Kemiskinan Mencerabut Nilai Kemanusiaan
Edukasi | 2023-09-04 13:47:12Kemiskinan adalah musuh kita bersama. Ia bisa mencerabut nilai-nilai kemanusiaan dari seorang manusia. Bahkan menjauhkannya dari Tuhan.
Selama tiga hingga empat pekan ini saya dan tim pengelola beasiswa Etos ID melakukan proses seleksi wawancara. Wawancara merupakan salah satu tahapan penting dan krusial, yang umum dilakukan oleh lembaga pengelola beasiswa, guna memastikan program beasiswa yang akan digulirkan menyasar orang yang tepat. Dalam konteks Etos ID, beasiswa yang dikelola di bawah Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa (organ pada bidang pendidikan Dompet Dhuafa), penerima manfaat yang disasar adalah golongan fakir dan miskin. Dua dari delapan asnaf zakat. Mereka yang tergolong berasal dari kaum marjinal.
Pada dua pekan pertama berjalan, banyak insight yang telah didapat. Diantara insight tersebut, ada satu pelajaran yang ingin saya ceritakan disini. Dari aktivitas wawancara, saya mendapati setidaknya terdapat tiga tipe individu - jika dikelompokkan - saat dihadapkan pada situasi dan kondisi dengan keterbatasan ekonomi di keluarga.
Tipe pertama, mampu ‘melawan’. Beberapa peserta menyampaikan capaian prestasi dengan baik, bahkan tak sedikit yang cukup menawan, bisa menorehkan prestasi non-akademik pada skala nasional dan internasional. Bersaing dengan siswa SMA/SMK lain dengan kondisi yang mungkin lebih baik. Kondisi ekonomi keluarga menjadi “cambuk” bagi mereka untuk bisa meraih kesuksesan di masa depan lewat pendidikan. Kalimat “saya ingin jadi pengusaha sukses”, “saya bercita-cita jadi hakim”, dan kalimat-kalimat bernada optimis akan cita-cita lainnya yang terucap dari peserta, jadi sedikit pertanda jika mereka punya kehendak melawan kondisi yang ada. Jika ditelisik lebih dalam, tipe pertama ini memiliki jiwa yang kuat dan growth mindset yang terus teraktualisasi. Mereka menyadari ketidakberdayaannya namun tidak menjadikan itu sebagai hambatan. Tapi justru sebaliknya, menjadikannya pelajaran untuk berkembang. Rata-rata dari mereka memiliki kebiasaan baik dalam keseharian, seperti terbiasa bangun pagi, aktif berorganisasi, mencoba ikut kompetisi, punya manajemen waktu yang tertata rapi, dan hal baik lainnya. Dan yang tak kalah penting mereka punya tingkat kesalehan individu dan kesalehan sosial yang tinggi.
Tipe kedua, mampu ‘bertahan’. Pada tipe ini, ada sedikit berbeda dengan tipe pertama dimana tekad untuk berkarya dan berprestasi lebih banyak sedikit tertahan oleh kondisi. Selain karena lingkungan yang kurang mendukung, faktor utama datang dari pola pikir personal dan keluarga sekitarnya. Secara prestasi memang muncul, namun tidak bisa maksimal sesuai potensi yang dimiliki. Mereka harus pasrah dengan kondisi yang serba tanggung. Kesadaran akan keterbatasan hanya memperkuat pesimisme akan sulitnya bersaing dengan orang lain yang punya akses lebih. Maka pilihan realistis yang diambilnya dengan tetap berusaha memaksimalkan potensi sebisanya.
Tipe ketiga, menyerah. Dari kedua tipe sebelumnya, tipe ketiga merupakan tipe yang paling mengkhawatirkan. Dan mungkin jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan tipe pertama dan tipe kedua. Mereka hanya bisa pasrah tanpa mampu berbuat apa-apa. Rentan terhadap kemiskinan, mudah menyerah terhadap kondisi, dan bingung meniti langkah maju. Orang-orang yang masuk tipe ketiga ini cenderung akan ‘menghalalkan’ segala cara untuk mempertahankan hidup. Kriminalitas menjadi jalan gelap yang ‘masuk akal’ bagi mereka. Kesimpulan dan pelajaran penting bagi lembaga pengelola beasiswa, bahwa beasiswa yang dijalankan bukan sekedar memberikan harapan masa depan yang lebih baik bagi mereka yang punya keterbatasan, tapi lebih dari itu beasiswa menjadi jalan untuk merawat nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga, ia akan mendekatkan pada ketakwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, sungguh benar dan pantaslah Rasulullah bersabda bahwa “kefakiran dekat dengan kekafiran”. Mereka yang punya keterbatasan ekonomi berpotensi menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan yang bersumber dari Tuhan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.