Pancasila Dewasa Ini
Politik | 2023-09-04 01:33:55Pancasila sebagai landasan hidup bernegara dan bermasyarakat itulah yang utama dikemukakan oleh Bung Karno untuk pendirian Republik Indonesia yang merdeka. Pancasila menjadi alat persatuan untuk melawan kekuatan anti neokolonialisme, anti neoliberalisme dan bagaimana memandang dan menjalani hidup bernegara dan bermasyarakat. Pada pidato 1 Juni 1945 di depan BPUPKI yang kemudian dikenal juga sebagai Hari Lahirnya Pancasila itu Bung Karno sebelum menutup pidatonya menekankan :
"jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu, menjadi satu realitiet, yakni jikalau ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan perikemanusiaan, ingin hidup di atas dasar permusyawaratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan Ketuhanan yang luas dan sempurna, – syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan, perjuangan dan sekali lagi perjuangan. Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di dalam Indonesia merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya.
Nanti kita, bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu-padu, berjuang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila. Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bahwa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak berani mengambil resiko,- tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudra yang sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekad-mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akhir zaman! Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad “Merdeka,’merdeka atau mati”!..."
Sayangnya, pelaksanaan nilai-nilai Pancasila justru seringkali mengkhianati nilai-nilai yang dikandung Pancasila itu sendiri. Di masa rezim Soeharto, Pancasila menjadi alat politik untuk membungkam lawan-lawan politik bahkan juga rakyat marhaen yang menolak pembangunan karena pembangunan justru memulai dengan semakin menyengsarakan rakyat marhaen seperti memberikan ganti rugi yang tak sebanding atas tanah-tanah yang dipakai untuk pembangunan. Pancasila versi Soeharto tampak berjalan formal sejalan dengan kekuasaannya tanpa menekankan nilai lain yang penting bagi bangsa ini yaitu: kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial.
Akibatnya di masa Rejim Soeharto, kekerasan yang berujung pada kejahatan atas kemanusiaan berlangsung bersamaan dengan kesenjangan sosial yang makin tinggi dan pembungkaman hak-hak politik warga Negara. Ini adalah bentuk korupsi pemikiran dan nilai Pancasila. Pancasila versi Soeharto ini mulai dikibarkan pada 1 Oktober 1965 yang oleh Bung Karno dinamakan sebagai gerakan 1 oktober alias Gestok yang semakin sanggup menjungkirbalikkan orientasi politik pembangunan Bung Karno yang belum seutuhnya terlaksana dikala beliau berkuasa dengan didahului tindakan keji menghancurkan organisasi-organisasi pendukung Bung Karno disertai dengan penangkapan, pembunuhan dan pemenjaraan tanpa pengadilan terhadap ribuan simpatisan komunis dan sukarnois. Rezim Soeharto dengan cerdik menyebut 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Selama rezim Soeharto berkuasa, Pancasila yang sakti itu dijadikan tameng kekuasaan dan dijadikan palu godam untuk membungkam perlawanan rakyat banyak.
Rezim Soeharto akhirnya tumbang oleh perlawanan rakyat yang menuntut demokrasi dan perbaikan kesejahteraan. Praktek hidup bernegara hari ini semakin memperlihatkan bagaimana toleransi hidup bersosial semakin surut: satu kelompok agama melarang kelompok lain untuk beribadah; Kekerasan antar etnik atau kelompok masyarakat masih terjadi seakan kita tidak hidup dalam satu nilai kebangsaan; Kesenjangan sosial ekonomi semakin nyata : rakyat miskin makin banyak tanpa lapangan kerja serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang memadai sementara konsumtivisme dan hedonisme pun berlangsung dengan menyolok seakan melemparkan jauh-jauh semangat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat; kehidupan demokrasi yang carut-marut : politik uang yang mendorong tumbuhnya Korupsi-Kolusi-Nepotisme (KKN) yang memicu tidak produktifnya Legislatif maupun Eksekutif membuat produk kebijakan negara yang betul betul sesuai dengan Pancasila Dan UUD 1945 masih disertai pembungkaman bacaan dengan alasan ideologi tertentu oleh Kejaksaan Agung, misalnya, menuntut kita sebagai anak-anak bangsa yang melanjutkan warisan Indonesia Merdeka bertanya : masihkah kita berPancasila dalam hidup bernegara dan bermasyarakat? Pemerintah sendiri seakan tak hadir dalam berbagai peristiwa yang menghinakan nilai-nilai Pancasila itu dan seakan melakukan pembiaran.
Sebagaimana Bung Karno sendiri sering mengatakan : Pancasila pada hari ini tentu tak ingin kita ambil abunya tapi justru apinya. Api Pancasila yang menyala itu tentu untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat bukan sebaliknya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.