Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anggun Gunawan

AI dan Masa Depan Industri Media

Teknologi | 2023-08-31 16:14:41

Kehadiran artificial intelligence setahun belakangan telah menguncangkan industri media. Produksi berbagai konten yang selama ini membutuhkan biaya tak sedikit dengan secepat kilat bisa diproduksi oleh AI baik dalam bentuk tulisan (script), suara (audio), gambar (visual) termasuk juga video. Bahkan beberapa TV Nasional telah menggunakan presenter virtual untuk membawakan program News mereka. Open AI, salah satu perusahaan kecerdasan buatan yang paling leading di dunia dan dipercaya oleh Microsoft dan Elon Musk untuk berinvestasi, memiliki 3 tawaran fitur: ChatGPT (Generative Pre-training Transformer) yang sekarang sudah melahirkan generasi ke-4 sangat powerful untuk menghadirkan jawaban atas berbagai pertanyaan yang diinstruksikan hingga sampai 25 ribu kata; DALL-E yang memiliki kemampuan untuk mengkreasikan gambar realistik dan mengedit gambar; API yang diperuntukkan untuk bisnis dengan kemampuan kompilasi GPT, Image Generation, Speech to text, Embeddings dan Fine-tunning.

AI bekerja sesuai dengan input yang disuntikkan ke bank datanya. Dalam sebuah simulasi yang dilakukan oleh seorang Jurnalis Al Jazeera pada Maret 2023, Chat GPT 4 mengungkapkan bahwa koleksi data terupdate yang mereka miliki hanya sampai pada bulan Maret 2021. Ada kekosongan data selama lebih kurang 1,5 tahun. Nah, media yang bekerja dengan kecepatan terjadinya peristiwa yang berbasis “detik” tentu tidak bisa mengandalkan Chat GPT sebagai “sumber berita”. Tetap saja dibutuhkan jurnalis yang terjun langsung ke lapangan untuk mengecek kebenaran sebuah peristiwa, mewawancarai pihak-pihak yang mengetahui sebuah kejadian dan meminta analisis para ahli atas isu yang sedang mengemuka. Artinya, AI belum bisa diandalkan untuk “Breaking News”.

Menghadirkan informasi atau berita yang terpercaya kepada publik tentu masih sulit dihasilkan dari AI yang kerjanya mengolah informasi yang sudah ada. Padahal trust menjadi kunci penting eksistensi media di tengah-tengah masyarakat. Termasuk juga di dalamnya soal independensi, dimana media diharapkan bersikap objektif pada pemberitaan yang mereka sampaikan kepada masyarakat yang dalam beberapa momen juga berkelindan dengan keberpihakan kepada hati nurani publik. Sangat sulit untuk mengharapkan ekspresi emosional yang natural pada anchor AI yang membawakan berita bencana alam yang dahsyat seperti Tsunami Aceh sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Najwa Shihab misalnya.

Meskipun AI bisa mengolah informasi dan membuat keputusan berkali-kali lebih cepat dari otak manusia, ia memiliki kelemahan dari sisi sinergitas. Otak manusia bekerja dengan proses berbagai bagian cortex secara simultan sehingga bisa menganalisa hal-hal yang bersifat kompeks. Bahkan di otak manusia juga ada part emosi dan hati yang unik sesuai dengan jenis kelamin. Dimana unsur perasaan dan emosi sangat kuat melingkupi otak perempuan, elemen rasionalitas dan logika menaungi otak laki-laki. Termasuk juga di dalamnya ada faktor pengalaman hidup (memori), inspirasi, budaya dan pencerahan religiusitas yang terpendam dalam tubuh seorang manusia. Nah, dari sisi ini kemudian keberadaan manusia sebagai penganalisis dan penyaring informasi oleh media menjadi sangat krusial dan tidak bisa digantikan.

Cara bekerja AI adalah “convergent thinking” yang berorientasi kepada “analytical thinking”, bergantung kepada proses algoritma. Sementara otak manusia berpikir dengan cara “divergent thinking” untuk menghasilkan “creative solution”.

Paling tidak ada 4 ciri utama media: mencari kebenaran dan mempublikasikannya kepada publik (investigatif), meminimalisasi ancaman (preventif), bertindak secara independen dan menghindari berita-berita yang terdistorsi dan hanya demi sensasionalitas belaka. Dengan karakter AI yang bekerja konvergensi di atas, maka sulit untuk melahirkan informasi yang layak untuk dikonsumsi oleh publik.

Fungsi “gate-keeper” informasi lewat sistem keredaksionalan yang ketat, kritis sekaligus humanis adalah barang mahal yang dimiliki oleh media tradisional (koran, tv, radio, situs berita) yang tidak bisa digantikan dengan cara kerja algoritma belaka. Untuk mencapai posisi pimpinan redaktur, seseorang harus menghabiskan masa kerja paling tidak 15 tahun di media. Redaktur-redaktur senior yang hidup dalam beberapa era dengan berbagai pola kepemimpinan rezim juga sangat membantu kedewasaan dan kebijaksanaannya dalam memilih “menu” informasi apa yang akan dihantarkan kepada publik. Bagaimana bersiasat dengan rezim yang anti-kritik dan represif agar media yang ia pimpin tidak dibredel? Seperti apa kebebasan yang hendak digaungkan lewat berbagai kanal di zaman “apa-apa boleh” (serba permisif) untuk menjaga etika, budaya dan moralitas masyarakat.

Pertanyaan besarnya bagi industri media adalah apakah AI akan mengalahkan dan merubah posisi media di tengah-tengah masyarakat? Di tengah ketakutan akan semakin berkurangnya kebutuhan tenaga kerja “manusia” pada industri media, ternyata Chat GPT juga mengakui kekurangannya. Saat saya mencoba untuk menanyakan hal tersebut kepada Chat GPT, jawaban yang diberikan cukup humble:

Artificial intelligence (AI) memiliki potensi untuk memengaruhi berbagai aspek dalam industri media, termasuk produksi berita, distribusi konten, dan personalisasi pengalaman pengguna. AI memiliki potensi untuk berperan dalam media dan memberikan kontribusi yang berharga. Mengalahkan media mainstream mungkin bukan tujuan yang realistis dalam waktu dekat. Kemungkinan yang lebih realistis adalah bahwa AI akan menjadi alat yang digunakan oleh media tradisional untuk meningkatkan efisiensi, personalisasi konten, dan merespons tren dengan lebih cepat.”

Tampak jelas bahwa AI menyadari keterbatasan yang ia miliki sehingga belum pada taraf “menggantikan” posisi media yang sudah eksis dan mengudara di tengah-tengah masyarakat. Yang saat ini mampu dilakukan oleh AI baru sebatas sebagai “pembantu” media tradisional untuk bekerja lebih praktis dan mudah. Artinya, AI masih berstatus sebagai suplemen dan asisten dari kerja-kerja langsung yang dilakukan oleh awak media.

#hutrol28

#lombanulisretizen

#republikawritingcompetition

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image