Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image amri ikhsan

Belajar Memimpin Manusia

Guru Menulis | Tuesday, 15 Aug 2023, 21:57 WIB

Guru dalam menjalan tugas dan fungsinya itu memimpin pembelajaran untuk membuat siswa belajar. Dalam konteks ini, guru itu belajar menjadi pemimpin manusia, target dan sasarannya adalah manusia. Tapi, kadang kadang, guru lebih terfokus pada kurikulum, menyiapkan perangkat pembelajaran atau pada hasil dan target akhir. Guru itu pemimpin peserta didik. Dia bukan memimpin target, angka angka yang harus dicapai atau tujuan tertulis lainnya.

Harus disadari bahwa perasaan siswa sama dengan perasaan guru. Kalau guru suka dipuji dan dihargai, maka siswa juga suka, kalau guru menyukai hal hal yang mudah dikerjakan, maka dipastikan siswa juga punya prinsip seperti itu. Kalau guru cenderung bangga dengan nilai tinggi dalam hal penilaian atasan, maka siswa akan memiliki kecenderungan yang sama.

Begitu juga sebaliknya, kalau guru tidak suka diceramahi, maka siswa juga benci dengan hal itu. Kalau guru tidak senang bila disuruh mencatat materi pembelajaran, maka siswa dipastikan juga bosan bila diminta untuk mencatat terus menerus. Begitu juga, bila guru tidak gembira bila dibebani dengan tugas tugas yang berlebihan, bisa jadi siswa jauh tidak menyukai hal hal itu.

Jadi, pembelajaran yang dipimpin guru harus menjadi siswa sebagai subjek pembelajaran. Artinya, rentetan kegiatan pembelajaran di dalam kelas mestinya menjadikan karakter manusia dalam memilih dan memilah kegiatan yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Dan, guru mengawali setiap instruksi pembelajaran dengan menanyakan diri sendiri bagaimana kalau tugas dan instruksi itu diberikan kepada saya.

Sekiranya, instruksi itu tidak disukai oleh guru, maka gantilah dengan kegiatan kegiatan yang guru sendiri suka melakukannya, jangan dipaksakan, mentang mentang menjadi guru dengan seenaknya memberi tugas dan instruksi, jangan mentang mentang merasa paling berkuasa dalam kelas, siswa siswa harus tunduk dengan perintah guru.

Banyak hal yang bisa dilakukan guru, pertama, luangkanlah waktu untuk mengembangkan lingkungan belajar yang aman dan berfungsi yang memungkinkan untuk siswa merasa nyaman dan termotivasi untuk mencapai potensi terbaik siswa (Modul Belajar Mandiri). Guru bisa berimajinasi menjadi siswa dalam kondisi kelas yang ada dan variasi kegiatan pembelajaran yang diberikan.

Harus diakui, dalam pembelajaran, hampir selalu ada siswa yang malas, tidak mau belajar, bolos dari ruang kelas, tidak mengerjakan tugas, pemalu, suka mengganggu temannya, tidak betah di ruang kelas, susah diatur, tidak punya persiapan untuk belajar, enggan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.

Itu biasa ditemukan saat berada di ruang kelas. Tapi, guru hendaknya tidak memberi label karakter tunggal untuk masing masing siswa. Jangan berasumsi kalau ada siswa yang malas, maka dia akan malas selamanya, atau kalau ada siswa yang tidak buat tugas, jangan cepat berkesimpulan bahwa selamanya dia tidak membuat tugas itu. Siswa juga manusia yang bisa berubah, tergantung bagaimana guru mendekati dan menyentuh hati siswa.

Meskipun demikian, siswa yang dianggap nakal, malas, malah paling semangat untuk mengerjakan atau mencapai sesuatu yang berbeda. Misalnya, kalau diberi tanggung jawab malah siswa macam begini paling responsif, siswa macam inilah yang paling hormat dengan guru walaupun kadang kadang terlihat malas, dan egois, tapi sebenarnya dia ingin sekali memberi yang terbaik untuk kelasnya.

