Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image mona murtiaji

Tantangan Bonus Demografi, Lapangan Kerja Minim dan Pengangguran Naik?

Pendidikan dan Literasi | Monday, 21 Aug 2023, 23:57 WIB

Demographic dividend atau bonus demografi adalah suatu kondisi yang menggambarkan banyaknya populasi usia produktif. Tidak hanya banyak, namun jumlah populasinya mendominasi usia tidak produktif. Rentang usia produktif yang dimaksud berada pada rentang usia 15-64 tahun.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,36 juta jiwa pada Juni 2022.

Dari jumlah tersebut, ada 190,83 juta jiwa (69,3%) penduduk Indonesia yang masuk kategori usia produktif (15-64 tahun). Terdapat pula 84,53 juta jiwa (30,7%) penduduk yang masuk kategori usia tidak produktif.

(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/30/era-bonus-demografi-69-penduduk-indonesia-masuk-kategori-usia-produktif-pada-juni-2022)

Peristiwa bonus demografi terjadi karena sejumlah faktor yang berasal dari angka kelahiran total (total fertility rate) dan kematian bayi (infant mortality rate). Angka kelahiran pada suatu negara menurun sehingga anak-anak dengan usia 15 tahun akan berkurang.

Hal yang sama juga terjadi pada angka kematian bayi yang semakin menurun. Dengan demikian, harapan hidup bayi hingga dewasa terus meningkat.

Dampak bonus demografi adalah dua sisi koin yang memiliki kelebihan dan kekurangan.

Dampak positif bonus demografi,yaitu:

1. Kemajuan ekonomi

2. Peningkatan peluang tenaga kerja

3. Perkembangan sektor pemerintah di bidang lainnya

Dampak negatif bonus demografi, sbb:

1. Peningkatan Jumlah pengangguran

2. Kualitas SDM rendah

Dampak negatif pertama dari bonus demografi adalah membludaknya jumlah pengangguran.

Mengutip laporan Statistik Pemuda Indonesia 2022 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), ada sebanyak 24,28 persen pemuda (16-30 tahun) yang tergolong ke dalam kriteria NEET (not in employment, education, and training) berdasarkan Sakernas Agustus 2022.

Hal tersebut menunjukkan bahwa satu dari empat pemuda tidak bekerja, tidak bersekolah, maupun tidak sedang mengikuti pelatihan/kursus. Hal ini mengindikasikan berkurangnya pendatang usia muda sebagai tenaga kerja potensial.

(https://news.republika.co.id/berita/rvs6ve318/pemuda-antara-modal-dan-beban-demografi)

Menurut data Badan Pusat statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,4 juta orang pada Agustus 2022, Pengangguran paling banyak berasal dari kelompok usia 20-24 tahun, yakni 2,54 juta orang.

Angka ini setara 30,12% dari total pengangguran nasional. Beberapa faktor penyebab masih tingginya angka pengangguran di Indonesia ini karena adanya gap keterampilan, termasuk kurangnya pelatihan yang relevan, ketidakcocokan antara kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri, dan perubahan dinamis dalam tuntutan pasar kerja.

Institut Kemandirian sebagai sebuah lembaga pelatihan vokasi bagi masyarakat terus berupaya menjadi solusi untuk mengatasi gap keterampilan SDM di Indonesia dengan terus melakukan inovasi pengembangan program pelatihan yang adaptif, dan penguatan keterampilan karakter yang mendukung pertumbuhan potensi SDM yang berkelanjutan dalam berbagai sektor industri.

Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga, Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan, pengangguran di usia produktif di Indonesia menjadi masalah bersama Bangsa.

"Ini adalah konsen kita bersama agar pemuda bisa berwirausaha, ini kan yang sebenarnya tujuan dari arah kebijakan kita," ujar dia saat ditemui dalam sebuah acara Diskusi dan Peluncuran Merial Institute di Gedung FS Tebet, Jakarta, Rabu (25/10).

Oleh karena itu, kata dia, pesan presiden Joko Widodo untuk menciptakan 1 juta lapangan kerja, dan 1 juta wirausaha muda harus segera diwujudkan. Target Nawacita tersebut, kata dia, harus dicapai bersama-sama.

Melihat paparan pada data tersebut, pemerintah harus benar-benar bisa menyiapkan para pemuda NEET berikut lapangan pekerjaannya agar tak menjadi beban negara di masa mendatang. Pemerintah perlu memberikan dukungan lebih terhadap lapangan pekerjaan informal. Sebab, para pemuda NEET yang tidak memiliki kesempatan mengenyam pendidikan, bisa terserap sebagai pekerja informal meskipun tidak memiliki ijazah sekolah.

Berbagai program pemerintah, seperti Kartu Prakerja, juga perlu dipastikan dapat menyentuh para pemuda NEET. Beri para pemuda bekal keterampilan ataupun kemampuan untuk berwirausaha, yang mungkin nantinya merekalah yang justru menjadi pembuka lapangan pekerjaan.

Meningkatkan jumlah wirausaha menjadi salah satu faktor yang penting dilakukan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berpenghasilan tinggi. Rasio kewirausahaan di negara-negara maju berkisar di angka 12-14 persen. Sedangkan Indonesia masih di angka 3,18 persen.

Melatih para pemuda menjadi wirausaha bisa menjadi cara untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan penduduk usia muda. Khususnya, pemuda yang berada di luar sistem pendidikan. Jangan sampai, pemuda yang sedianya bisa menjadi modal Indonesia untuk menjadi negara maju, justru menjadi beban atau penghambat Indonesia mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.

#Amerta2023 #KsatriaAirlangga #UnairHebat

#AngkatanMudaKsatriaAirlangga #BanggaUNAIR

#BaktiKamiAbadiUntukNegeri #Ksatria6_Garuda22

#ResonansiKsatriaAirlangga #ManifestasiSpasial

#GuratanTintaMenggerakkanBangsa

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image