Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nesya Alayya

Hebatnya AI dalam Menghipnotis Kepercayaan Publik

Teknologi | 2023-08-31 13:04:36
sumber: freepik.com

Artificial Intelligent(AI) ternyata sudah ada sejak 50 tahun lalu. Selama 50 tahun, AI terus berkembang dan mengalami kemajuan yang pesat. AI memiliki kemampuan luar biasa dalam menganalisis data dalam skala besar, memahami preferensi hingga mendeteksi emosi kita. AI juga bisa memberikan jawaban yang lebih akurat atas suatu permasalahan yang diberikan. Studi terbaru dalam jurnal Science Advances mengungkapkan fakta yang mengejutkan. Dalam studi itu, partisipan diminta untuk membedakan sebuah cuitan apakah itu buatan manusia atau buatan GPT-3. Hasilnya adalah partisipan kesulitan membedakannya. Bahkan mereka juga tidak bisa menilai apakah informasi di cuitan itu benar atau tidak. Ini membuktikan bahwa AI punya potensi besar dalam memengaruhi kepercayaan publik.

Baru-baru ini, AI bisa memalsukan foto manusia (deepfake) menjadi sebuah gambar palsu. Tiktoker berinisial R menjadi korban dari foto palsu ini. Dia mengaku kaget setelah mengetahui bahwa ada sebuah akun yang memposting foto-foto palsu miliknya. R langsung memberi klarifikasi lewat video bahwa foto-foto itu palsu. Meskipun sudah klarifikasi, tak sedikit netizen yang menulis komentar jahat kepada R. R mengaku mendapat respon yang beragam dari netizen. Beberapa netizen menulis komentar jahat dan menuduhnya seolah-olah R ingin foto itu dilihat lebih banyak orang. Setelah kejadian itu, sang influencer mengaku trauma dan tak ingin mengunggah foto-foto di media sosialnya.

Ternyata bukan wanita saja yang mengalami kasus ini. Laporan dari BBC news Indonesia mengatakan bahwa para pedofil juga memanfaatkan potensi AI ini menggunakan foto anak-anak. Diketahui AI ini bernama Stable Diffusion. Stable Diffusion menggunakan AI Text-to-Image yang memungkinkan pengguna untuk membuat gambar realistis berdasarkan deskripsi dari teks lalu program akan membuatkan gambar tersebut berdasarkan deskripsi yang diperintah.

Dengan melihat dua contoh diatas, kita jadi tau bahwa informasi palsu yang dibuat oleh AI lalu disebarkan ke publik bisa menyesatkan, merusak kepercayaan publik, dan memicu permusuhan di antara manusia. Apakah ini tantangan buat kita atau justru menjadi ancaman buat kedepannya?

Pertama, AI dan algoritma sosial media bisa memanipulasi emosi dan opini. AI dapat memilih informasi yang mendukung pandangan dan emosi kita. Sementara itu, algoritma sosial media merekam apa yang dicari, disukai, dan diikuti oleh pengguna sosial media sehingga tampilan konten yang muncul di sosial media kita sesuai dengan preferensi yang kita sukai. Jika digabungkan, AI dan algoritma ini menyebabkan penyebaran informasi palsu dengan mudah dan cepat. Akibatnya, publik menjadi ragu-ragu tentang informasi yang mereka terima, termasuk informasi yang seharusnya dinilai benar.

Ancaman ini menunjukkan betapa kompleksnya peran AI dalam memengaruhi cara kita berpikir dan merespons informasi.

Pertanyaannya, apakah tantangan yang sedang kita hadapi saat ini?

Publik tidak bisa membedakan konten asli dengan konten palsu ciptaan AI.

Tantangan yang pertama ini cukup membuat publik kebingungan, meragukan informasi yang ada, atau bahkan ada yang percaya dengan informasi palsu. Hal ini bisa terjadi karena rata-rata kita tidak punya waktu untuk mencari tahu apakah informasi itu benar atau tidak. Kedua, ketika manusia melihat sesuatu yang mendukung opininya berdasarkan kebencian, maka tanpa pikir panjang hal itu akan diterima sebagai kenyataan. Informasi itu tersebar lalu publik membacanya dan terus berulang mekanismenya.

Karena terlalu sering menggunakan AI, manusia menjadi malas melakukan riset atau mencari informasi sendiri. Menurut mereka work smart not hard, tetapi kata-kata itu bagai senjata makan tuan jika AI digunakan tanpa diselingi dengan kemampuan berpikir manusia. Manusia punya kemampuan berpikir kritis. Kemampuan ini membuat manusia bisa mengambil dan membuat keputusan jauh lebih baik daripada yang AI lakukan. Ketika manusia malas menggunakan kemampuan itu, mereka cenderung menerima informasi mentah-mentah dan hasilnya adalah hoax yang kita sering jumpai sekarang ini.

Melihat ancaman dan tantangan diatas , penting bagi kita untuk memiliki pemahaman yang kuat tentang cara kerja teknologi sekarang, khususnya AI. Kuncinya adalah kecerdasan manusia. Contohnya dengan literasi digital. Literasi digital adalah kemampuan seseorang dalam mengakses informasi dan menganalisis konten digital secara kritis dan memahami informasi yang disajikan oleh teknologi digital. Pemahaman tentang etika online seperti bagaimana berperilaku yang sopan di dunia maya, menghormati privasi orang, menghindari cyberbullying, berbagi informasi yang akurat, serta memahami dampak dari tindakan kita secara online. AI sendiri sekarang sudah ada kemampuan untuk mendeteksi hal palsu. Meskipun tidak 100% akurat, tetapi dengan bantuan kecerdasan manusia, kita bisa meminimalisir apa yang sedang terjadi sekarang ini.

referensihttps://www.google.com/amp/s/hybrid.co.id/amp/post/studi-tunjukkan-manusia-lebih-mudah-percaya-ai-ketimbang-orang-lain https://tekno.republika.co.id/berita/rr53wp478/gen-z-lebih-percaya-ai-mengapa https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-47520294 https://guruinovatif.id/artikel/penguatan-literasi-digital-bagi-siswa-dan-guru-melalui-platform-digital-pemanfaatan-ai-untuk-guru-menulis https://kominfo.kotabogor.go.id/index.php/post/single/820

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image