Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trismayarni Elen

Laporan Keuangan UMKM dan Pandangan Islam

UMKM | Tuesday, 12 Sep 2023, 21:14 WIB

Sebuah usaha atau bisnis dikatakan berhasil jika dapat memberi kemakmuran secara finansial bagi pemilik perusahaan. Dasar dari kemakmuran finansial bisa dilihat dari jumlah laba dan ketersediaan uang untuk perputaran bisnis dan pemilik usaha.

Foto Ilustrasi Financial Report (Pixabay Doc/ds_30)

Banyak cara yang dilakukan pengusaha khususnya UMKM menghitung laba usaha tersebut. Dari perhitungan yang sangat sederhana hingga detail yang memasukkan semua biaya usaha sesuai aturan yang berlaku di Indonesia atau sesuai standar akuntansi.

Sejarah pencatatan aktivitas keuangan usaha sudah ada sejak lebih dari seribu tahun yang lalu melalui bangsa Arab yang sudah menjalani bisnis dengan berdagang/niaga. Saat itu aturan tentang pencatatan niaga diterapkan sekaligus perintah di dalam Islam.

Seperti yang telah diatur di dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 282 yang menyatakan untuk setiap transaksi yang tidak bersifat tunai maka harus ditulis secara benar dan menunjuk saksi, ayat ini secara terang menyebut maksud dari kata “tidak tunai” adalah utang. Ayat ini pula dianggap sebagai cikal bakal dari pencatatan keuangan bisnis dalam bidang ilmu akuntansi.

Pedagang dari bangsa Arab sudah memulai melakukan pencatatan untuk transaksi niaga dengan tujuan utama sebagai bukti ketika terjadi utang piutang. Utang piutang sendiri dalam kegiatan usaha sangat berkaitan dengan pendapatan dan biaya usaha. Maka, jika pengusaha mencatat secara baik semua transaksi yang berhubungan dengan pendapatan dan biaya usaha, pastinya dengan mudah menghitung laba atau rugi usaha.

Perjalanan pencatatan usaha yang dimulai dari bangsa Arab dengan perdagangan, di mana masa kejayaan perdagangan terjadi beberapa masa melalui orang-orang Mesir yang berinteraksi niaga dengan bangsa Arab sehingga sering muncul kegiatan transaksi baik tunai dan tidak tunai dan pencatatan dilakukan hingga tersebar keseluruh wilayah Timur Tengah.

Sistem pencatatan perdagangan terus berkembang hingga benua Eropa dengan teori yang dicetus oleh seorang pastur dari ordo Fransiskus yang bernama Luca Pacioali tahun 1496 dalam sebuah buku yang di dalam buku tersebut terdapat bab tentang pembukuan pencatatan berpasangan. Dan dikenal hingga saat ini dengan sebutan neraca di mana terdapat sisi harta dengan kewajiban dan modal, (Harahap, 2011).

Jika merujuk pada sejarah panjang pencatatan keuangan aktivitas bisnis, maka sudah pasti pencatatan sangat dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bisnis, bagi segala skala bisnis, baik skala mikro, kecil, menengah, dan besar. Khususnya bagi usaha yang sedang berkembang maka pencatatan transaksi keuangan bisnis tidak bisa dikesampingkan.

Di Indonesia dengan mayoritas penduduk memeluk agama Islam, sudah seharusnya memahami betul arti penting pencatatan keuangan bisnis, selain untuk bukti ketika terjadi transaksi tidak tunai, sekaligus untuk memudahkan pengusaha mengetahui laba/rugi perusahaan. Apalagi mencatat menjadi anjuran di dalam Islam yang tercantum di Al Qur’an.

Sayangnya, yang terjadi masih banyak pengusaha yang menganggap bahwa pencatatan keuangan bisnis tidak lah penting, terutama pengusaha dengan skala mikro dan kecil. Mirisnya lagi, mayoritas pelaku usaha UMKM di Indonesia belum muncul pemahaman akan pentingnya laporan keuangan, dan dapat dikatakan usaha yang mereka jalankan selama ini berdasarkan kira-kira.

