Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image azzahra firdaus

Nostalgia: Strategi Marketing Cemerlang dalam Dunia Perfilman

Info Terkini | Wednesday, 29 Dec 2021, 16:31 WIB
sumber: pixabay.com

Sebagian dari kita mungkin sepakat bahwa film merupakan mesin waktu yang paling canggih. Oleh sebab itu, industri perfilman sering kali menggunakan strategi marketing melalui nostalgia untuk target penontonnya. Salah satu film yang menerapka strategi ini adalah Ada Apa dengan Cinta (AADC). Film yang sukses besar pada tahun 2002 ini kembali digarap pada tahun 2016 dengan ide cerita yang sama, yaitu seputaran kisah percintaan si tokoh utama, Cinta dan Rangga. Kesuksesan film AADC 2 tidak terlepas dari nilai-nilai nostalgia yang ditawarkan sejak awal serta rasa rindu para penggemarnya untuk menyaksikan kembali film yang dulu pernah mengisi masa muda mereka.

Fenomena “menjual masa lalu” ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Masih ingat dengan film animasi toy story? Hingga saat ini, sudah ada empat film animasi toy story yang dirilis pada tahun 1995, 1999, 2010, dan 2019. Dari tahun rilisnya saja, kita sudah dapat mengira bahwa target penonton toy story 4 bukanlah anak-anak, tetapi orang dewasa yang menonton toy story film pertama ketika mereka kecil. Selain itu, pada tahun 2022, film berjudul lightyear akan dirilis. Film animasi tersebut memiliki tokoh utama Buzz Lightyear yang merupakan salah satu tokoh dari toy story. Untuk kesekian kalinya, pixar dan disney menggunakan strategi marketing nostalgia untuk film baru mereka.

Kenapa nostalgia? Apa istimewanya? Kita semua sepakat bahwa masa kecil tidak akan pernah bisa diulang. Itu mengapa nostalgia adalah satu-satunya jalan untuk menghadirkan kembali kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang pernah terjadi di masa lalu. Kebahagiaan kecil yang mungkin saat dewasa sulit untuk didapatkan. Menghadirkan kembali tokoh pada masa kecil menjadi pengingat bahwa kebahagiaan bisa begitu sederhananya.

Menurut Wibisono (2016), nostalgia dapat membantu menguatkan manusia dalam menghadapi tantangan hidup yang tidak ada habisnya. Dengan mengingat kenangan indah yang dulu pernah terjadi, kerap menyenangkan terutama pada masa-masa yang berat.

Nostalgia dapat dijelaskan dengan dua konsep, yaitu secara prefensi dan secara emosi. Menurut Holbrook, nostalgia adalah preferensi kita terhadap suatu obyek yang akrab ketika kita berusia lebih muda. Nostalgia juga dapat diartikan sebagai menyukai sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu, dapat berupa hubungan, pengalaman, ataupun benda. Dari segi emosi, nostalgia merupakan perasaan positif seperti senang, cinta, dan kenyamanan. Secara alamiah tubuh kita menganggap nostalgia adalah sesuatu yang nyaman dan menyenangkan.

Nostalgia dan Marketing

Banyak riset yang telah membuktikan bahwa nostalgia marketing semakin menonjol pada dunia pemasaran (Cui, 2015). Hal ini didukung dengan alasan bahwa sebuah brand mau melakukan nostalgia marketing sebagai alternatif untuk melestarikan budaya brand, mengurangi resiko kegagalan memasarkan produk baru, dapat memanfaatkan sumber daya yang telah ada, serta menjadi produk andalan untuk mengalahkan kompetitor (Pir, 2019).

Adapun nostalgia marketing yang sukses adalah yang berhasil menciptakan unsur nostalgia dalam produk serta merangsang memori dan juga emosi konsumen sehingga pada akhirnya memutuskan untuk membeli produk. Berdasarkan model of nostalgic consumer behavior, perilaku konsumen dapat dibagi menjadi tiga fase reaksi yaitu (Cui, 2015).

1) Nostalgic Emotion Reaction

Pada tahapan pertama, konsumen mengingat kembali memori masa lampau mereka. Pada tahap ini, nostalgia marketing tidak hanya fokus menjual produk saja tetapi juga memasukkan unsur emosi di dalamnya.

2) Nostalgic Cognitive Reaction

Tahapan selanjutnya berkaitan dengan unsur psikologis. Ketika konsumen sudah mengingat kembali memori di masa lalu, tanpa disadari hal tersebut dapat berpengaruh ke keadaan psikologis mereka.

3) Nostalgic Behavioral Reaction

Pada tahap terakhir, emosi yang muncul dalam diri konsumen akan berubah menjadi sebuah tindakan. Penelitian membuktikan bahwa tingkat kesukaan individu terhadap hal yang ada di masa lalu akan memengaruhi tingginya kemungkinan untuk membeli produk yang berhubungan dengan masa lampau.

Seberapa Efektif Strategi Nostalgia Marketing dalam Film?

Penelitian dari Darrel D. Muehling dan David E. Sprott yang berjudul “The Power of Reflection: An Empirical Examination of Nostalgia Advertising Effects” membuktikan bahwa iklan-iklan yang sifatnya nostalgia membawa beberapa pemikiran kepada penerima iklan tersebut, seperti kenangan masa indah saat kecil, kenangan yang sungkan dilupakan, hal-hal yang mengingatkan pada masa lalu, serta keinginan untuk kembali bermain bersama teman-teman kecil dulu.

Secara garis besar strategi marketing melalui nostalgia dapat membawa efek yang positif tentang masa lalu. Hal ini secara otomatis berdampak positif terhadap konsumen. Dan dalam hal ini akan menguntungkan pihak produsen. Dengan membawa kenangan masa lalu kita masing-masing ke dalam bentuk yang baru, secara alamiah konsumen akan menyambut film-film tersebut dengan positif. Sehingga nostalgia merupakan alat marketing yang kuat dalam industri film saat ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image