Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Riva Sahri Ramdani, SE., S.Pd.

Rumah Sakit dan Sekolah

Eduaksi | Tuesday, 22 Aug 2023, 16:29 WIB

Sabtu siang, 10 Juni 2023, saya menerima telepon dari salah satu rumah sakit terkemuka di bilangan Kota Tasikmalaya. Dengan ramahnya, petugas rumah sakit itu menginformasikan bahwa pelaksanaan URS untuk gangguan ginjal saya akan dilaksanakan pada hari Ahad. Ruang rawat inap pun sudah tersedia dan siap ditempati. URS atau Ureteroscopy merupakan salah satu metode pengobatan batu ginjal yang umum dilakukan oleh dokter. Prosedur ini bertujuan untuk menemukan batu ginjal atau masalah-masalah yang berkaitan dengan saluran kemih.

Alhamdulillah proses URS berjalan lancar tanpa kendala. Hanya membutuhkan waktu kurang dari 30 menit untuk meneropong saluran ginjal. Namun masa pemulihanlah yang membutuhkan waktu cukup lama. Selama lima hari terkapar di tempat perenungan para hamba Allah yang sedang diuji kesehatan ini, menginspirasi saya untuk menulis tentang rumah sakit dan sekolah. Sepertinya ada persamaan yang menarik antara keduanya, yang mungkin bisa saja benar atau tidak. Kebetulan profesi saya sebagai guru Bahasa Indonesia dan Aqidah di Pesantren Muhammadiyah At-Tajdid Tasikmalaya.

Pertama, suasana yang penuh keramahan. Mulai dari pelayanan terhadap tamu sampai dengan orang yang memanfaatkan jasanya. Penerapan 5 S (senyum, salam, sapa, sopan, dan santun) selalu kita temukan di lingkungan rumah sakit dan sekolah yang baik. Hal ini terjadi karena aparatur di tempat tersebut berasal dari orang-orang yang terdidik, terlatih, dan terampil dalam melayani orang yang sedang memiliki masalah. Tentunya masalah kesehatan dan pendidikan.

Selain itu, kebersihan yang terjaga dan terkontrol dengan baik menambah suasana nyaman bagi siapa pun yang berkunjung. Mereka pasti sudah paham betul tentang slogan kebersihan adalah pangkal kesehatan dan kebersihan adalah bagian dari iman, sehingga bukan hanya di ucap kata, namun terwujud dalam aksi nyata.

Persamaan kedua adalah sama-sama ada yang ingin bertemu dan ada yang mempertemukan. Pasien ingin bertemu dengan kesehatannya, lalu dokter mencoba dan berusaha mempertemukan keduanya. Murid ingin bertemu dengan kecerdasannya, lalu guru mencoba dan berusaha mempertemukan keduanya. Dokter memiliki spesialisasi keahlian dan metode khas serta resep mujarab masing-masing sesuai keadaan dan kebutuhan pasiennya. Begitupun juga dengan guru yang memiliki spesialisasi bidang studi dan metode serta model pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan muridnya.

Di rumah sakit, dokter menjadi fasilitator yang membantu menyembuhkan pasiennya. Ia membimbing dan mengarahkan pasien agar bisa bertemu kembali dengan kesehatannya yang hilang sementara. Setelah berhasil dipertemukan, tak sungkan ia menasihati pasiennya agar senantiasa menjaga kesehatannya dengan baik agar ia tidak kembali hilang darinya.

Adapun di sekolah, guru merupakan fasilitator yang membantu mencerdaskan muridnya. Ia membimbing dan mengarahkan murid agar bisa menemukan bakat atau potensi kecerdasannya. Setelah berhasil dipertemukan, tak sungkan guru menasihati muridnya agar senantiasa melatih dan mengembangkan kecerdasannya dengan sungguh-sungguh agar ia tidak kembali hilang darinya.

