Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Akhmad Aditya Wirayhuda Pratama

Bagaimana utang negara Indonesia?

Politik | Tuesday, 22 Aug 2023, 08:30 WIB

Bagaimana utang negara Indonesia?

Utang pemerintah Indonesia yang nominal nya cukup besar banyak mengundang tanda tanya bagi masyarakatnya. Mengingat nominal utang hingga tahun 2023 mencapai Rp 7,8 T dengan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 38,15%.

Walaupun begitu, rasio utang Indonesia terhadap PDB masih cukup aman, dibandingkan negara lain. "Rasio utang terhadap PDB dari negara lain, contohnya Negara Malaysia sebanyak 67% dan Filipina sebanyak 57%." Jelas Deni Ridwan, Direktur SUN DJPPR Kementerian Keuangan.

Meski utang pemerintah Indonesia mengalami peningkatan, tetapi selalu diikuti dengan pertumbuhan ekonomi nasional dengan pertumbuhan PDB yang tinggi artinya utangnya produktif dan efektif. Masyarakat Indonesia juga harus mengetahui terkait tujuan pemerintah melakukan penarikan utang, merencanakan, hingga mengelola utang. Utang tersebut harus difokuskan terhadap memaksimalkan aktivitas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Memahami Utang Pemerintah

Selama ini, utang Pemerintah menjadi isu yang sangat seksi, dan sering dibawa-bawa ke ranah politik. Beberapa pihak berpandangan, bahwa jumlah utang Pemerintah saat ini sudah mengkhawatirkan dan meragukan kemampuan Pemerintah untuk membayarnya.

Namun, perlu diketahui, dalam melakukan dan mengelola utang/pinjaman, Pemerintah mempunyai aturan main yaitu undang-undang, best practices dan prinsip kehatian-hatian (prudent). Hal penting yang juga perlu dipahami, bahwa utang tersebut digunakan dalam rangka mendukung pembangunan nasional, disepakati bersama antara Pemerintah dan DPR RI ketika membahas dan menetapkan APBN.

Pembangunan nasional membutuhkan dana yang besar, yang dicantumkan dalam APBN. Sumber penerimaan untuk mendanai pengeluaran APBN berasal dari Pendapatan Negara dan Penerimaan Pembiayaan. Pendapatan Negara berasal dari Perpajakan, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Hibah. Sementara Penerimaan Pembiayaan antara lain berasal dari penerimaan utang.

Pengelolaan Utang Pemerintah

Pertama, peraturan perundan-undangan, sesuai dengan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang Pemerintah adalah maksimal 60 persen dari PDB. Posisi Utang Pemerintah per 31 Desember 2020 adalah 39,39 persen artinya masih jauh dibawah ketentuan. Kedua, porsi Utang Pemerintah, 85,89 persen dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Hal ini menggambarkan upaya Pemerintah untuk meningkatkan kemandirian pembiayaan dan peran masyarakat dalam pembangunan serta meminimalkan risiko. Ketiga, Utang Pemerintah didominasi Rupiah untuk meminimalkan risiko terhadap fluktuasi nilai tukar dan mengoptimalkan sumberdaya domestik. Keempat, diversifikasi portofolio utang, yang meningkatkan efisiensi utang (biaya dan meminimalkan risiko). Kelima, Porsi Pinjaman Jangka Panjang melebihi 90 persen dari total Utang. Pemerintah mempunyai kesempatan dan keleluasaan untuk mengambil kebijakan pembayaran utang yang lebih baik. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam membangun infrasruktur yang akan memberikan multiplier effects jangka menengah dan panjang.

Last but not least, posisi keuangan Pemerintah menurut LKPP 2020 sangat baik, di mana ekuitas atau kekayaan bersih Pemerintah mencapai Rp4.473,2. Artinya aset Pemerintah lebih besar dari utangnya. Porsi terbesar aset Pemerintah adalah aset tetap termasuk infrastruktur, dan Investasi Jangka Panjang yang mencapai 82,4 persen dari total Aset. Hal ini menandakan, Pemerintah juga menggunakan APBN untuk memperoleh aset yang memberikan manfaat kepada masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja masa depan, pengembangan UMKM sebagai salah satu penggerak utama ekonomi kelompok menengah, serta penguatan kebijakan fiskal untuk redistribusi yang merata..

