Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahiduz Zaman

Mengungkap Kembali Esensi Politik Dagang Sapi: Perspektif Budaya

Politik | Wednesday, 30 Aug 2023, 07:13 WIB
Sumber: https://news.republika.co.id/berita/pvux26283/mengenal-tradisi-marosok-nego-jual-beli-ternak-gunakan-jari

Banyak orang mengaitkan konotasi negatif pada istilah "politik dagang sapi." Padahal, munculnya istilah "dagang sapi" berasal dari budaya masyarakat Minangkabau, dikenal dengan tradisi "marosok". Di sana, saat terlibat dalam transaksi jual beli sapi, penjual dan pembeli mengikuti etika yang santun karena mereka berurusan dengan makhluk hidup.

Transaksi jual-beli dilakukan secara rahasia, tanpa menggunakan bahasa verbal, melainkan melalui isyarat antara penjual dan pembeli untuk menghindari didengar oleh calon pembeli lainnya. Kerahasiaan ini bahkan berlaku untuk sapi yang diperdagangkan, memperlakukan sapi-sapi sebagai objek pertukaran yang layak dihormati.

Secara teknis, penjual dan pembeli berpegangan tangan, dan jari-jemari mereka terlibat dalam percakapan diam di balik kain sarung yang menutupi tangan mereka. Tentu saja, kode-kode tertentu hanya diketahui oleh penjual dan pembeli sapi itu sendiri.

Inilah cara perdagangan sapi di kalangan masyarakat Minangkabau – sangat etis dan berbudaya. Sayangnya, ketika istilah "politik" dikaitkan dengannya, konotasinya menjadi negatif. Bahkan lebih buruk, "politik dagang sapi" telah berkembang menjadi sebuah "ritual" di mana-mana, bahkan merambah dalam lingkup yang sangat kecil, yaitu pemilihan ketua Rukun Tetangga (RT).

Di masyarakat modern, kecenderungan untuk memandang istilah "politik" dengan nada negatif mungkin telah merusak pemahaman kita tentang tradisi berharga ini. Istilah "Politik Dagang Sapi" sering kali dimengerti sebagai bentuk taktik licik atau manipulatif. Namun, jika kita kembali ke akarnya, ada narasi kaya tentang interaksi manusia yang santun, penuh rasa hormat, dan etika yang tinggi.

Politik Modern: Dagang Sapi sebagai Metafora

Di dunia politik modern, kita sering menyaksikan bagaimana keputusan dan negosiasi dilakukan di belakang layar, dalam ruangan tertutup, jauh dari pandangan publik. Politisi modern sering melakukan negosiasi dan kesepakatan tanpa keterlibatan atau pengetahuan publik, mirip dengan bagaimana transaksi sapi dilakukan dalam budaya Minangkabau melalui tarian isyarat yang tersembunyi.

Sebagai contoh, di banyak negara, terutama di Indonesia, kita sering mendengar istilah "politik transaksional." Posisi, penunjukan, atau kebijakan diperjualbelikan sebagai komoditas untuk mendapatkan dukungan. Ini menyerupai transaksi perdagangan sapi, tetapi tentu saja tanpa estetika dan etika yang melekat dalam tradisi Minangkabau.

Selama pemilihan kepala daerah, kita sering mendengar tentang kandidat yang mengandalkan dukungan dari partai politik tertentu, bukan berdasarkan kompetensi atau visi, melainkan berdasarkan kesepakatan transaksional. Di tingkat yang lebih rendah, fenomena ini bahkan meluas hingga pemilihan dalam lingkup yang sangat kecil, yaitu pemilihan ketua Rukun Tetangga (RT), di mana posisi dan dukungan diperdagangkan seperti komoditas.

Mengapa istilah "Politik Dagang Sapi" Relevan?

Mengapa istilah ini penting dalam konteks kontemporer? Karena terdapat kesamaan dalam cara transaksi ini terjadi – secara rahasia, di luar pandangan publik, dan sering kali kurang transparan.

Namun, terdapat perbedaan mendasar. Dalam budaya Minangkabau tradisional, transaksi rahasia ini tidak ditujukan untuk menipu atau merugikan orang lain, melainkan sebagai bentuk penghormatan. Di sisi lain, dalam politik modern, kerahasiaan sering digunakan untuk menghindari perhatian publik, untuk menyembunyikan aktivitas yang mungkin tidak etis atau bahkan ilegal.

Tradisi Minangkabau mengajarkan kita bahwa tindakan rahasia dapat membawa niat yang mulia dan penuh hormat. Namun, di dunia politik modern, kerahasiaan seringkali menimbulkan rasa curiga dan ketidakpercayaan.

Kesimpulan: Memahami Esensi, Bukan Hanya Istilah

Dalam memahami fenomena politik modern, istilah "Politik Dagang Sapi" memang memiliki relevansi dalam menggambarkan bagaimana transaksi politik terjadi. Namun, kita harus berhati-hati untuk tidak mengartikan istilah ini secara harfiah tanpa memahami esensi dari tradisi Minangkabau.

Mungkin sangat penting bagi kita untuk kembali ke akar budaya kita dan meraih kebijaksanaan dari tradisi Minangkabau. Kita harus menjunjung tinggi etika, integritas, dan rasa hormat dalam setiap tindakan, bahkan yang bersifat rahasia. Penyatuan nilai-nilai ini ke dalam pola kerja politik kita sangatlah penting. Mungkin akan bermanfaat untuk membentuk sistem politik yang lebih bermartabat, transparan, dan penuh rasa hormat.

Sayangnya, adopsi dan adaptasi istilah "politik" dalam "Politik Dagang Sapi" telah mengaburkan makna aslinya. Apa yang seharusnya menjadi pengingat akan interaksi beradab dan etis telah berubah menjadi sesuatu yang berkonotasi negatif. Sebagai masyarakat, kita seharusnya tidak hanya memahami, tetapi juga menghargai makna dan nilai yang terkandung dalam tradisi mulia seperti ini. Jangan biarkan ketidakpahaman mengaburkan kekayaan budaya yang kita miliki.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image