Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naely Lutfiyati Margia

Semakin Meresahkan, Propaganda L687 Menyasar Anak-Anak

Agama | Saturday, 26 Aug 2023, 10:32 WIB
Salah satu adegan kartun yang diduga bermuatan LGBT.

Beredar tayangan kartun tidak layak bagi anak

Akhir-akhir ini sosial media dihebohkan dengan adanya video kartun anak di Youtube Kids yang mengandung unsur L687, dengan memperlihatkan seorang anak dengan dua ayah. Tayangan tersebut merupakan produksi Moonbug yang juga menghasilkan konten-konten anak, seperti Blippi dan Cocomelon.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) segera melayangkan surat ke Youtube untuk mengingatkan tentang adanya konten-konten yang tidak layak ditonton anak, menyusul video yang menayangkan film kartun anak-anak berbau LGBT. Selama ini, kata Rini Handayani, pihak Youtube telah bekerja sama dengan baik dalam menangani konten-konten tidak layak anak. Menurut dia, terhadap konten-konten seperti ini harus ada respons cepat karena membahayakan anak. (Republika, 21/8/23)

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) DKI Jakarta, Rizky Wahyuni mengatakan, film kartun LGBT yang viral tersebut bukan termasuk kewenangan pengawasan KPI. Film kartun tersebut ditayangkan di Over The Top (OTT) kanal Youtube notabene bukan termasuk dalam kewenangan pengawasan KPI. Berdasarkan UU 32/2002 tentang Penyiaran kewenangan KPI hanya pada pengawasan televisi teresterial dan radio. (Republika, 21/8/23)

Gaya pengasuhan anak era modern

Tidak bisa dipungkiri kemajuan teknologi memiliki dampak signifikan pada cara orang tua mendidik dan mengasuh anak-anak. Teknologi telah membawa perubahan dalam berbagai aspek pengasuhan anak, termasuk dalam pemberian gadget sejak dini. Meskipun memiliki dampak positif, namun tak bisa lepas dari dampak negatif. Mulai dari ketergantungan, kurangnya aktivitas fisik, hingga konten tidak sesuai usia.

Penting bagi orang tua untuk memonitor dan mengontrol tayangan apa yang anak-anak konsumsi. Menerapkan kontrol dan filter yang sesuai dengan usia, berkomunikasi dengan anak tentang konten yang pantas bagi mereka dan terlibat aktif dalam kegiatan mereka. Upaya ini bertujuan untuk melindungi anak dari dampak negatif konten yang tidak sesuai usia.

Namun orang tua memiliki keterbatasan dalam memantau tontonan anak di gadget, terutama dengan banyaknya konten yang tersedia secara online dan dapat diakses dengan bebas. Maka dari itu perlu bantuan dari berbagai pihak dalam mewujudkan pengawasan tayangan yang layak bagi anak.

Propaganda L687 dibalik tayangan kartun

Selama ini L687 selalu dipropagandakan sebagai aspek yang sangat personal dan privasi. Yang katanya sebagai hak setiap individu yang harus dihormati dan dijaga, termasuk dalam hal identitas seksual dan gender. Namun nyatanya tetap dikampanyekan, melalui diskusi publik, pengadaan acara, iklan, hingga tayangan-tayangan di sosial media. Sehingga bila sudah seperti ini, L687 bukan lagi wilayah privasi, karena mereka sedang berupaya mempromosikan dan mengajak orang lain untuk menormalisasi perilaku mereka.

Dan sekarang sudah menyasar anak-anak, melalui tayangan kartun. Tayangan semacam ini tentu dibuat tidak main-main. Pihak produksi begitu memikirkan bagaimana tayangan ini akan dibuat. Dimulai dari penulisan skrip, perencanaan produksi, pemilihan tim, syuting, pasca produksi hingga distribusi. Seperti serial kartun Peppa Pig, Lightyear, Doc McStuffins, How to Train Your Dragon dan The Loud House yang memuat unsur L687 karena memperlihatkan pasangan sesama jenis. Dan juga serial kartun The Owl House yang dicurigai memuat unsur biseksual. Maka ini adalah bagian dari agenda serius dalam mengkampanyekan L687 di kalangan anak-anak.

