Kecemasan versus Kreativitas Residen Rehabilitasi Narkoba RSKO
Eduaksi | 2021-12-30 13:58:44Sejak resmi digaungkan WHO sebagai Public Health Emergency of International Concern (Situasi Darurat Global) pada bulan Januari 2020, COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARSCOV-2 bukan hanya menjadi masalah warga Tiongkok khususnya di kota Wuhan, namun telah menjadi sumber keresahan semua negara di dunia.
Indonesia sendiri melalui Presiden RI dan Menteri Kesehatan telah mengumumkan kasus nasional pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020. Menyusul kemudian WHO akhirnya mendeklarasikan COVID-19 sebagai pandemi global pada Kamis, 12 Maret 2020.
Dengan penetapan pandemi Covid-19 tersebut, diharapkan seluruh negara di dunia akan melakukan upaya maksimal untuk menanggulangi ekskalasi infeksi wabah COVID-19 diantara masyarakatnya.
Beberapa upaya promotif dan preventif dalam menanggulangi penyebaran COVID-19 adalah dengan memberikan edukasi kepada individu di semua lini komunitas untuk melindungi setiap orang dari risiko terjangkit virus.
Diantaranya melakukan kebersihan tangan secara benar, menggunakan masker dan menerapkan physical distancing.
Upaya tersebut terus menerus dihimbau untuk meningkatkan kewaspadaan sekaligus mereduksi keresahan sehingga tidak perlu merasa ansietas (kecemasan) berlebihan.
Kecemasan yang berlebihan akan mempengaruhi kesehatan jiwa dan menurunkan imunitas tubuh individu.
Instalasi Rehabilitasi NAPZA RSKO Jakarta (Halmahera House) sebagai salah satu fasilitas kesehatan penyalahgunaan NAPZA yang di dalamnya terdiri dari sekelompok individu (petugas dan residen; pasien rehabilitasi) juga menghadapi tantangan tersendiri akibat pandemi COVID-19.
Pada sekelompok individu yang berada di lingkungan terbatas dalam kurun waktu tertentu, risiko terjangkit COVID-19 sangat mungkin terjadi akibat sulitnya melakukan physical distancing.
Ditambah lagi, seluruh petugas masih mobile (pulang-pergi) dari fasilitas ke tempat tinggal masing-masing.
Sejak Maret 2020, berbagai upaya promotif preventif telah dilakukan oleh pihak RSKO Jakarta untuk siap siaga mengantisipasi penyebaran COVID-19 ke dalam area rumah sakit terutama fasilitas rehabilitasi.
Sebelum proses admisi rehabilitasi, pasien diwajibkan melakukan tes rapid antibodi dan ditempatkan dalam ruang terpisah dengan pasien lain selama 10 hingga 14 hari.
Selama masa tersebut, perawat dan dokter melakukan asesmen dan observasi kesehatan fisik pasien, terutama identifikasi gejala ILI (Influenza Like Illness).
Sejak September 2020, proses screening pasien rawat inap RSKO Jakarta dirubah dari tes rapid antibodi menjadi tes PCR.
Tes rapid antibodi juga dilakukan terhadap seluruh petugas di area rehabilitasi. Secara berkala (sekali perminggu) petugas mengisi kuesioner ILI.
Petugas yang menderita ILI diwajibkan melapor kepada dokter spesialis paru RSKO agar dilakukan asesmen lebih lanjut untuk kemudian diberikan waktu istirahat atau direkomendasikan untuk melakukan tes PCR.
Bersamaan dengan screening petugas dan pasien, dilakukan juga proses edukasi. “The Roots of Education are Bitter ” demikian sepenggal kutipan dari Aristoteles. Edukasi terhadap residen dengan berbagai keunikan, keterbatasan dan latar belakang juga bukan hal mudah bagi perawat, dokter dan konselor adiksi pada fasilitas rehabilitasi NAPZA.
Berbagai protokol pencegahan COVID-19 dimodifikasi dan diintegrasikan kedalam seluruh program harian residen.
Contohnya, kewajiban memakai masker dan penerapan physical distancing saat melakukan meeting/ group, atau ketika residen saling menyampaikan teguran kepada pasien lainnya.
Selama pandemi residen tidak diperkenankan body contact seperti berpelukan atau bersalaman sesuai kebiasaan residen sebelum pandemi. Tidak jarang ditemukan beberapa residen masih melanggar protokol tersebut.
