Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Azwar

Spirit Zakat untuk Kemandirian Umat

Khazanah | Tuesday, 29 Aug 2023, 09:00 WIB
Spirit Zakat

Zakat adalah bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap Muslim apabila telah mencapai syarat yang ditetapkan, yaitu nisab dan haul. Sebagai salah satu rukun Islam, zakat ditunaikan untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (mustahik), sebagai bentuk ibadah dan kewajiban sosial kepada sesama manusia. Dalam Al-Quran disebutkan, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (Q.S. al-Taubah: 103)

Selain menjadi salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan, zakat juga memiliki tujuan untuk memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi umat, serta menjadi salah satu cara untuk mencapai kemandirian umat. Kemandirian tersebut juga menjadi aspek mikro yang harus diwujudkan dalam mencapai falāḥ, yaitu kesejahteraan dunia dan akhirat. Tanpa kemandirian dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, sulit untuk mewujudkan falāḥ bagi umat.

Kemandirian umat, sebagai salah satu tujuan dan sasaran implementasi zakat, dapat didefinisikan sebagai kemampuan umat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Dalam konteks ini, kemandirian yang dimaksud adalah lebih kepada aspek ekonomi, yaitu kemampuan umat untuk memperoleh penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Dengan memperkuat ekonomi, khususnya pada golongan mustahik, umat diharapkan akan lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak lagi menjadi pihak yang tergantung pada bantuan dari pihak lainnya.

Pemberdayaan Mustahik

Secara asal, zakat diberikan kepada para mustahik agar mereka dapat memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari. Namun dalam perkembangannya, hal ini dinilai kurang efektif dalam mengatasi problem kemiskinan yang mereka hadapi dalam jangka panjang. Hal ini karena setelah pemberian harta zakat tersebut habis, mereka kembali hidup susah dan berhutang guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, salah satu cara yang dianggap efektif dalam mengentaskan problem kemiskinan yang melilit hidup mereka adalah dengan pembedayaan ekonomi mustahik melalui pengelolaan zakat secara produktif sehingga bisa membantu dan mengangkat perekonomiannya dalam jangka panjang. Melalui zakat yang dikelola secara produktif tersebut, kondisi ekonomi mustahik diharapkan dapat beralih dari kondisi yang bergantung kepada orang lain ke tahap berikutnya, hingga dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan ekonominya.

Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik, dikisahkan bahwa seorang laki-laki dari kalangan Ansar datang kepada Nabi, meminta sesuatu kepada beliau, kemudian beliau bertanya, “Apakah di rumahmu terdapat sesuatu?” Ia berkata, “Ya, alas pelana yang kami pakai sebagiannya dan kami hamparkan sebagiannya, serta gelas besar yang digunakan untuk minum air.” Beliau kemudian berkata, “Bawalah keduanya kepadaku.” Anas berkata, “Kemudian ia membawanya kepada beliau, lalu Rasulullah mengambilnya dengan tangan beliau dan berkata, ‘Siapakah yang mau membeli kedua barang ini’?” Seorang laki-laki berkata, “Saya membelinya dengan satu dirham.” Beliau berkata, “Siapa yang menambah lebih dari satu dirham?” Beliau mengatakannya dua atau tiga kali. Seorang laki-laki berkata, “Saya membelinya dengan dua dirham.” Kemudian beliau memberikannya kepada orang tersebut, dan mengambil uang dua dirham. (Sunan Abī Dāwud, 2/40: 1641)

Kisah di atas memberikan gambaran bahwa Rasulullah melakukan pemberdayaan ekonomi terhadap orang-orang miskin dan tidak memiliki pekerjaan. Rasulullah mengajarkan sahabatnya untuk berdaya secara ekonomi, di antaranya melalui jalan perdagangan, tidak dengan jalan meminta-minta atau berpangku tangan. ‘Umar bin Khaṭṭāb juga memberikan penekanan terhadap pemberdayaan mustahik melalui pesannya, “Bila kamu memberikan zakat kepada seseorang, maka cukupkanlah (kayakanlah) dia.” ‘Umar bin Khaṭṭāb, sang revolusiner hukum Islam, kerapkali menyerahkan zakat pada fakir dan miskin bukan hanya sebatas untuk membeli sesuap nasi, melainkan ia memberikan sejumlah uang, unta dan semacamnya bagi mereka untuk dipergunakan secara produktif sehingga bisa memenuhi kebutuhan diri beserta keluarganya dalam waktu panjang. (Fiqh al-Zakāh: Dirāsah Muqāranah lī Aḥkāmihā wa Falsafatihā fī Ḍaw’i al-Qur’ān wa al-Sunnah, 567)

Seorang penerima zakat diharapkan menjadi berkecukupan dan kaya, sehingga di waktu-waktu mendatang, mereka tidak lagi menjadi mustahik, tetapi telah beralih menjadi muzakki, orang yang mengeluarkan zakat. Mengubah mustahik menjadi kaya, bukan berarti dengan memanjakan mereka atau memberikan sebanyak-banyaknya zakat kepadanya, tetapi membuat mereka lebih berdaya dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Kisah Rasulullah dan kebijakan ‘Umar bin Khaṭṭāb di atas memberikan penekanan agar mustahik yang tahun ini menerima zakat, diharapkan telah menjadi kaya di waktu/tahun berikutnya sehingga tidak lagi termasuk golongan penerima zakat.

