Pinjol Meningkat, Rakyat Makin Terjerat
Info Terkini | 2023-08-19 05:45:27Oleh: Dhevy Hakim
Trend pinjaman online (pinjol) semakin meningkat. Maraknya pinjol tidak hanya dilakukan oleh individu namun juga pelaku UMKM. Secara nasional, pengguna pinjol hingga April 2023 sejumlah 17,31 juta orang. Peminjam secara online ini terbanyak ada di wilayah Jawa yakni sebanyak 12,88 juta orang, sedangkan sisanya menyebar di wilayah negeri ini.
Melansir dari kabarbisnis.com (10/07/2023), disebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) pada Mei 2023 mencapai Rp 51,46 triliun. Tumbuh sebesar 28,11% year on year.
Dari jumlah tersebut, 38,39% merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM. Jumlah penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp 15,63 triliun dan Rp 4,13 triliun.
Lantas, benarkah pinjaman online tersebut menjadi solusi yang tepat bagi masyarakat?
Pinjol Menjerat Rakyat
Tidak dipungkiri dari hari ke hari biaya hidup makin bertambah. Bukan saja dikarenakan sulitnya mencari pekerjaan untuk meraup pendapatan keluarga, tapi naiknya sejumlah kebutuhan pokok seperti biasa, minyak, gula dll termasuk kenaikan BBM, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan semakin menambah beban hidup masyarakat.
Belum lagi masifnya informasi di sosial media telah mempengaruhi gaya hidup generasi milenial dan keluarga milenial saat ini seperti pengaruh terhadap style busana, makeup dll. Bahkan berpengaruh terhadap produk yang bermerk seperti yang dipakai oleh idola mereka.
Walhasil, demi menuruti gaya hidup hedonis inilah tak jarang untuk membeli itu semua, mereka rela dengan cara mengambil jalan pintas yakni meminjam melalui pinjol.
Akses yang mudah dan cepat dinilai lebih enak meminjam melalui pinjol daripada berutang ke bank yang dianggap lebih ribet dan membutuhkan waktu cukup lama untuk mengurus dan mengantri di bank.
Sekilas mungkin mudah dan cepat. Namun, jika ditelisik sejatinya pinjol justru mengerikan bunganya. Belum lagi jika masuk pada pinjaman yang bermasalah. Di industri fintech P2P lending atau pinjaman online disebut Tingkat Wanprestasi 90 hari atau TWP90. Angka ini adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang ada pada perjanjian pinjaman di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Artinya jika jatuh tempo tidak juga bisa membayar angsuran akan dikenai denda. Bisa dibayangkan jika kondisinya terus berlanjut maka beban bunga dan denda semakin banyak. Alih-alih memberikan solusi, jelaslah masyarakat semakin terjerat, dan hidupnya pun terasa kian berat.
Setop Pinjol
Pinjaman online, sejatinya jika ditelisik lebih dalam adalah salah satu praktek ekonomi kapitalis yakni berbasis riba. Ya, tak ubahnya dengan sistem perbankan saat ini yang semuanya didasarkan pada konsep bunga berbunga. Bedanya, pinjol dilakukan secara mudah dan cepat melalui sebuah aplikasi sehingga bisa diakses secara online melalui digital.
Padahal utang dengan pengembalian yang ada lebihnya adalah riba. Sedangkan riba, menurut syariat islam adalah haram hukumnya. Sekalipun, pinjaman yang dilakukan kepada lembaga perbankan atau pinjol yang dilegalkan oleh pemerintah, maka hokum keharamannya tidak dapat dihapus.
Jika begitu, lantas bagaimana solusinya supaya tidak terjerat pada pinjol?
Secara individual tentu saja harus merubah pandangan terlebih dahulu. Sebagai eorang muslim pandangan mendasar dalam bertingkah laku adalah keimanan Bukan didasarkan pada dalih perasaan enak atau tidak enak ataupun ada manfaat dan tidaknya. Sebab, bagi seorang muslim apa saja yang dilakuakan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawabannya sekaligus ada balasannya.
Oleh karenanya islam sejak awal telah mengatur mengenai pemenuhan kebutuhan manusia. Secara individu, kebutuhan manusia dipenuhi berdasarkan skala prioritas kebutuhan bukan didasarkan pada keinginan semata. Inilah, yang akan menjadi rem bagi individu untuk membelanjakan hartanya secara tepat sesuai kebutuhan bukan didasarkan gaya hidup hedonis
Bilamana dalam memenuhi kebutuhan primernya (kebutuhan pokok) mengalami kesulitan maka islam memberikan beberapa solusi.
Pertama dengan jalan meminjam pada kerabat (utang). Jika kerabat juka mengalami kesulitan maka bisa meminjam kepada tetangga, teman dst yang berkecukupan. Dalam hal ini utang piutang beraqad taawun atau saling tolong menolong, sehingga jumlah uang yang dipenjam saat jatuh tempo pengembalian tidak boleh ada tambahan. Jika, saat jatuh tempo belum bisa mengembalikan, maka harus ada perbaruan aqad.
Kedua dengan jalan penyaluran zakat. Dalam hal ini sebagaimana yang ada di dalam al quran, zakat hanya diperuntukkan delapan asnaf saja. Penyaluran dari pos zakat ini tentu sangat membantu bagi mereka khususnya yang ada dalam kondisi fakir dan miskin.
Ketiga bantuan dari Negara. Negara akan melihat kendala apa yang menyebabkan seseorang tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Jika dikarenakan kondisi seperti tidak punya lagi ahli waris yang berkewajiban menafkahi, atau suaminya sakit sehingga tidak dapat bekerja maka Negara memberikan bantuan secara langsung. Namun, jika persoalannya adalah suami atau anak laki-laki yang sudah punya kewajiban dalam hal nafkah itu tidak punya pekerjaan atau tidak punya modal maka Negara lah yang mncarikan lapangan pekerjaan atau memberikan modal.
Keempat adanya jaminan pemenuhan kebutuhan primer, sekunder bahkan tersier individu dari Negara. Bahkan Negara juga memberikan jaminan kebutuhan pokok public seperti keamanan, pendidikan dan kesehatan.
Solusi islam ini, untuk sekarang tentu sulit sekali dilakukan. Barangkali hanya poin pertama saja, itu pun kemungkinan berat sekali diambil. Selain tersebab kondisi yang sama-sama mengalami kesulitan, juga dipengaruhi rasa tidak enak hati maupun gengsi jika harus meminjam kepada orang lain.
Oleh karenanya mengakhiri maraknya pinjol hanya bisa jika system yang diterapkan saat ini menggunakan system islam. Sebab, keberadaan pinjol sendiri memang disengaja ditumbuhsuburkan demi kepentingan bisnis dan meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya. Rakyatlah yang pada akhirnya menjadi korban, terjerat utang sedangkan si tuan meraup cuannya.
Wallahu’alam bis shawab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.