Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dafi Cahyadi

A.I.: Distrupsi atau Solusi?

Lomba | 2023-08-31 16:43:48

Pada suatu hari, 30 November 2022. Indonesia, bahkan dunia diguncangkan dengan diluncurkannya sebuah platform yang digadang-gadang akan menyaingi perusahaan Google dalam ranah mesin pencarian. Platform tersebut tak lain tak bukan adalah ChatGPT, sebuah inovasi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligent). Sejak awal peluncurannya, daya tarik ChatGPT telah berhasil mengundang perhatian khalayak internet, mengundang mereka untuk mendaftar dan merasakan pengalaman baru, yaitu mengobrol dengan kecerdasan buatan. Peluncurannya juga merupakan tanda awal dominasi kecerdasan buatan di dunia internet, bahkan di dunia riil.

Prestasinya pun tak dapat dianggap enteng, platform ini dapat mengungguli laju pertumbuhan TikTok, yaitu salah satu aplikasi paling populer di Indonesia, bahkan dunia. Dalam waktu hanya 2 bulan saja sejak peluncurannya, ChatGPT berhasil mengumpulkan 100 juta pengguna aktif, sebuah pencapaian yang lebih cepat daripada yang dicapai TikTok dalam waktu 9 bulan.

Namun, tentu saja inovasi ini, di sisi lain, memicu pro dan kontra di khalayak umum mengenai masa depan dunia, dengan hadir dan maraknya penggunaan kecerdasan buatan ini dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang ramai memprediksi apa-apa yang akan hilang apabila eksistensi kecerdasan buatan ini dipertahankan mulai dari pekerjaan, aktivitas dan lain sebagainya

Sebuah pertanyaan muncul di kepala banyak orang, apakah kecerdasan buatan ini menjadikan tantangan dan membawa dunia ke jalan yang lebih baik atau malah sebaliknya, menjadikan ini sebuah ancaman yang akan membawa dunia kepada kehancuran?

Segala sesuatu pasti memiliki dua sisi yang berbeda, antara menjadi ancaman (sesuatu yang merugikan) atau tantangan (sesuatu yang mengunggah tekad untuk lebih baik). Akan tetapi, biasanya dua kubu dengan dua pemikiran yang berbeda ini didasari akibat adanya perbedaan kepentingan. Misal, untuk pekerja yang sekarang pekerjaannya diganti dengan A.I. pasti akan mengganggap ini sebuah ancaman. Berbanding terbalik dengan pekerja yang malah terbantu pekerjaannya dengan adanya A.I. ini

Okelah, kita tidak dapat menyingkirkan fakta kalau A.I. seperti ChatGPT dan lain-lainnya tidak sedikit digunakan dalam hal-hal yang tidak baik, seperti Deepfake, A.I. yang bisa saja dijadikan pemalsuan konten seperti yang terjadi pada aktor tersohor Leonardo DeCaprio; atau ChatGPT yang banyak dijadikan cara curang murid mengerjakan tugas; dan lain sebagainya.

Namun, kita juga tidak dapat berpaling dari fakta kalau keberadaan A.I. ini memang memberi banyak manfaat seperti membuat pekerjaan lebih efisien, mengurangi kesalahan dalam konten, juga membantu merencanakan konten. Sekarang sudah banyak konten-konten di media sosial yang dibantu oleh A.I. pertanyaannya apakah A.I. menjadi masalah? Tentu tidak, jika kita memanfaatkannya dengan baik dan benar.

Awal-awal kedatangannya, A.I. pernah menimbulkan suatu pembahasan yang ramai dibahas di medsos yang seolah-olah A.I. adalah sebuah disruptor bagi dunia kreatif. Namun, yang terjadi sekarang malah sebaliknya, yaitu sekarang banyak bidang-bidang kreatif yang dibantu oleh A.I., kita ambil contoh perusahaan UpThink, sebuah perusahaan berbasis A.I.; ada juga platform A.I. yang banyak digunakan konten kreator sebagai personal assistant, seperti Copy.ai, Microsoft Bing, atau ChatGPT ini. Di ekonomi kreatif 4.0 ini sudah tidak zaman lagi alergi untuk menggunakan A.I.

Jika kita menarik lebih jauh lagi, bukankah sebuah penemuan itu disrupsi bagi yang sudah ada sebelumnya? Dulu semenjak penemuan mesin uap, kita mengalami peningkatan di bidang ekonomi hingga munculnya sebuah kelas sosial baru. Beranjak ke era komputer, bukankah dari sana banyak muncul pekerjaan-pekerjaan baru. Maka aneh bilamana kita terlalu keras kelapa menolak keberadaan A.I. ini seolah-seolah menolak kemajuan yang akan datang.

Kesimpulannya, segala sesuatu tidak akan menjadi ancaman atau tantangan tanpa campur tangan penggunanya. Sebuah pisau bisa menjadi bermanfaat dan berbahaya tergantung penggunanya, begitu pula dengan keberadaan A.I. ini. Yang akan menjadi fokus utama bukan hanya bagaimana memanfaatkannya, tapi bagaimana kita dapat mengawasi apakah A.I. digunakan dengan baik atau tidak

Seperti salah satu kata penulis terkenal Amerika Serikat, Kahlil Gibran, “Orang-orang optimis melihat bunga mawar, bukan durinya. Orang-orang pesimis terpaku pada duri dan melupakan mawarnya”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image