Edukasi Gen Z Atasi Krisis Literasi
Agama | 2023-09-12 06:22:44Edukasi Gen Z Atasi Krisis Literasi
Generasi Z atau Gen Z adalah mereka yang lahir di tahun 1995 sampai dengan 2010, atau disebut juga sebagai iGeneration yaitu generasi internet atau generasi net yang selalu terhubung dengan dunia maya dan melakukan segala sesuatu dengan menggunakan kecanggihan teknologi yang ada.
Generasi Z yang disebut sebagai iGeneration ini tidak bisa lepas dari penggunaan media digital. Hal ini berdampak pada menurunnya literasi, kalangan muda lebih banyak menggunakan waktu mereka untuk bermain social media. Menurunnya literasi di Indonesia dapat dilihat dari menurunya minat baca di Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa budaya membaca di indonesia memprihatinkan karena mengalami penurunan terutama di kalangan muda atau Gen Z.
RADAR BOGOR, Peningkatan Indeks Literasi Masyarakat (PILM) adalah kolaborasi Perpustakaan Daerah Kota Bogor dengan Perpustakaan Nasional, dengan mengedepankan peran literasi bagi Gen Z menuju Indonesia emas tahun 2045 mendatang yang mengusung tema Literasi Merdeka. Kepala Perpusnas RI, Muhammad Syarif Bando menjelaskan bahwa kolaborasi ini sebagai upaya mendekatkan perpustakaan kepada masyarakat, sehingga harus membuka diri dan tidak birokratif dan tertutup.
Dari event ini berharap dapat mengetahui ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang akan mempermudah perpustakaan untuk mentrasfer ilmu yang dibutuhkan. Perpusnas jangan hanya berperan sebagai menara gading dengan terjun ke masyarakat melalui event PILM yang diisi dengan berbagai kegiatan seperti talkshow, bedah buju difabel lomba sketsa, story telling dan sebagainya. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengejar ketertinggalan Gen Z yang akan menjadi pemimpin masa depan.
Merosotnya budaya literasi di era Gen Z ini karena beberapa faktor seperti tidak adanya dukungan dari keluarga dan lingkungan terhadap minat baca. Dilihat dari sisi Sejarah, Indonesia merupakan bekas negara jajahan, dimana warga pribumi sendiri minim dalam mendapatkan pendidikan yang layak disebabkan biaya pendidikan yang relatif mahal budaya tersebut terbawa hingga saat ini.
Teknologi, bisa menjadi faktor budaya literasi kian merosot dikalangan muda, keberadaan teknologi yang kian cepat dan canggih memberikan dampak positif dan negatif, berbagai aplikasi hadir memanjakan para pengguna digital. Kebiasaan tidak terbiasa membaca yang sudah tertanam sejak kecil sehingga malas untuk membaca hingga dewasa.
Pemerintah berupaya dalam pembangunan literasi masyarakat Indonesia pada tahun 2022 hanya naik tipis, terlihat dari skor Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Indonesia yang sebesar 64,48 dari skala 0-100 pada 2022. Melihat kondisi yang semakin memprihatinkan tentu harus ada upaya yang lebih maksimal dalam membudayakan literasi khususnya muda yang sudah terbawa arus negatif dalam penggunaan media digital.
Upaya meningkatkan kembali literasi tentu bukan hanya lewat slogan - slogan yang menggugah semata, namun harus tersambung pada sistem pendidikan yang memiliki peran dalam membentuk perilaku dan kebiasaa anak secara mendasar. Dasar pendidikan kapitalisme yang saat ini dijalankan menjadi penyebab merosotnya literasi kalangan muda, dimana pendidikan berbasis kapitalis sekuler menjadikan materi sebagai tujuan. Ketika materi menjadi tujuan dalam pendidikan maka nilai akhir menjadi acuan dalam kesuksesan materi, bukan pada mendorong siswa - siswi cemerlang yang mampu menghasilkan banyak karya.
Agama Islam mendorong untuk membudayakan budaya literasi di kalangan kaumnya, tidak lepas dari sejarah turunnya kitab suci Alquran menjadi pedoman dan tuntunan bagi kaum muslim. Wahyu yang pertama diturunkan yaitu ayat tentang ilmu pengetahuan, ‘Iqra’ yang bermakna perintah untuk membaca. Aktifitas membaca memiliki peran penting dalam kehidupan seorang muslim, karena membaca merupakan pintu gerbang bagi berbagai ilmu pengetahuan dan jendela dunia.
Sejarah mencatat saat masa keemasan dan kegemilangan Islam tidak terlepas dari budaya keilmuan membaca, menulis, meneliti hingga diskusi. Masa emas Islam ini bersamaan dengan terjadinya kemunduran dan kegelapan pada benua Eropa dan Amerika.
Jika sistem kapitalisme sekuler terbukti mematikan dan memandulkan potensi generasi, maka tak ada jalan lain kecuali membuang sistem rusak ini dan mengubahnya dengan sistem paripurna sempurna yang telah terbukti mampu melahirkan generasi cemerlang, penegak peradaban mulia. Itulah Khilafah Islam yang berdiri kokoh selama 14 abad.
Peri'ayahan dalam sistem Islam telah melahirkan generasi tangguh dan cemerlang yang berkontribusi mengokohkan peradaban Islam hingga mampu menjadi mercusuar dunia. Bahkan Islam tampil sebagai negara adidaya yang ditakuti oleh musuh-musuhnya. Profil pemuda yang lahir pada masa tersebut dapat kita temui di zaman Rasulullah hingga masa Kekhilafahan setelahnya.
Tokoh besar Islam yang memiliki keistimewaan pada masa mudanya antara lain Usamah bin Zaid dalam usainya yang masih belia yaitu 18 tahun, beliau diperintahkan oleh Rasulullah saw menjadi pemimpin pasukan kaum muslimin untuk melakukan penaklukan Syam. Imam Syafi’i yang mampu menghafalkan Al-Quran di usia belia yakni 9 tahun dan juga Ibnu Sina, dijuluki ‘Bapak kedokteran dunia’ menjadi salah satu ilmuwan muslim dan mampu menghafalkan Al-Quran di usia 5 tahun. Penakluk Konstantinopel, Muhammad Al Fatih diangkat menjadi sultan pada usianya yang masih belia.
Peradaban kapitalis yang bobrok telah menunjukkan lonceng kematiannya. Saatnya Islam meraih kembali kejayaan yang telah lama hilang dalam pelukan. Peradaban yang dinanti tidak lain adalah kembalinya Khilafah ala manhajj nubuwwah. Kembalinya peradaban mulia tersebut, tentu harus diawali dari generasi mudanya yang memiliki semangat sebagaibpelopor perubahan, penegak peradaban mulia dan sebagai inspirasi kebaikan bagi umat.
Wallahu’alam Bish shawwab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