Ketiga, nasihat dokter dan guru sama-sama berharga. Menurut kadar manusiawi, mengabaikan nasihat mereka bisa menyebabkan kebodohan yang berkepanjangan dan kematian yang tiba-tiba. Oleh karena itu, Jika ingin sembuh, maka pasien harus senantiasa mendengarkan nasihat dan melaksanakan arahan dokter. Sikap tidak hormat dan tidak patuh terhadap dokter akan menutup pintu nasihat dan doa darinya. Tertutupnya nasihat berarti terhambatnya resep obat menuju kesembuhan. Tertutupnya doa berarti hilangnya keberkahan pelayanan yang telah didapat. Akhirnya, penyakit akan terus hinggap tak mau lepas dari diri seorang pasien yang buruk adab.

Sama halnya dengan murid. Jika ingin berhasil, maka ia harus senantiasa mendengarkan nasihat dan melaksanakan arahan gurunya. Sikap tidak hormat dan tidak patuh terhadap guru akan menutup pintu nasihat dan doa mereka. Tertutupnya nasihat berarti terhambatnya transferan ilmu pengetahuan. Tertutupnya doa berarti hilangnya keberkahan ilmu yang telah didapat. Akhirnya, kebodohan akan terus bercokol kekal pada diri seorang murid yang buruk adab.

Pada hakikatnya, kebodohan itu merupakan sebuah “penyakit” yang perlu segera “diobati”. Maka orang yang menjauhi guru ibarat orang sakit yang tak mau menemui dokter. Ia tidak akan lepas dari kebodohannya sebagaimana orang sakit yang tak kunjung sembuh dari penyakitnya.

Keempat, banyak supporter yang membantu keberhasilan. Ketika pasien dirawat di rumah sakit, banyak keluarga, teman, kerabat, dan kenalan berdatangan menjenguk. Selain menghibur dan mendoakan kesembuhan, tak sedikit dari mereka yang membantu biaya perawatan. Di tempat lain, seorang anak yang akan atau sedang menempuh pendidikan, apalagi di pesantren, banyak keluarga, teman, kerabat, dan kenalan orang tua yang datang berkunjung. Mereka mendoakan dan menguatkan, bahkan ada pula yang memberi uang jajan.

Bukan hanya mereka saja yang men-support, akan tetapi sesama pasien dalam satu ruangan pun saling mendoakan kebaikan. Sesama teman sekelas dan sesekolah pun saling mendoakan hal yang sama. Saling menyemangati, bukan saling menjatuhkan.

Dari empat persamaan tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa rumah sakit tanpa dokter dan sekolah tanpa guru bagaikan jasad tanpa ruh. Kemegahan keduanya tak berguna jika tak ada orang-orang mulia ini di dalamnya. Sangat pantas, jika kita memanggil mereka dengan sebutan mujahid kesehatan dan pendidikan karena dedikasinya yang hebat dalam berjuang membantu orang lain keluar dari masalahnya. Prinsip yang dipegang kuat oleh mereka adalah perkataan Sang Nabi Tercinta, Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Barang siapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat; barang siapa memudahkan orang yang sedang mendapat kesusahan, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat; dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan Akhirat; dan Allah akan selalu menolong hambaNya selama ia menolong saudaranya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Akan tetapi, terlepas dari lengkapnya segala fasilitas lembaga dan handalnya aparatur yang ada di dalamnya, sebenarnya ada yang tak kalah penting dari itu semua, yaitu kesungguhan para murid dan pasien dalam menggapai harapannya. Inilah faktor utama keberhasilan. Usaha yang maksimal dan doa yang khusyu akan memunculkan keyakinan yang kuat untuk sembuh dan cerdas. Kolaborasi yang harmoni antarelemen diri manusia: badan, pikiran, dan perasaan akan menjadi akselerasi menuju keberhasilan. Kemudian pada akhirnya, setiap kita akan sadar bahwa untuk meraih harapan itu ternyata perlu banyak pengorbanan dan kesabaran.

Mungkin dan pasti masih banyak persamaan lain antara rumah sakit dan sekolah. Begitupun juga dengan perbedaan antara keduanya. Hal penting yang harus kita jadikan pegangan adalah terimalah anugerah yang telah Allah berikan. Dokter dan guru bersyukur dengan keahliannya membantu menyembuhkan dan mencerdaskan orang lain. Pasien dan murid bersabar dengan masalah yang menimpanya sementara. Kita sadar bahwa ternyata semua itu sama-sama mengajarkan kita tentang makna kehidupan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image