Pinjol Menggigit Kebutuhan Hidup Melangit
Agama | 2023-07-27 22:57:19By: Sarie Rahman
Fenomena pinjol saat ini kian meresahkan, dalam catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan kenaikan kinerja outstanding pembiayaan fintech peer-to peer (p2p) lending atau pinjol, pada mei 2023 pertumbuhannya sebesar 28,11% atau sekitar 51,46 triliun dari tahun sebelumnya. Sebanyak 38,39% dari jumlah tersebut diatas disalurkan untuk pelaku UMKM dengan pembagian 15,63 triliun pelaku usaha perorangan dan 4,13 triliun badan usaha (Katada, 14/07/2023).
Sebesar 77,9% peminjam berasal dari pulau Jawa, dan jumlah outstanding tertinggi adalah Jawa Barat. Terkait pinjaman bermasalah yaitu kredit macet pinjol mengalami peningkatan setiap bulannya, pada bulan Mei tingkat wanprestasi 90 hari pinjol menduduki posisi 3,36% melonjak naik dari bulan sebelumnya. Seiring itu masih menurut OJK fakta adanya trend baru sengaja berhutang pada pinjol illegal juga terjadi di tengah masyarakat dengan niat tidak akan melunasi. Tanpa masyarakat sadari bahwa kondisi ini membahayakan, sebab pinjol illegal tidak mau mengikuti aturan OJK memungkinkan mereka bisa melakukan apa saja. Kondisi yang meresahkan masyarakat tentunya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Sedikitnya ada tiga penyebab fenomena pinjol yang meresahkan ini meningkat, pertama tidak terpenuhinya kebutuhan hidup. Disebutkan oleh Sarjito, Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar menggunakan layanan pinjol legal untuk kebutuhan mendesak, biaya berobat ketika sakit dan sebagainya (Detik,27/06/2023).
Tidak adanya jaminan kesehatan pada warga mengakibatkan warga miskin kesulitan mengakses layanan kesehatan. Alhasil mereka harus meminjam uang, dan cara cepat untuk mendapatkan pinjaman secara mudah adalah melalui pinjol, nahasnya pemasukan yang pas-pasan tak jarang mengakibatkan kredit macet. Tak hanya kebutuhan kesehatan saja yang tidak terpenuhi, banyak kebutuhan mendesak lainnya yang menuntut harus dipenuhi seperti pendidikan, tempat tinggal, terlebih sandang pangan. Harusnya menjadi tanggung jawab negara untuk menyelesaikan persoalan umat ini. Akan tetapi di negara demokrasi kapitalistik, bukan rahasia lagi jika nasib rakyat terabaikan. Rakyat harus berjuang sendiri mati-matian menyelesaikan kebutuhan hidupnya ditengah kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada pengusaha, sedangkan para pejabatnya hidup dalam kemewahan, fakta ketidakadilan hukum dan ekonomi.
Disamping kebutuhan hidup yang tak mampu terpenuhi, gaya hidup hedon masyarakat juga menjadi faktor kedua merebaknya fenomena pinjol, misal pembelian tiket konser Coldplay atau Black Pink dengan harga selangit melalui pinjol di kalangan para muda beberapa waktu lalu.
Perangkap pinjol terlahir dari sistem sekuler kapitalisme yang tengah diterapkan negara ini, wajar jika masyarakat disibukkan hanya untuk mengejar kebahagiaan jasadi, mengejar karier, ambisi memiliki sejumlah fasilitas hidup dengan berbuat semaunya. Sejatinya gaya hidup seperti inilah yang disodorkan liberalisme yang juga anak turunan sekuler. Manusia tidak lagi memahami tujuan penciptaannya, bahkan hidupnya sangat jauh dari agama. Tujuan hidup mereka bukan lagi untuk beribadah kepada Robbnya serta tidak mau terikat pada syariatNya. Apalagi di kalangan anak muda, gaya hidupnya diwarnai hedonis, gemar menghamburkan uang untuk sesuatu yang mubah bahkan kemaksiatan. Nongkrong di café, bahkan konser dengan tiket selangit tak pernah sepi. Perbincangan mereka hanya seputar dunia hiburan, fesyen, kuliner sampai pada skincare, lebih-lebih lagi saat ini industri hiburan yang mendominasi negeri.
