Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Difabel, Pemberdayaan atau Eksploitasi?

Info Terkini | Tuesday, 29 Aug 2023, 18:47 WIB

 

Siti Subaidah

Penyandang disabilitas merupakan bagian dari masyarakat yang kerap terpinggirkan. Kekurangan dan keterbatasan yang mereka miliki menjadikan mereka sulit untuk mengakses berbagai sarana publik dan kesetaraan hak untuk financial. Oleh karenanya OJK (Otoritas Jasa Keuangan) berupaya meningkatkan literasi keuangan dan memperluas akses finansial bagi penyandang disabilitas lewat kegiatan Edukasi Keuangan bagi Penyandang Disabilitas dengan tema “Menuju Masyarakat Indonesia Merdeka Finansial”.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menekankan kemerdekaan finansial harus dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, termasuk para penyandang disabilitas.

Saat ini penyandang disabilitas kesulitan dalam membuat tabungan, asuransi hingga kredit dari perbankan. Padahal, menurutnya, penyandang disabilitas juga berkontribusi pada perekonomian nasional. Sebab mayoritas mereka merupakan bagian dari sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Bahkan beliau menilai para difabel dapat menjadi pahlawan ekonomi Nusantara

Untuk itu OJK mendorong pelaku jasa keuangan salah satunya perbankan memperluas akses disabilitas agar bisa mengakses tabungan, kredit dan asuransi. Kiki mengatakan OJK juga akan memberikan pendampingan agar disabilitas bisa mengelola akses keuangan itu dengan baik.

Kesalahan Persepsi

Tak dipungkiri penyandang disabilitas butuh untuk didampingi dan dipenuhi dalam hal kesetaraan fasilitas yang kerap sulit didapat. Memberikan edukasi serta bekerja sama dengan badan keuangan dalam menyediakan fasilitas finansial menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

Namun, sebelumnya harus ada perbaikan paradigma terkait mereka. Secara fisik, mereka jelas memiliki kekurangan sehingga menjadi objek yang memang harus mendapat perlindungan dan pengurusan semua aspek oleh negara. Namun kenyataannya, mereka bergelut sendiri bahkan terpaksa mandiri demi memenuhi kebutuhan, terutama ekonomi. Terjunnya mereka ke dunia kerja dengan persaingan yang umum tentu akan memberikan kesempatan kecil bagi mereka. Sekalipun akhirnya mereka mengembangkan usaha sendiri tetap saja kesulitan akan banyak mereka temui. Disini negara seolah lepas tanggung jawab dan membiarkan mereka menanggung beban sendiri.

Bukan hanya secara ekonomi, perlakuan buruk bahkan sentimen negatif dari sebagian masyarakat masih pula mereka rasakan. Sehingga mereka seolah terpisah dari masyarakat. Negara yang harusnya mengayomi dan memberikan perlindungan tak tampak realisasinya.

Justru upaya dari pemerintah dan pihak terkait saat ini lebih terlihat sebagai eksploitasi dengan dalih pemberdayaan. Mereka di stimulus untuk tetap berdaya dengan keterbatasan bahkan menjadikan mereka sebagai bagian dari mesin perputaran ekonomi negara. Padahal seharusnya beban ekonomi negara bukan bertumpu pada sektor kecil layaknya UMKM apalagi penyandang disabilitas. Melainkan pengelolaan sumber daya alam di berbagai lini.

Istimewa!

Dalam Islam, negara memiliki tugas utama yakni sebagai pengurus urusan umat. Negara bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan umat tanpa memandang fisiknya sempurna atau tidak (difabel).

Secara umum, negara harus memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi, baik itu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Hanya saja ada periayahan (pengurusan) secara khusus terhadap penyandang disabilitas yang menjadi fokus perhatian negara. Misal terkait pembangunan infrastruktur yang harus memperhatikan kebutuhan kaum difabel. Contohnya ialah kendaraan umum yang ramah difabel, toilet umum khusus difabel, sekolah dan rumah sakit khusus difabel atau penyediaan penanda khusus di jalan bagi tuna netra dan masih banyak lagi contohnya.

Selain itu, karena kondisi fisik mereka yang tidak sempurna. Mereka mendapat pelayanan istimewa dari negara. Hal-hal terkait kebutuhan tambahan dalam bentuk santunan akan diberikan oleh negara seperti alat bantu dengar, kaki palsu, donor mata dan lain sebagainya.

Untuk pemenuhan kebutuhan dasar yang sifatnya individual (sandang, pangan, papan) maka akan dilihat terlebih dahulu. Jika mereka dipandang masih mampu bekerja maka negara akan memfasilitasi. Namun, jika sudah tidak bisa bekerja atau tidak wajib bekerja seperti perempuan, anak-anak dan orang tua sementara masih ada keluarga yang mampu menafkahi maka negara akan memastikan mereka memperoleh nafkah tersebut. Berbeda halnya jika mereka tidak mampu bekerja dan tidak memiliki keluarga yang mampu menafkahi maka penyandang disabilitas tersebut sepenuhnya berada dalam pengurusan negara. Segala kebutuhan akan ditanggung oleh negara.

Inilah bentuk pengurusan negara terhadap para penyandang disabilitas. Segala kebutuhan mereka di perhatikan semata-mata karena mereka adalah bagian dari warga negara yang memang harus dipenuhi kebutuhannya bahkan mereka di perlakuan istimewa. Sungguh berbeda dengan sistem sekarang yang menjadikan mereka sebagai penopang ekonomi negara. Eksploitasi dengan dalih pemberdayaan menjadikan kehidupan mereka kian terpuruk. Wallahu a'lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image