Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Novarty Eka Putriana

Tantangan Adaptasi Artificial Intelligence (AI)

Teknologi | 2023-08-30 21:29:26
AI ancaman atau tantangan? | Foto: Canva

Sudah dari tahun lalu, kemunculan Chat GPT rilisan OpenAI, menjadi isu menarik yang dibahas di beberapa komunitas blogger yang saya ikuti. Salah satu teknologi AI ini digadang-gadang mampu mengambil alih tugas kami, para blogger, dalam menulis berbagai artikel. Bagaimana tidak, tinggal ungkapkan saja apa yang diinginkan, Chat GPT segera menampilkan. Jangankan artikel bebas, karya ilmiah pun bisa disuguhkannya dalam sekejap. Bahkan dalam berbagai bahasa dan teknik penulisan yang tidak lagi kaku.

Sejak saat itu, bombardir berita yang meng-highlight AI akan menguasai dunia suatu saat nanti, semakin memancing khawatir. Kecepatan, ketepatan, dan minimnya tuntutan produk AI, dinilai dapat mengambil alih pekerjaan manusia. Apakah itu mungkin? Menurut saya, mungkin saja. Buktinya, mereka yang dulunya bekerja di pintu-pintu pembayaran uang tol, sudah digantikan oleh mesin. Memesan makanan cepat saji pun kini sudah ada alatnya. Tentu masih berderet daftar implementasi AI di berbagai lini kehidupan kita. Tapi pertanyaannya, apakah dalam implementasi tersebut benar-benar tidak ada campur tangan manusia? Ingatlah bahwa AI atau Kecerdasan Buatan tetaplah buatan manusia. Mereka tidak akan pernah ada tanpa manusia, pemilik kecerdasan sesungguhnya.

Ada satu hal menarik yang disampaikan juri lomba menulis yang pernah saya ikuti. Entah kenapa, sampai sekarang layak dipegang. “Blogger bereksplorasi lebih bebas dalam menulis dan menyertakan sudut pandang mereka yang menarik. Ini melahirkan tulisan unik.” Ya, itulah kuncinya. Meski mengambil sudut aktivitas blogger, namun ini sangat bisa diaplikasikan dalam cakupan yang lebih luas.

AI belum tentu mampu menyajikan informasi berbeda ketika pengguna mengetikkan atau mengucapkan kata kunci yang sama. Walau ada beberapa pilihan hasil pencarian misalnya, pasti masih ada peluang kesamaan. Namanya saja bergantung pada database, tentu ada batasan. Butuh waktu menjadi lengkap, hanya di-update bila manusia menambah baris-baris informasi dalam basis data tersebut. Sedangkan tulisan manusia, meski temanya persis sama, pasti goretan tangannya tak semacam copy-paste.

Kembali lagi, kecerdasan manusia tetap mendahului. Apa pun bidangnya, sisi “manusia” adalah kunci. Hal yang hanya dimiliki manusia merupakan senjata adaptasi.

AI Ancaman atau Tantangan?

Saya mengenal AI sudah lebih dari 10 tahun, karena menjadi mata kuliah jurusan Teknik Komputer yang saya jalani. Takjub, jelas. Tapi bukan pengalihan dunia yang dosen saya garis bawahi saat itu, melainkan bagaimana tugas-tugas manusia bisa diringankan oleh kecerdasan yang mereka ciptakan.

Ancaman atau tantangan, sisi manusia yang kita punya bebas memilih. AI akan menjadi ancaman bila manusia tidak lagi memiliki keunggulan dibandingkan mereka. Sebaliknya, bila memilih sebagai tantangan, manusia pasti terus mengunggulkan diri di tengah gempuran kecanggihan hasil tangannya sendiri. Dengan memanfaatkan AI, akan lebih banyak lagi pintu-pintu ilmu dan terobosan baru yang terbuka.

Intinya, era AI adalah keniscayaan perubahan. Hukum rimba itu tak akan pernah mati, karena yang mampu beradaptasilah yang bertahan. Ya, kita perlu beradaptasi.

Knowledge, Skill, dan Attitude (KSA)

Rumus mutlak dalam program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) ini, tetap tepat dijadikan bekal adaptasi di zaman AI. Mungkin sudah banyak yang berkali-kali ditempa dengan materinya, atau ada yang sudah hafal luar kepala. Namun, sudah sejauh mana praktiknya?

Knowledge (pengetahuan) merupakan teori-teori yang bisa digali dan dipelajari dari banyak sumber. Skill (keahlian) dapat diraih bila pengetahuan yang berhasil dikumpulkan itu, dapat dipraktikkan dan terus dilatih. Sedangkan attitude (sikap) adalah bagaimana kita bekerja keras, berempati dan bersimpati, mentalitas, etika, hingga kemampuan beradaptasi.

Ketika KSA diterapkan, profesionalitas pasti mengikuti. Mampu mengemban tanggung jawab sesuai keahlian, serta punya komitmen untuk dapat menyelesaikan tugas yang dipercayakan tepat waktu. Dari sini, muncul kepercayaan. Ketika sudah bekerja secara profesional dengan kemauan tinggi untuk terus meng-upgrade diri, tentu dinilai kredibel atau dapat dipercaya.

Kapabel belum tentu kredibel. Di saat kita sudah mencapai tahap professional dan kredibel, dengan catatan mempertahankannya di setiap jengkal kepastian perubahan, tantangan AI akan terpecahkan. Inilah sisi manusia yang tidak dimiliki AI. Tidak peduli sebagaimana hebatnya teknologi untuk menanamkan sense of human di dalamnya, manusia tetap bisa berjalan tanpa ikatan program dan database, serta mengembangkan diri seresponsif mungkin dalam celah perkembangan AI. Manusia punya anugerah kemampuan beradaptasi.

Jadi, teman-teman memilih AI sebagai ancaman atau tantangan? Saran saya, tanamkan bahwa ini tak ubahnya tantangan perubahan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image