Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Penghapusan Premium dan Pertalite, Indonesia Menuju Energi Hijau

Teknologi | Thursday, 30 Dec 2021, 11:14 WIB

Beredar pemberitaan nasional beberapa waktu yang lalu bahwa pemerintah akan menghapus pasokan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan pertalite. Sontak berita ini membuat masyarakat bereaksi. Lihat saja pemberitaan di finance detik.com, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, penghapusan premium tidak akan berdampak pada masyarakat. Sebab, saat ini konsumsinya relatif kecil. Lain halnya jika pertalite dihapus. Penghapusan BBM ini akan berdampak pada inflasi dan menggerus daya beli masyarakat.

Lain lagi yang diberitakan di laman kompas.id, Sejumlah sopir angkutan di kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, menilai penghapusan bahan bakar minyak jenis premium dan pertalite tahun 2022 perlu mempertimbangkan ekonomi masyarakat di daerah. Masyarakat Nusa Tenggara Timur sedang terbebani kemiskinan, pandemi Covid-19, dan sejumlah bencana. Sedangkan dalam pemberitaan di bbc.com Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melalui salah seorang pimpinannya menilai, rencana itu "lebih dipengaruhi dengan motif ekonomi yang dibungkus alasan lingkungan". Direktur dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira melihat, rencana itu sebagai upaya ekonomi untuk melakukan penghematan akibat membengkaknya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terlebih lagi, katanya, rencana tersebut berpotensi menyebabkan inflasi yang tinggi di masyarakat. Namun, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan setuju dengan rencana penghapusan itu karena dapat membuat masyarakat lebih rasional menggunakan BBM, dan juga memperbaiki lingkungan.

Dokumen pribadi

Terlihat masyarakat ada yang pro dan kontra dengan rencana pemerintah ini. Pemerintah sendiri melalui Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan mengenai rencana penghapusan BBM Premium dan Pertalite pada 2022 akan dilakukan secara bertahap dengan sejumlah pertimbangan. Rencana itu sesuai dengan ketentuan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang. Menurut peraturan tersebut bahwa untuk mengurangi karbon emisi maka direkomendasikan BBM yang dijual minimum RON 91. Sementara premium merupakan produk BBM Pertamina dengan oktan 88 dan pertalite beroktan 90.

Seberapa besar penurunan emisi karbon dengan adanya penerapan peraturan LHK di atas? Menurut Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, Soerjaningsih dalam Focus Group Discussion, Senin (20/12/2021) bahwa perubahan dari premium ke pertalite akan mampu menurunkan kadar emisi karbon dioksida sebesar 14 persen. Adapun perubahan dari pertalite ke pertamax akan menurunkan kembali emisi karbon dioksida sebesar 27 persen.

Dalam prakteknya nanti pemerintah merencanakan penghapusan BBM premium dan pertalite dilaksanakan dalam tiga langkah. Langkah pertama: Pengurangan bensin premium disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong konsumen menggunakan BBM RON 90 ke atas. Langkah kedua: Pengurangan bensin premium dan pertalite di SPBU disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong menggunakan BBM di atas RON 90 ke atas. Langkah ketiga: Simplifikasi produk yang dijual di SPBU hanya menjadi dua varian yakni BBM RON 91/92 (Pertamax) dan BBM RON 95 (Pertamax Turbo).

Langkah-langkah ini adalah bagian dari Program Langit Biru (PLB) yang sudah dijalankan mulai tahun 2020 yang lalu. PLB merupakan program Pemerintah untuk mengendalikan pencemaran udara, terutama yang bersumber dari kendaraan dengan tujuan meningkatkan kualitas udara bersih dengan mengurangi emisi gas buang melalui edukasi dan mengajak masyarakat merasakan pengalaman manfaat menggunakan BBM berkualitas dan ramah lingkungan. Selain meningkatkan kualitas udara bersih dan mengurangi emisi gas buang, penggunaan BBM dengan Research Octane Number (RON) yang tinggi dapat meningkatkan kinerja mesin kendaraan dan tingkat polusi semakin rendah. Menurut Dirut Pertamina, Nicke, emisi karbon yang berhasil diturunkan dari 2020 hingga saat ini sekitar 12 juta ton berkat kontribusi masyarakat yang beralih dari menggunakan premium ke pertalite.

Program langit biru ini hanyalah program transisi menuju ke program yang jauh lebih penting, yaitu energi hijau. Karena seperti yang kita ketahui bersama, keberadaan BBM di bumi ini terus akan menipis hingga suatu saat akan habis sama sekali. Pada saat BBM sudah tidak ada lagi maka energi yang dapat digunakan umat manusia adalah energi hijau, yaitu energi yang berasal dari tanaman hidup (biomassa) yang terdapat di sekitar kita. Energi itu biasa disebut sebagai bahan bakar hayati atau biofuel. Energi hijau terdiri dari panas bumi (geothermal), matahari, air, biomassa, angin dan laut.

Mengutip dari infopublik.id, bahwa energi hijau tidak akan pernah habis selama tersedia tanah, air, dan matahari masih memancarkan sinarnya ke muka bumi. Selama mau menanam, membudidayakan, serta mengolahnya menjadi produk bermanfaat seperti bahan bakar. Indonesia merupakan negara yang paling kaya dengan energi hijau. Indonesia memiliki minimal 62 jenis tanaman bahan baku biofuel yang tersebar secara spesifik di seluruh pelosok Nusantara. Kelapa sawit tumbuh di wilayah basah dengan curah hujan tinggi. Ada juga tanaman tebu yang menghendaki beda musim yang tegas antara hujan dan kemarau. Singkong mampu berproduksi baik di lingkungan sub-optimal dan toleran pada tanah dengan tingkat kesuburan rendah. Juga ada sagu, nipah, nyamplung, bahkan limbah-limbah pertanian, seperti sekam padi, ampas tebu, tongkol jagung, dan biji-bijian sangat mudah didapatkan di Indonesia. Dengan banyaknya pilihan-pilihan itu, mestinya Indonesia bisa berada di garda depan penggunaan energi hijau.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image