Kedua, dalam kasus ini, guru harus mencari cara lain dalam menyampaikan feedback kepada siswa seperti ini, atau ubah strategi mendekati siswa siswa ini. Mungkin lebih baik, dengarkan dulu aspirasi dan pendapatnya, ajak siswa itu berbicara. Pastikan momen percakapannya nyaman dan dalam kondisi rileks (Kemdikbud). Tetap sabar, walaupun yang dia sampaikan diawal mungkin bikin guru tidak enak hati.

Ketiga, alangkah baiknya guru mencoba menggunakan metode sandwich feedback, yaitu apresiasi, kritik, apresiasi (Bergen, 2014), Biasanya siswa seperti ini butuh perhatian dan dihargai. Guru bisa menyampaikan nasehat dengan apresiasi dulu, baru sampaikan masukan, kemudian dilanjutkan dengan apresiasi berikutnya.

Keempat, komunikasi guru dengan siswa tidak cuma tentang apa yang dikatakan. Guru mestinya mempertimbangkan intonasi dan nada bicara, mungkin dengan pengucapan yang santun bisa membuka hati siswa. Perhatikan bahasa tubuh, gerak dan tubuh kita, bisa jadi dengan bahasa tubuh yang penuh perhatian, hati siswa akan luluh.

Kelima, sebagai manusia, tentu siswa sangat suka kepedulian. Pertanyaan basa basi bisa membantu guru dalam mengakrabkan diri dengan siswa, yakni pertanyaan yang peduli dengan keadaan siswanya. Siswa sebagai manusia akan sangat senang bila ditanyakan apa khabar, ditanyakan dan didengarkan pendapatnya, diapresiasi kerjanya, ditanyakan apa kesulitannya, dipuji didepan umum, didengarkan curhatnya dan sebagainya.

Keenam, guru memang harus memahami level level pembelajaran siswa dalam pembelajaran. Diharapkan guru tidak hanya memuji atau menghormati siswa karena prestasinya, karena kemampuan inteligensinya, tapi guru mestinya juga mengapresiasi usaha, kontribusi, ikhtiar, keseriusan siswa walaupun sebaik siswa yang pintar. Penghargaan guru hendaknya tidak terfokus prestasi akademik, tapi juga pada prestasi non akademik (akhlak dan karakter). Biasa ditemukan, siswa yang tidak pintar tapi berakhlak baik, ini mesti juga dihormati.

Ketujuh, jangan terlalu perfeksionis kepada siswa. Sering, guru hampir tidak pernah puas dengan hasil kerja siswanya. Apa yang dilakukan siswa harus benar, tidak boleh salah. Ketika siswa melakukan sebuah kesalahan, seorang guru harus memahami kondisi ini. Usahakan lakukan percakapan yang mendorong siswa mengoreksi kesalahan sendiri. Ini lebih humanis.

Sering sekali, guru tidak mendelegasikan tugas tugas kepada siswa. Guru menjelaskan materi sedetail detailnya. Kadang kadang yang dijelaskan, siswa sudah paham. Di zaman kekinian, siswa bisa mencari sendiri materi materi itu dan belajar secara mandiri. Padahal, pendelegasian tugas ini adalah untuk membangun kepercayaan. Artinya guru percaya kemampuan siswa.

Oleh karena itu, sewaktu belajar, coba berikan ruang untuk siswa menyampaikan pendapat. Kalau ada kesalahan, beri ruang untuk siswa memperbaiki dan mencari solusi, jangan langsung diberi tahu. Kalau ada tugas siswa yang belum sesuai standar, ajak dia berbicara dan beri ruang untuk mengklarifikasi.

Belajar adalah usaha untuk memanusiakan manusia, siswalah referensi guru dalam pembelajaran, bukan seperti robot menjalankan perangkat pembelajaran. Wallahu a'lam bish-shawab!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image