Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Islam, Perisai Terbaik Bagi Perempuan

Agama | Friday, 25 Aug 2023, 15:37 WIB
Ari Nurainun, SE

Serikat Pekerja Rumah Tangga (PRT) melakukan aksi mogok makan di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Agustus 2023. Aksi ini adalah bentuk protes ke DPR karena RUU Perlindungan PRT (PPRT) tak kunjung disahkan.

Aksi yang sudah digelar sejak sebelum sidang tahunan MPR pada 16 Agustus 2023 dimaksudkan untuk mengingatkan DPR bahwa pengesahan RUU PPRT sudah tertunda selama 19 tahun.

Menurut Koordinator Aksi Lita Anggraini penundaan ini sama saja dengan menyandera nasib PRT yang bekerja di dalam situasi perbudakan dan korban tindak perdagangan orang. RUU PRT dinilai sangat krusial untuk melindungi nasib PRT. Sekaligus mengatur mekanisme perekrutan dan penempatan PRT, sanksi, dan juga fungsi pengawasan dan pendataan.

Menurutnya, pengesahan RUU PPRT menjadi UU juga akan mengurangi jumlah korban kekerasan dan perdagangan manusia terhadap PRT. Sejauh ini tercatat ada 600 korban per tahun. Oleh sebab itu, Lita menuntut agar DPR bisa segera mengagendakan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT menjadi UU. Serikat PRT akan terus melakukan berbagai aksi hingga disahkan.

Tersendat-sendat

Pada rapat pleno 1 Juli 2020 lalu, sebetulnya RUU PPRT sudah disepakati oleh Badan Legislasi DPR. Hasil rapatnya pun telah diteruskan ke Badan Musyawarah pada 15 Juli 2020. Akan tetapi pimpinan DPR belum juga mengagendakan rapat mengenai RUU tersebut.

Diduga, hal itu terjadi karena berkaitan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Menurut sosiolog Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy, RUU PPRT dianggap tidak relevan lagi dengan adanya UU 11/2020 tetang Cipta Kerja. Menurut dia, semangat penyusunan RUU PPRT adalah memberikan kepastian hak pekerja domestik melalui perlindungan hukum, gaji, dan lain sebagainya. Sedangkan UU Ciptaker lebih mengutamakan kemudahan bagi investor.

Selain itu ada juga anggapan pengaturan pekerja rumah tangga diatur dalam perubahan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga, dinilai tak dibutuhkan lagi aturan tersendiri mengatur pekerja rumah tangga.

Islam, Jaminan perlindungan terbaik

Kapitalis sebagai sebuah ideologi yang mendominasi dunia, menjadikan manfaat sebagai tolak ukur dalam setiap perbuatan. Serta menjadikan nilai materi sebagai motif utama dalam pengambilan keputusan. Sehingga tidaklah mengherankan, jika menurut para kapitalis RUU PPRT, bukanlah "isu seksi" yang mendesak untuk segera disahkan. Oleh karenanya, jangan berharap akan terwujud perlindungan hakiki pada hukum lapuk semacam ini.

Berbeda dengan Islam yang menempatkan perempuan dalam posisi yang mulia dan terhormat. Perempuan adalah arsitek peradaban. Keberadaannya akan selalu dibutuhkan demi keberlangsungan hidup umat manusia. Perannya senantiasa penting karena ia adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya.

Islam tidak mewajibkan perempuan mencari nafkah. Tegaknya perekonomian bukan ditopang oleh kaum perempuan. Islam akan memberdayakan kaum laki-laki agar bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Negara akan membuka lapangan pekerjaan dan kemudahan akses pekerjaan bagi para pencari dan penanggung nafkah.

Negara juga membekali kaum laki-laki keterampilan dan skill yang dapat memudahkannya melakukan pekerjaan. Negara memberi modal bagi mereka yang tidak memiliki modal usaha. Dengan begitu, pemenuhan kebutuhan pokok akan terpenuhi.

Islam tidak mengenal diskriminasi gender. Semua warga negara memiliki hak dan kewajiban sesuai porsinya berdasarkan ketetapan syariat. Perempuan mendapat perlindungan luar biasa dengan menempatkan mereka di tempat yang aman, sesuai dengan fitrahnya. Yaitu berperan di ranah domestik yang kebutuhannya terpenuhi oleh wali atau suaminya sebagai penanggung nafkah dirinya.

Islam pun memberikan kesempatan bagi perempuan untuk mengoptimalkan perannya di ranah publik. Antara lain mempelajari dan mengamalkan ilmu, mendidik umat dengan tsaqafah Islam, berdakwah, dan berkontribusi bagi kemaslahatan umat dengan ketetapan syariat yang memuliakan dan menjamin keamanan mereka.

Negara juga akan menegakkan sistem sanksi Islam yang memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Sehingga penganiayaan, penyiksaan, dan kekerasan yang menimpa perempuan tidak akan berulang terjadi karena ketegasan hukum Islam bagi para pelaku kriminal. Hanya sistem Islam yang mampu memberikan ketenangan, keamanan, dan kesejahteraan bagi perempuan.

Wallahu'alam bi showab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image