Selain itu, akses terhadap sanitasi layak berkaitan erat dengan kesehatan dan lingkungan. Kurangnya akses terhadap sanitasi layak akan menurunkan kualitas air dan mempengaruhi secara tidak langsung terhadap peningkatan prevalensi stunting pada anak-anak. Proyeksi Business as Usual (BAU) menunjukkan bahwa akses sanitasi layak pada tahun 2030 akan mencapai 86,56%. Sedangkan, dengan skenario intervensi pada tahun 2024 akses sanitasi layak mencapai 90% dan 100% di tahun 2030. Kesenjangan pembangunan sarana dan prasarana antar pulau Jawa dan luar Jawa menjadi tantangan utama yang dihadapi dalam pemenuhan akses terhadap pelayanan dasar yaitu layanan air minum, sanitasi layak, dan fasilitas penyehatan dasar, serta sarana dan prasarana dasar belum berketahanan bencana.

Kepemimpinan yang lebih kuat, komitmen, implementasi regulasi dan kelembagaan yang baik, serta kapasitas teknis tingkat nasional dan regional, diperlukan untuk mempercepat penyediaan akses pelayanan dasar yang layak bagi seluruh penduduk.

Kolaborasi multipihak dan pendanaan inovatif untuk akselerasi pencapaian target SDGs Indonesia menjadi solusi agar pondasi untuk mencapai cita – cita Indonesia Emas 2045 melalui RPJPN menjadi kuat dan Indonesia dapat menajadi negara maju seperti yang diharapkan pada tahun 2045 nanti.

Referensi terkait :

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

2. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230616183920-4-446706/kemenkeu-ungkap-fakta-utang-ri-masih-dalam-batas-aman#:~:text=Meski%20demikian%20rasio%20utang%20Indonesia,ini%20atau%20dalam%20batas%20aman

3. https://sdgs.bappenas.go.id/sdgs-adalah-pokok-penting-acuan-mencapai-indonesia-emas-2045/

https://journal.feb.unmul.ac.id/index.php/FORUMEKONOMI/article/download/7277/1268

Nama : Amelia Nur Rohma

Fakultas : Farmasi

Garuda : 12

Ksatria : 12

Bagaimana utang negara Indonesia?

Utang pemerintah Indonesia yang nominal nya cukup besar banyak mengundang tanda tanya bagi masyarakatnya. Mengingat nominal utang hingga tahun 2023 mencapai Rp 7,8 T dengan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 38,15%.

Walaupun begitu, rasio utang Indonesia terhadap PDB masih cukup aman, dibandingkan negara lain. "Rasio utang terhadap PDB dari negara lain, contohnya Negara Malaysia sebanyak 67% dan Filipina sebanyak 57%." Jelas Deni Ridwan, Direktur SUN DJPPR Kementerian Keuangan.

Meski utang pemerintah Indonesia mengalami peningkatan, tetapi selalu diikuti dengan pertumbuhan ekonomi nasional dengan pertumbuhan PDB yang tinggi artinya utangnya produktif dan efektif. Masyarakat Indonesia juga harus mengetahui terkait tujuan pemerintah melakukan penarikan utang, merencanakan, hingga mengelola utang. Utang tersebut harus difokuskan terhadap memaksimalkan aktivitas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Memahami Utang Pemerintah

Selama ini, utang Pemerintah menjadi isu yang sangat seksi, dan sering dibawa-bawa ke ranah politik. Beberapa pihak berpandangan, bahwa jumlah utang Pemerintah saat ini sudah mengkhawatirkan dan meragukan kemampuan Pemerintah untuk membayarnya.

Namun, perlu diketahui, dalam melakukan dan mengelola utang/pinjaman, Pemerintah mempunyai aturan main yaitu undang-undang, best practices dan prinsip kehatian-hatian (prudent). Hal penting yang juga perlu dipahami, bahwa utang tersebut digunakan dalam rangka mendukung pembangunan nasional, disepakati bersama antara Pemerintah dan DPR RI ketika membahas dan menetapkan APBN.

Pembangunan nasional membutuhkan dana yang besar, yang dicantumkan dalam APBN. Sumber penerimaan untuk mendanai pengeluaran APBN berasal dari Pendapatan Negara dan Penerimaan Pembiayaan. Pendapatan Negara berasal dari Perpajakan, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Hibah. Sementara Penerimaan Pembiayaan antara lain berasal dari penerimaan utang.

