Elegi Kehidupan
Sastra | 2023-08-24 03:31:17Wahai Nabastala, aku bingung terhadap semesta dengan isinya.
Seperti melihat kebenaran sangat sulit untuk terjamah kesemuanya.
Apalah daya daku hanya sebagai ciptaan yang awam akan kebenaran.
Namun penghakimanku bukan terhadap Tuhan tetapi untuk sesamaku.
Aku melihat bagaimana para hamba sahaya menyembah materi semesta.
Banyak perut yang belum terisi haknya, namun mereka hanya berlomba.
Mencari kemenangan semata hanya untuk hasrat dahaga yang sesaat.
Sebelum menang, ternyata sudah banyak raga yang kehilangan jiwanya.
Apakah untuk ini aku dihidupkan?
Diberi nikmat nirmala untuk melihat neraka yang sudah nyata.
Tidak berbelas kasih dengan cinta yang berma’rifat kepada Sang Maha Esa.
Padahal bentala dan bumantara tercipta untuk jalan kembali ke Surga-Nya.
Mereka puasa dengan tidak sengaja, padahal matahari sudah memberikan sinarnya.
Tertawa kadang menjadi pertanda kecukupan dan menangis menjadi pertanda kekurangan
Jenggala sudah terhampar dengan banyaknya dan Samudera sudah tenang dengan dalamnya.
Rumah-rumah bagaikan taman surga untuk Sang Kaya, namun neraka bagi Sang Jelata.
Wahai daksa yang renta dan atma yang amerta di atas Bentala dan di bawah Nabastala.
Dengan renjana mari litani dan nuraga untuk mencapai kehidupan Nirmala tanpa Neraka.
~Magenda
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.