Alasan keliru lainnya yang sering muncul, yaitu usaha skala mikro dan kecil dijalankan oleh pemilik langsung dan tanpa melibatkan pihak luar. Sehingga tidak diperlukan pertanggungjawaban kepada pihak lain. Pandangan ini sering menyebabkan banyak perusahaan mikro dan kecil khususnya tidak mampu mempertahankan aktivitas bisnisnya, karena tidak mendapatkan gambaran atau informasi yang relevan tentang keuangan usaha.

Pada kenyataannya, untuk usaha skala UMKM memberikan gambaran bahwa semakin lama usaha atau pun semakin berpengalaman pengusaha tidak menjamin pengusaha/manajemen perusahaan memiliki pemahaman akan laporan keuangan atau pentingnya laporan keuangan, (Elen & Ariska, 2022).

Dampak yang paling banyak dihadapi oleh pelaku usaha khususnya UMKM yang belum memiliki catatan keuangan usaha/laporan keuangan, ketika biaya atau kebutuhan pribadi dan keluarga digabung dengan perputaran kas usaha atau dianggap sebagai biaya usaha.

Sehingga banyak pelaku usaha ketika menghadapi penjualan yang tidak berkembang, serta merta menganggap bahwa usaha tersebut yang kurang bisa diharapkan, dan karena menganggap hasil usahanya tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari maka usaha tersebut segera di tutup atau dikatakan gulung tikar.

Tidak mengherankan di masa pandemi covid-19 di mana puncak jatuhnya ekonomi tahun 2020 dan 2021 dan diikuti krisi Rusia-NATO, hingga saat ini perekonomian belum stabil, justru pelaku UMKM yang banyak terdampak, dan bahkan menutup usaha secara total. Meskipun pada akhirnya bertahan dengan beberapa stimulus dari pemerintah.

Hal tersebut dikarenakan ketidakmampuan banyak pelaku usaha memprediksi berapa laba yang sebenarnya ia bisa dapatkan dari kegiatan usaha yang sudah berjalan tersebut, dan tidak dapat memprediksi berapa pengeluaran pribadi atau keluarga yang pantas digunakan dari hasil usaha agar perputaran uang usaha tetap berjalan.

Kondisi lainnya yang mungkin dialami pelaku usaha ketika aktivitas bisnis dari hasil penjualan dan biaya sudah sangat tepat namun karena biaya rumah tangga atau biaya pribadi sudah sangat tinggi membuat pelaku usaha akhirnya memutuskan untuk mendapatkan tambahan arus kas dari utang yang terikat bunga. Bahkan tidak jarang yang terjerat dengan pinjaman berbunga tinggi dari pinjaman online, sehingga memberatkan keuangan pelaku usaha hingga jangka panjang.

Dan pastinya pinjaman yang terikat bunga bertentangan dengan ajaran agama Islam tentang riba yang banyak diyakini oleh umat Islam Indonesia, sedangkan penduduk mayoritas Indonesia memeluk agama Islam, maka dapat dikatakan mayoritas pengusaha UMKM pun beragama Islam.

Oleh karena itu, dibutuhkan peran dari berbagai pihak termasuk pemerintah untuk membantu masyarakat Indonesia yang memiliki usaha khususnya skala mikro dan kecil untuk memberikan pemahaman yang kuat akan pentingnya catatan usaha/laporan keuangan, mengingat aktivitas bisnis UMKM menjadi salah satu pilar penopang pemulihan ekonomi Indonesia pasca covid-19 serta bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia berkelanjutan.

Terutama akademisi bidang ekonomi, baik manajemen juga akuntansi untuk turut serta menggerakkan elemen-elemen kampus termasuk mahasiswa yang masih aktif dapat dapat melakukan sosialisasi hingga memberikan ruang diskusi serta konsultasi secara gratis kepada pelaku usaha mikro dan kecil, misalnya melalui program-program pengabdian masyarakat.

Penulis: Trismayarni Elen

Pemerhati Bisnis dan Keuangan // Praktisi dan Akademisi Akuntan

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image