Pengelolaan Utang Pemerintah

Pertama, peraturan perundan-undangan, sesuai dengan UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang Pemerintah adalah maksimal 60 persen dari PDB. Posisi Utang Pemerintah per 31 Desember 2020 adalah 39,39 persen artinya masih jauh dibawah ketentuan. Kedua, porsi Utang Pemerintah, 85,89 persen dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). Hal ini menggambarkan upaya Pemerintah untuk meningkatkan kemandirian pembiayaan dan peran masyarakat dalam pembangunan serta meminimalkan risiko. Ketiga, Utang Pemerintah didominasi Rupiah untuk meminimalkan risiko terhadap fluktuasi nilai tukar dan mengoptimalkan sumberdaya domestik. Keempat, diversifikasi portofolio utang, yang meningkatkan efisiensi utang (biaya dan meminimalkan risiko). Kelima, Porsi Pinjaman Jangka Panjang melebihi 90 persen dari total Utang. Pemerintah mempunyai kesempatan dan keleluasaan untuk mengambil kebijakan pembayaran utang yang lebih baik. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam membangun infrasruktur yang akan memberikan multiplier effects jangka menengah dan panjang.

Last but not least, posisi keuangan Pemerintah menurut LKPP 2020 sangat baik, di mana ekuitas atau kekayaan bersih Pemerintah mencapai Rp4.473,2. Artinya aset Pemerintah lebih besar dari utangnya. Porsi terbesar aset Pemerintah adalah aset tetap termasuk infrastruktur, dan Investasi Jangka Panjang yang mencapai 82,4 persen dari total Aset. Hal ini menandakan, Pemerintah juga menggunakan APBN untuk memperoleh aset yang memberikan manfaat kepada masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja masa depan, pengembangan UMKM sebagai salah satu penggerak utama ekonomi kelompok menengah, serta penguatan kebijakan fiskal untuk redistribusi yang merata..

Selain itu, akses terhadap sanitasi layak berkaitan erat dengan kesehatan dan lingkungan. Kurangnya akses terhadap sanitasi layak akan menurunkan kualitas air dan mempengaruhi secara tidak langsung terhadap peningkatan prevalensi stunting pada anak-anak. Proyeksi Business as Usual (BAU) menunjukkan bahwa akses sanitasi layak pada tahun 2030 akan mencapai 86,56%. Sedangkan, dengan skenario intervensi pada tahun 2024 akses sanitasi layak mencapai 90% dan 100% di tahun 2030. Kesenjangan pembangunan sarana dan prasarana antar pulau Jawa dan luar Jawa menjadi tantangan utama yang dihadapi dalam pemenuhan akses terhadap pelayanan dasar yaitu layanan air minum, sanitasi layak, dan fasilitas penyehatan dasar, serta sarana dan prasarana dasar belum berketahanan bencana.

Kepemimpinan yang lebih kuat, komitmen, implementasi regulasi dan kelembagaan yang baik, serta kapasitas teknis tingkat nasional dan regional, diperlukan untuk mempercepat penyediaan akses pelayanan dasar yang layak bagi seluruh penduduk.

Kolaborasi multipihak dan pendanaan inovatif untuk akselerasi pencapaian target SDGs Indonesia menjadi solusi agar pondasi untuk mencapai cita – cita Indonesia Emas 2045 melalui RPJPN menjadi kuat dan Indonesia dapat menajadi negara maju seperti yang diharapkan pada tahun 2045 nanti.

Referensi terkait :

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

2. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230616183920-4-446706/kemenkeu-ungkap-fakta-utang-ri-masih-dalam-batas-aman#:~:text=Meski%20demikian%20rasio%20utang%20Indonesia,ini%20atau%20dalam%20batas%20aman

3. https://sdgs.bappenas.go.id/sdgs-adalah-pokok-penting-acuan-mencapai-indonesia-emas-2045/

https://journal.feb.unmul.ac.id/index.php/FORUMEKONOMI/article/download/7277/1268

Nama : Amelia Nur Rohma

Fakultas : Farmasi

Garuda : 12

Ksatria : 12

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image