saat ini. Konflik yang berlangsung dari tahun 2022 tersebut telah menyebabkan banyak sekali korban jiwa dari kedua belah pihak. Konflik tersebut diawali dari keputusan Ukraina di bawah kepemimpinan Volodymyr Zelensky untuk bergabung dengan pakta pertahanan NATO. Bukan tanpa alasan, Zelensky memiliki keinginan untuk melepas Ukraina dari bayang-bayang Rusia. Sudah sejak lama Rusia ikut campur dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh Ukraina. Puncak dari retaknya hubungan Rusia dengan Ukraina adalah terjadinya revolusi maidan dan aneksasi Krimea yang dilakukan oleh Rusia pada tahun 2014.
Tentu saja keputusan Ukraina untuk bergabung dengan NATO tersebut ditentang oleh Rusia. Rusia beranggapan bahwa bergabungnya Ukraina dengan NATO akan menjadi ancaman terhadap wilayahnya. Maka dari itu, Rusia terus menekan Ukraina untuk tidak bergabung dengan NATO. Meski demikian, Ukraina tetap memutuskan untuk bergabung dengan NATO yang telah dibahas dan direncanakan sejak tahun 2008.
Keputusan Ukraina tersebut di respon oleh Rusia dengan melakukan invasi ke Ukraina. Rusia mengklaim tindakannya tersebut adalah untuk “denazifikasi” wilayah Ukraina. Sejak awal berlangsungnya konflik tersebut, dunia internasional mengecam tindakan invasi yang dilakukan oleh pihak Rusia tersebut.
Banyak cara dan respon yang dilakukan oleh dunia internasional dalam menanggapi invasi yang dilakukan oleh pihak Rusia. Respon tersebut meliputi kecaman, pemberian bantuan kemanusiaan, hingga bantuan persenjataan. Negara-negara Barat menjadi pihak yang paling gencar dalam memberikan berbagai macam bantuan militer terhadap Ukraina sebagai bentuk dukungan terhadap negara tersebut yang tengah menghadapi invasi Rusia.
Banyak pihak yang menyebut bahwa tindakan pemberian bantuan persenjataan yang dilakukan oleh Barat tersebut dapat menyebabkan pecahnya Perang Dunia Ketiga. Hal tersebut didasarkan atas pernyataan Presiden Rusia, Vladimir Putin yang menyatakan bahwa pengiriman senjata ke Ukraina merupakan bentuk pernyataan perang terhadap Rusia. Namun apakah hal tersebut benar? Apakah perang dunia ketiga akan benar-benar terjadi?
Perlu dipahami oleh semua pihak, bahwa keberpihakan terhadap aktor yang tengah berperang bukanlah termasuk dalam pernyataan perang. Hal ini merupakan implementasi dari pakta Kellogg-Briand 1928 tentang pelarangan perang. Sederhananya, pakta tersebut salah satunya menjelaskan bahwa negara yang tidak terlibat dalam perang memiliki hak untuk membantu salah satu pihak yang tengah berperang dan aktor lain yang tengah berperang tersebut tidak memiliki hak untuk menentang hal tersebut. Maka dari itu, pernyataan presiden Vladimir Putin tersebut tidak berlaku di era kontemporer saat ini.
Selain itu, berdasarkan pakta Kellogg-Briand 1928, pemberian bantuan senjata oleh negara-negara Barat kepada Ukraina bukanlah bentuk pernyataan perang dan provokasi terhadap Rusia, melainkan membantu Ukraina untuk tetap bertahan dari serangan Rusia. Selain itu, negara-negara Barat yang notabene tergabung dalam aliansi NATO tidak terlihat memiliki keinginan untuk terlibat secara langsung dalam konflik tersebut. Hal ini berlaku sebaliknya, Rusia tidak terlihat memiliki keinginan untuk berperang dengan negara-negara Barat.
Baik Rusia maupun negara-negara barat sadar akan konsekuensi dari adanya pertikaian atau konflik berkepanjangan apabila hal tersebut sampai terjadi. Intinya, Sangat kecil kemungkinan meletusnya perang dunia ketiga sebagai dampak dari adanya konflik Rusia dengan Ukraina. Rusia sampai saat ini masih fokus untuk merebut wilayah Ukraina hingga Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyerah kepada Rusia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.