Lembaga sensor lepas tangan

Lolosnya tayangan kartun dengan unsur L687 ini, tidak lepas dari peran lembaga sensor dalam memfilter tontonan. Lembaga sensor yang ada seolah lepas tangan, karena menilai tayangan kartun yang beredar di kanal Youtube tersebut adalah bukan kewenangannya. Padahal lembaga sensor mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi konten media seperti film, televisi, radio, permainan video dan konten digital lainnya, untuk memastikan bahwa konten tersebut sesuai dengan norma-norma. Yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari konten yang dianggap tidak pantas atau merugikan.

Negara harus turut andil

Dalam menyikapi kasus yang demikian, tidak cukup hanya dari peran orang tua ataupun lembaga sensor saja, peran negara sangat dibutuhkan dalam menangani hal ini. Negara sebagai institusi tertinggi punya kewenangan dalam memberantas tayangan L687. Tapi faktanya saat ini kita hidup di sistem kapitalisme sekuler yang menjadikan manfaat sebagai asas dalam kehidupan, serta kebebasan, baik kebebasan beragama, berpendapat, berkepemilikan, maupun berperilaku di atas segalanya. Inilah yang membuahkan berbagai macam pemikiran dan tingkah laku yang menyimpang. Maka wajar bila kampanye L687 masih bisa aktif karena orientasi seksual dinilai sebagai kebebasan seseorang yang harus diterima oleh siapapun.

L687 dalam pandangan Islam adalah kemaksiatan. Tidak hanya itu, semua perbuatan haram itu sekaligus dinilai sebagai tindak kejahatan/kriminal. Allah melaknat kaum penyuka sesama jenis sejak jaman Nabi Luth AS ribuan tahun yang lalu.

“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al-A’raf: 81)

Seringkali L687 dikaitkan dengan bawaan lahir, padahal L687 bukanlah fitrah. Mereka sebenarnya adalah penyakit sosial yang harus dan bisa disembuhkan. Bukan malah dianggap sebagai sifat bawaan yang bisa ditoleransi keberadaannya, sebab Allah telah ciptakan manusia dengan kecenderungan terhadap lawan jenis.

“Dan segala sesuatu Kami Ciptakan Berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (TQS Az-Zariyat: 49)

Keharaman perilaku L687 ini dijadikan landasan bagi negara untuk menetapkan sanksi yang sesuai dengan hukum Islam. Hukuman untuk lesbianisme tidak seperti hukuman zina, melainkan takzir, yaitu hukuman yang tidak dijelaskan secara khusus oleh nas. Jenis dan kadarnya diserahkan kepada qadhi. Bisa berupa hukuman cambuk, penjara, publikasi, dan sebagainya. Sedang hukuman untuk homoseks adalah hukuman mati, tidak ada khilafiah (perbedaan) di antara para fuqaha, khususnya para sahabat Nabi saw.

Rasulullah bersabda “Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya.” (HR Al Khamsah, kecuali An-Nasa’i)

Tidak hanya itu, negara yang menjadikan Islam sebagai landasannya akan menjadikan halal dan haram sebagai standar. Negara akan tegas menjaga tayangan bagi umatnya. Tayangan-tayangan tak layak konsumsi yang memuat hal-hal yang bertentangan ajaran Islam tidak akan diperbolehkan. Sehingga meminimalisasi aktivitas yang mengarah pada pelanggaran syariat.

Sungguh, Islam sangat menjaga kehidupan manusia dengan segala peraturan yang telah Allah tetapkan. Meninggalkan hukum Allah, hanya akan menghantarkan manusia pada kerusakan dan kesengsaraan. Saatnya umat Islam kembali hanya kepada hukum Allah SWT saja dalam menyelesaikan segala permasalahan hidupnya.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image