Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yupiter Sulifan

Aktifitas Permainan Tradisional Membentuk Karakter Islami Siswa

Guru Menulis | Tuesday, 29 Aug 2023, 13:38 WIB
Silicha Sofiyatul Ulfa, S.Pd.

Jika kamu belum bisa membangun Indonesia yang besar, mulailah membangun Indonesia-mu sendiri dari kampung halamanmu

Pendidikan merupakan sebuah sistem untuk proses perubahan setiap individu yang memiliki nilai penting di dalam setiap kehidupan manusia. Untuk mewujudkan perubahan yang besar dan hebat yang mampu menjangkau semua aspek dalam diri manusia dibutuhkan kurikulum yang mampu menunjangnya. Kurikulum perlu diramu dengan baik agar proses kehidupan yang ada mendapatkan porsi yang seimbang antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Sejatinya, kurikulum yang baik akan menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas dan siap dalam menjawab tantangan jaman. Tak terkecuali di era globalisasi yang pada hakikatnya adalah suatu fenomena perubahan kehidupan global (mendunia). Globalisasi membawa pengaruh disetiap sendi kehidupan saat ini. Hal tersebut membawa dampak positif maupun negatif. Termasuk dalam dunia pendidikan karena di era globalisasi ini, anak-anak banyak mulai dan sudah meninggalkan permainan tradisional. Mereka mulai memilih untuk bermain gadget, dan menganggap permainan tradisional itu jadul dan ketinggalan jaman.

Permainan tradisional merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat lokal yang diwariskan secara turun temurun. Setidaknya ada hampir 2.600 permainan tradisional yang ada di Indonesia, tapi diperkirakan 1.600 hampir punah. Masih ingatkah dengan permainan engklek atau egrang? Permainan tersebut sudah jarang sekali ditemui apalagi di era teknologi yang serba digital saat ini.

Setiap daerah memiliki permainan tradisional masing-masing. Dimana permainan tradisional tersebut menjadi kebiasaan sebagai interaksi sosial serta membentuk ikatan antarsesama. Permainan tradisional dimainkan dalam suatu gerakan fisik, nyanyian, dialog, tebak-tebakan dan perhitungan. Banyak orang yang bilang, masa anak-anak adalah masa golden age yang sangat berharga. Masa penuh ceria bersama teman-teman sebaya. Bermain, bercanda, tertawa, berekspresi bebas, menikmati indahnya dunia ala anak-anak.

Setidaknya ada beberapa permainan tradisional yang sangat layak kita ajarkan ke anak-anak. Seperti dakon, egrang batok, gobak sodor, bentengan, lompat tali, hulahoop, engklek, estafet hulahoop, dan bekel. Alasannya, banyak nilai-nilai edukatif yang bisa didapatkan dari permainan tradisional tadi.

Tak mengherankan kalau orang tua kita dulu mengajarkannya hingga kita dewasa masih sesekali memainkannya. Sebenarnya tidak ada keraguan bahwa permainan tradisional dapat melambangkan adat, identitas, dan budaya suatu negara. Permainan ini merupakan warisan budaya suatu negara yang ternilai dan tak tergantikan. Oleh karena itu kita harus berusaha mempopulerkan kembali permainan tradisional.

Permainan tradisional tidak hanya menghadirkan hiburan yang menyenangkan bagi pemainnya, tapi juga memiliki makna yang penting dari setiap permainannya. Misalnya saja, permainan dakon. Permainan berasal dari jawa tengah yang memiliki filosofis untuk berlaku jujur, sportif, tanggung jawab, patuh, terbuka dan mengedepankan persahabatan.

Permainan ini dimainkan dengan mengisi tujuh lubang dengan menggunakan biji-bijian. Setiap kita mengambil biji dan membagikannya ke setiap lubang sama artinya dengan saat memiliki rezeki, lalu kita bagikan dengan orang-orang terdekat seperti keluarga dan teman. Agar permainan tradisional tetap dimainkan oleh anak-anak kita, solusinya adalah kita sebagai pendidik berusaha untuk tetap berupaya untuk gencar mengenalkan jenis-jenis permainan tradisional kepada anak didik kita. Bahwa sejatinya permainan tradisional lebih mengasyikkan daripada gadget. Padahal terlalu lama dalam menggunakan gadget pun bisa menyebabkan keaktifan anak menjadi berkurang.

Kegiatan dalam permainan tradisional yang kita kenalkan kepada generasi muda memiliki tujuan agar anak-anak memiliki pola pikir kreatif dan responsif terhadap lingkungan sekitarnya. Dan tujuan akhirnya agar mereka menjadi anak yang shalih-shalihah pewaris budaya bangsa yang luhur budi kaya prestasi. Semoga. (Silicha Sofiyatul Ulfa, S.Pd., penulis adalah guru SDI Raudlatul Jannah Waru Sidoarjo)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image