Adapun faktor ketiga penyebab maraknya pinjol adalah pudarnya penilaian atau anggapan buruk bagi para pengutang. Siapa yang berani berhutang saat ini jutru dianggap modern, dianggapnya pengutang akan giat bekerja dikarenakan ia pasti memiliki planning untuk bisa melunasi hutangnya. Maka tak heran jika di kehidupan kapitalistik saat ini seakan menjadikan hutang sebagai dewa penolong dalam menyelesaikan persoalan hidup, bahkan yang muncul pertama kali di benak masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya baik mendesak atau tuntutan gaya hidup adalah hutang.
Begitu pula dalam pengembangan ekonomi, menurut teori kapitalisme faktor penting dari pertumbuhan ekonomi adalah akumulasi modal dan salah satu andalannya adalah dengan berhutang, sementara pendanaan yang cepat dan mudah pada masa digitalisasi hanyalah melalui pinjol. Maka bukan sesuatu yang mustahil jika pada akhirnya para pelaku UMKM terperangkap pinjol, bahkan tak jarang hutang menumpuk dan akhirnya mengalami kebangkrutan.
Dari ketiga faktor pendorong munculnya fenomena pinjol tersebut, mulai dari kebutuhan yang tak terpenuhi, gaya hidup sampai pada anggapan yang menjadikan hutang sebagai solusi cepat dan mudah, dapat kita tarik benang merah bahwa akar permasalahan terletak pada sistem sekuler liberal yang kian mengakar yang diperparah tidak adanya jaminan kebutuhan hidup masyarakat dari negara.
Kedua pokok permasalahan tersebut sebenarnya dapat tersolusi tuntas dengan aturan Islam, tak hanya itu bahkan seluruh permasalahan umat manusia akan tersolusi dengan Islam. Dalam hal ini pinjol merupakan aktivitas pinjam meminjam online yang pastinya disertai bunga, artinya terkategori dalam aktivitas ribawi yang jelas diharamkan dalam hukum Islam. Maka negara akan melarang adanya aktivitas ini dalam bentuk dan cara apapun juga, negara justru akan memberikan sanksi berupa takzir kepada para pelaku riba (peminjam, yang meminjamkan, penulis transaksi serta saksi). Dan Rasulullah melaknat mereka, dalam sabdanya Rasul menyebutkan bahwa “semuanya sama dalam dosa” (HR.Muslim n0.1598). Seiring pemberian sanksi tegas kepada pelaku ribawi, negara juga akan memenuhi seluruh kebutuhan hidup masyarakatnya. Sebagaimana kewajiban yang dibebankan pada negara, rakyat miskin yang membutuhkan pertolongan dalam hal pemenuhan kebutuhan hidupnya akan sangat diperhatikan oleh negara. Fasilitas kesehatan dan pendidikan yang bisa diakses seluruh rakyat akan disediakan negara.
Begitu pula dengan kebutuhan primer rakyat, negara juga akan memudahkan rakyat untuk memiliki rumah. Bahkan tidak mustahil negara memeberikan rumah gratis kepada rakyat yang tidak mampu memilikinya. Untuk fakir miskin, negara akan terus menunjang kebutuhan hidup mereka hingga bisa keluar dari kemiskinannya. Seperti dikisahkan pada masa Khalifah Harun Arrasyid tatkala baitulmal penuh dengan tumpukan harta, seketika beliau perintahkan para petugas negara untuk mendistribusikan kepada rakyat miskin dan yang terjadi kemudian harta di baitulmal justru kian menumpuk disebabkan rakyat yang awalnya miskin kini mampu untuk membayar zakat. Khalifahpun memerintahkan para petugas mencari siapa saja yang membutuhkan harta untuk melunasi hutang, umtuk menikah atau yang ingin memiliki usaha tapi minim modal, semua akan negara penuhi dan rakyat di perkenankan mengambil harta sesuai kebutuhannya. Maka tak heran jika pada masa kekhalifahan Harun Arrasyid rakyatnya mampu disejahterakan.
Sungguh damai jika hidup dalam pemerintahan yang digambarkankan pada masa diterapkannya Islam kala itu, rakyat selain terpenuhi kebutuhan hidupnya, keimanannya pun terjamin. Orientasi hidupnya fokus hanya untuk beribadah meraih ridho Allah SWT semata. Akan tetapi jika sistem yang diterapkan masih sekuler kapitalis, mustahil akan terwujud kehidupan sejahtera. Maka tidak ada pilihan lain selain beralih dari sistem kufur dan merusak ini menuju Islam, agar umat dapat merasakan rahmatan lil ‘alamin. Dan bukan hanya persoalan pinjol yang selesai, segala bentuk persoalan hidup umat akan tersolusi secara tuntas hingga ke akarnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.