Program Pengelolaan Zakat yang Efektif

Jika zakat dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkuat ekonomi umat, maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana bentuk program yang dapat dilakukan untuk menunjang pemberdayaan ekonomi dan kemandirian umat, khususnya bagi para mustahik? Perlu diingat, program pengelolaan zakat yang baik harus mampu mengumpulkan dan mendistribusikan zakat dengan tepat sasaran, sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi penerima zakat. Program pengelolaan zakat yang efektif juga harus transparan dan akuntabel, sehingga umat Muslim dapat mempercayai bahwa zakat yang mereka bayarkan digunakan dengan baik dan tepat sasaran.

Program pemberdayaan ekonomi yang dapat dilakukan melalui zakat, yaitu antara lain melalui pembiayaan modal usaha, pelatihan dan pendampingan usaha, serta bantuan pendidikan. Program-program ini dapat membantu umat untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan ekonominya, sehingga dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Dalam menyukseskan program tersebut, kolaborasi antarlembaga kiranya dapat dilakukan dengan mengintegrasikan program-program zakat yang ada, sehingga dapat tercapai sinergi antarlembaga dalam mencapai tujuan pemberdayaan ekonomi umat. Kolaborasi antarlembaga juga dapat membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat, sehingga umat Muslim dapat lebih percaya dan yakin dalam membayar zakatnya.

Program pembiayaan modal usaha adalah salah satu contoh program pemberdayaan ekonomi yang dapat dilakukan melalui zakat. Program ini bertujuan untuk memberikan pembiayaan modal usaha kepada umat Muslim yang membutuhkan. Dalam program ini, zakat dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan yang dapat membantu umat (mustahik) memulai usaha atau memperluas usahanya. Melalui program pembiayaan modal usaha, umat Muslim (mustahik) diharapkan dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Selain dengan pembiayaan modal, pelatihan dan pendampingan usaha adalah contoh program pemberdayaan ekonomi lain yang dapat dilakukan melalui zakat. Program ini bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan usaha kepada umat Muslim (mustahik), melalui dana zakat. Pelatihan dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan ekonomi umat, seperti keterampilan dalam mengelola usaha, pemasaran produk, dan manajemen keuangan. Selain itu, pendampingan usaha juga dapat dilakukan untuk membantu umat (mustahik) dalam mengatasi berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalankan usahanya.

Begitu juga, program bantuan pendidikan juga dapat dilakukan melalui zakat. Program ini bertujuan untuk memberikan bantuan pendidikan kepada umat (mustahik) yang membutuhkan. Bantuan pendidikan dapat berupa biaya sekolah, beasiswa, atau dana bantuan untuk keperluan pendidikan lainnya. Dengan program bantuan pendidikan, gologan mustahik dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan keterampilan mereka, sehingga dapat membuka peluang kerja yang lebih baik dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.

Di antara dampak positif yang dapat dicapai melalui program-program tersebut, yaitu: meningkatkan keterampilan dan kemampuan ekonomi masyarakat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan, meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya zakat dan kepedulian sosial.

Tantangan dalam Pengelolaan Zakat

Meski demikian, pelaksanaan program pengelolaan dan pemberdayaan zakat di atas tentu menghadapi berbagai tantangan yang tidak sedikit. Beberapa tantangan dalam pengelolaan zakat yang mesti dihadapi, di antaranya adalah berupa kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya zakat, kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat, kurangnya pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan zakat, dan adanya kasus penyelewengan dan penyalahgunaan zakat. Tantangan-tantangan ini perlu dijawab oleh umat Muslim, khususnya bagi para pengelola zakat, sehingga perolehan dan pengelolaan zakat dapat mencapai tujuan dan sasarannya, salah satunya yaitu untuk mencapai kemandirian ekonomi umat sebagai spirit zakat, sebagaimana yang telah disinggung di atas.

Di antara solusi untuk mengatasi tantangan tersebut, yaitu (antara lain) dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya zakat melalui kampanye sosialisasi dan edukasi, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat melalui penggunaan teknologi informasi dan sistem pelaporan yang terbuka, dan meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan zakat melalui audit dan evaluasi yang ketat. Selain itu, upaya yang juga dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan sistem pengelolaan zakat yang profesional dan terintegrasi dengan lembaga-lembaga zakat yang lain.

Kesimpulan

Zakat memiliki peran penting dalam membantu umat Islam mencapai kemandirian. Dengan spirit zakat, umat Islam dapat membantu sesama yang membutuhkan dan memberikan dukungan finansial untuk kegiatan-kegiatan sosial, seperti pendidikan, kesehatan, dan pengembangan ekonomi. Dalam jangka panjang, zakat juga dapat membantu membangun masyarakat yang lebih mandiri dan berdaya saing. Oleh karena itu, dengan memahami spirit dan pentingnya zakat, serta mendukung pengelolaan zakat yang efektif, umat Islam diharapkan dapat memanfaatkan zakat dengan baik untuk mencapai kemandirian ekonomi dan sosial yang lebih baik. Wallāhu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image