Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Pers Dan Perjuangan Nasional Indonesia

Politik | Friday, 08 Sep 2023, 13:45 WIB

Pers punya andil yang tidak sedikit dalam perjuangan anti-kolonialisme. Sebagaimana dengan tepat dicatat oleh penulis Lembaga Kebudajaan Rakjat (LEKRA), Busjari Latif, bahwa pers telah menjalankan peranan sejarah dalam mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional kita. Lebih lanjut, Busjari mengungkapkan, pers revolusioner punya peran memprogandakan persatuan, teori-teori revolusioner, dan mengagitasikan kemarahan nasional dan seluruh rakyat Indonesia melawan imperialisme.

Sekarang ini, ketika teknologi informasi berkembang sangat pesat dan kepemilikan industri media semakin terkonsentrasi di tangan segelintir orang, maka pers juga mengalami perubahan-perubahan orientasi. Kendati slogan mereka belum berubah “pers harus netral dan bebas nilai”, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar pers nasional sekarang lebih memihak kepada kepentingan pemilik modal, bahkan menjadi terompet dan alatnya kaum imperialis!

Intelektual progresif Amerika Latin, Marta Harnecker, pernah berkata: “demokrasi hanya bisa bertahan jikalau semua orang bisa memiliki informasi yang benar.” Di sinilah letak masalahnya: alih-alih pers nasional bisa menyajikan informasi dengan setengah kebenaran, mereka malah menjadi mesin “kebohongan” yang memanipulasi fakta sedemikian rupa berdasarkan kepentingan pemilik media dan kekuasaan politik yang sementara ini berkuasa.

Dalam beberapa kasus, karena media kapitalis sangat dikontrol oleh pemiliknya dan kepentingan mereka adalah profit, maka apa yang menjadi gaya mereka adalah menyajikan berita sensasional dan bombastis. Tidak sedikit, demi untuk mencapai tujuan-tujuan itu, media kapitalis harus manambah-nambahi atau mengurangi fakta, melencengkannya ke kanan dan ke kiri, supaya terlihat bombastis dan sensasional.

Di tengah kepungan hebat imperialisme neoliberal, media telah menjadi instrumen paling pokok untuk menundukkan rakyat marhaen dan membuatnya tidak berdaya. Jika di jaman pergerakan pers memainkan peranan dalam membangkitkan kesadaran rakyat marhaen untuk melawan penjajahan kolonial, maka sekarang ini mereka justru “menidurkan” rakyat marhaen dalam tidur panjang di tengah-tengah penindasan oleh imperialisme modern.

Noam Chomsky sangat benar ketika mengatakan bahwa propaganda sangat penting bagi demokrasi borjuis, sebagaimana halnya dengan represi bagi negara totaliter. Kita menghadapi mesin propaganda raksasa yang sanggup bekerja 24 jam, dan menyalurkan informasi bohong ke rumah-rumah kita selama 24 jam pula.

Peranan media sekarang, seperti diterangkan dengan jelas oleh Chomsky, adalah instrument untuk “pabrik persetujuan”, yang memungkinkan anda seperti “kawanan gembala yang sedang bingung’. Media sangat berperan dalam mendisinformasi masyarakat.

Sebaliknya, mana ada media nasional yang bersuara lantang mengutuk perampokan sumber daya alam oleh pihak asing, atau adakah media nasional yang secara panjang lebar mengulas soal praktek nyata imperialisme di Indonesia sekarang ini.

alangkah rindunya kita dengan kehadiran media media besar dahulu sepeti SULUH INDONESIA...yang terus meninju neokolonialisme. semoga semangatnya ada yang bisa meneruskan dengan nafas baru.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image