Namun, petugas rehabilitasi tidak bosan melakukan edukasi terus menerus terkait COVID-19 kepada seluruh residen (melanjutkan penggalan kutipan sebelumnya; “The Roots of Education is Bitter, but the Fruit is Sweet.”)
Pandemi ini juga berdampak terhadap kunjungan keluarga residen. Sejak pemberlakuan new normal, Instalasi Rehabilitasi RSKO Jakarta menerapkan protokol khusus kunjungan keluarga.
Isi protokol tersebut antara lain pembatasan maksimal tiga orang anggota keluarga yang dapat membesuk satu orang residen.
Residen dan keluarga juga tidak dapat melakukan kontak fisik karena kursi mereka dibatasi lembaran protective plastic barrier. Waktu kunjungan dibatasi hanya satu jam. Sebelum pandemi, keluarga dapat berkunjung sejak pukul 10 hingga pukul 16.
Kemudian jika pemerintah DKI Jakarta memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), maka kunjungan keluarga ditiadakan.
Kehadiran fisik keluarga digantikan dengan video call selama 10 menit lewat fasilitas telepon seluler milik instalasi rehabilitasi.
Perubahan ini tentunya bukan hal mudah yang dapat diterima residen maupun keluarga. Mereka harus berjuang dengan berbagai problematika penyalahgunaan NAPZA dengan dibayang-bayangi situasi pandemi COVID-19.
Terutama bagi residen yang harus menjalani rehabilitasi akibat tersandung kasus hukum dan masih harus menanti putusan pengadilan. Lama perawatan rehabiltasi bagi residen yang tidak terlibat masalah hukum biasanya adalah 3 hingga 6 bulan.
Beberapa residen kerap berkeluh kesah tentang berbagai stressor (penyebab stress) yang mereka hadapi selain ketidakjelasan masa perawatan atau terlalu lamanya waktu perawatan sesuai putusan pengadilan, diantaranya kecemasan akan kondisi keluarga di rumah dan ketidakpastian ekonomi.
Berbagai kondisi di atas secara normal merupakan trigger (pemicu) hadirnya stres, dan jika diiringi dengan cara penyelesaian masalah (mekanisme koping) yang tidak semestinya maka dapat mempengaruhi kesehatan jiwa residen.
Namun, beberapa aktivitas yang dilakukan residen menunjukkan bahwa rata-rata residen dapat dengan baik menaklukkan stres, ansietas, perasaan terisolasi dari dunia luar, rasa bosan dan kesepian.
Aktivitas olahraga salah satu contohnya. Pada kegiatan olahraga setiap sore, hampir seluruh residen tampak lebih aktif berolahraga menggunakan fasilitas yang tersedia seperti basket, futsal, badminton, voli, tenis meja, dan gym.
Beberapa residen juga mahir melakukan latihan primal movement, high intensity interval training dan yoga.
Mereka melakukan latihan tersebut dengan berkelompok. Hal ini sangat bermanfaat, mengingat selama pandemi kegiatan yoga yang sebelumnya dilakukan setiap Jumat pagi dengan dipimpin fasilitator yang diundang RSKO ditiadakan.
Cara seorang residen merespons stres selama pandemi mungkin juga tergantung dari latar belakang residen tersebut. Tercatat saat ini ada 6 residen dengan latar belakang seniman dan pengusaha industri kreatif.
Mereka berhasil menginisiasi residen lain untuk bersama-sama melakukan kegiatan kreatif dalam program rehabilitasi. Misalnya saat Saturday Night Activity (SNA), residen tidak hanya menghabiskan setiap Malam Minggu secara monoton (biasanya hanya makan dan menonton film bersama), namun ada kegiatan seni dengan persembahan drama, pentas bermusik dan bernyanyi, atau pertunjukkan bakat lainnya.
Kreativitas yang dilakukan residen dalam upaya mengurangi kecemasan selama pandemi merupakan bagian dari proses self-help. Self-help merupakan salah satu prinsip fundamental keberhasilan program rehabilitasi NAPZA.
Artinya, residen adalah kontributor utama dalam proses perubahan pikiran, emosi dan perilaku yang diinginkan bersama-sama. Ketika dihadapkan kepada stressor, cara apa yang disepakati residen untuk mengatasi dan mempertahankan kesehatan jiwanya? Fight or Flight? Nampaknya kutipan dari Deepak Chopra berikut dapat kita renungkan; The Best Use of Imagination is Creativity, The Worst Use of Imagination is Anxiety.(NH / AM Promkes)
----
Penulis : Ns Nurwahidah Hasan S.Kep.,
Salam hangat RSKO Jakarta
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.